Kamis, 12 November 2009

Aku Menangis...

November 12, 2009 14 Comments

Aku menangis saat sebuah persahabatan murni menjadi kemustahilan

Aku menangis saat kejujuran menjadi lakon yang jarang dilakukan

Aku menangis saat keikhlasan berubah menjadi kemunafikan

Aku menangis saat kemungkaran berubah menjadi kebajikan

Aku menangis saat aku melihat keadilan dianggap tindakan memalukan dan tindakan anarkis menjadi undang-undang

Aku menangis saat aku melihat seorang ayah yang berdiri lemah di hadapan buah hatinya yang sakit, lalu ia meminta tetangganya yang Allah anugerahkan nikmat agar ia memberinya sejumlah uang untuk mengobati anaknya, lalu sang tetanggatidak mau memberikannya dengan alasan bahwa ia membutuhkan uang itu untuk menghadiri pesta

Aku menangis saat ajaran agama dan nilai luhur budaya kita mengalami kemunduran

Aku menangis saat materi telah memperkosa nilai-nilai arif dan prinsip-prinsip kebajikan, sehingga orang yang zalim berubah menjadi miskin dan orang yang dizalimi berubah menjadi anarkis

Aku menangis saat rasa malas dan menunda-nunda kesungguhan itu muncul.

Selasa, 10 November 2009

Untukmu Pahlawanku

November 10, 2009 11 Comments

Siapakah pahlawan itu? Apakah sosok pahlawan adalah mereka yang pernah mengangkat senjata dalam perlawanan melawan penjajah dan sesuai dengan Peraturan Presiden RI Nomor 33 Tahun 1964?
 Di dalam pasal itu tertulis bahwa, yang dimaksud pahlawan adalah a)warga Negara Republik Indonesia yang telah meninggal dunia dan semasa hidupnya telah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai/merebut/mempertahankan/mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Calon juga telah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara dan telah menghasilkan karya besar yang mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia. b)Pengabdian dan perjuangan yang dilakukannya berlangsung hampir sepanjang hidupnya (tidak sesaat) dan melebihi tugas yang diembannya.c)Perjuangan yang dilakukannya mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.d)Memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan/nasionalisme yang tinggi.e)Memiliki akhlak dan moral keagamaan yang tinggi.f)Tidak pernah menyerah pada lawan/musuh dalam perjuangan.g)Dalam riwayat hidupnya tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dapat merusak nilai perjuangannya.

Jumat, 06 November 2009

Senin, 02 November 2009

ABC Rayakan HUT ke 2

November 02, 2009 15 Comments
rumoh
Hari Minggu kemarin (0111) menjadi hari yang sangat bersejarah bagi Aceh Blogger Community atau yang lebih popular dengan sebutan ABC. Karena hari itu perkumpulan blogger Aceh ini merayakan ulang tahunnya yang ke 2. Sudah dua tahun ABC yang diprakarsai oleh Fadli Idris, Aulia Fitri, Fadhul Fahmi, dan Muhammad Ridha berwara-wiri di jagad maya ini.

Dua tahun bukanlah waktu yang singkat untuk ABC mengepakkan sayapnya. Tiga ratus member lebih yang terdaftar di agregat ABC. Berbagai kegiatan telah dilakukan. Seperti pelatihan ngeblog untuk para pelajar dan mahasiswa yang telah dilaksanakan diberbagai berbagai daerah di Aceh. Aksi penggalangan dana untuk Muslim Rohingya, penduduk minoritas yang diusir dari negaranya Myanmar dan kemudian terdepak di pesisir Aceh. Sosialisasi dan pelatihan Acehpedia, dan masih banyak lagi kegiatan-kegiatan lain yang telah dilakukan yang tentunya bertujuan untuk memperkenalkan IT kepada seluruh masyarakat Aceh.

Kalo memflashback tahun-tahun sebelumnya, ABC sekarang sudah sangat diperhitungkan dalam ranah dunia blogging. Dan kalo dulunya hanya berkomunikasi daring (dalam jaringan atau online) dengan sesama membernya maka sekarang ABC sudah memiliki sekretariatnya sendiri yang diberi nama Rumoh Blogger. Nah, kalo mau rapat atau sekedar kopi darat dengan sesama ngga perlu lagi warung kopi yang dijadikan tempatnya. Datang saja ke Rumoh Blogger yang di dalamnya juga tersedia wi-fi gratis.

Kamis, 29 Oktober 2009

Bocah Korban Konflik Derita Penyakit Aneh

Oktober 29, 2009 13 Comments
husnul
Tangan kecil itu tak henti-hentinya menggaruk kepalanya yang luka. Darah bercampur nanah keluar tanpa henti. Malah, beberapa belatung kecil seukuran ujung korek api ikut keluar dari tempurung kepala dan telinga gadis kecil yang malang itu.

Husnul Zafirah, bocah warga Gampong Bangkeh, Kecamatan Geumpang, Pidie, sejak sepekan terakhir menderita penyakit aneh. Berawal dari demam yang sangat tinggi kemudian muncul benjolan-benjolan hitam disekujur tubuhnya yang mengeluarkan darah dan nanah jika digaruk.

Jarang sekali putri ke empat Nurlela ini suhu badannya panas. Kalau pun demam, seperti setahun yang lalu, Husnul masih mampu ke sekolah.

Jumat, 23 Oktober 2009

Dari Server, Poligami, Sampai Climate Exchange

Oktober 23, 2009 10 Comments

Kamis kemarin aku diajak untuk ikut serta dalam rapat dengan Ford Foundation yang menjadi sponsor acehpedia, ensiklopedi aceh terlengkap.  Kebetulan  aku anggota aceh blogger community (ABC) dan  juga menjadi contributor website yang berisi everything tentang Aceh. Jadi kalo mau tahu informasi tentang Aceh klik saja acehpedia.org
Setelah mengikuti kuliah microbiology sampai pukul 10 pagi, langsung aku menuju tempat pertemuan yang diselenggarakan di BPDE Aceh. Di sana telah hadir Bang Fadli, Bang Aneuk yang juga dari ABC, mbak  Dea dan mbak Afi yang kocak abis dari Air Putih, Pak Zul dari BPDE, Kang Wahyu dari radio komunitas dan beberapa orang lagi dari perwakilan daerah yang semuanya di support oleh FF. Dan dari FF sendiri diwakilkan oleh program officer di bidang sumber daya, Bang Steve, pria kelahiran Korea dan besar di Amrik serta lancar berbahasa Indonesia (karena sudah lama tinggal di Jakarta J)

nih lagi diruang isolasi..
Nah, di BPDE itu kami membahas tentang server acehpedia yang langsung ditangani oleh pusat telematika Aceh itu. Juga memaparkan program-program yang telah jalan diberbagai daerah di Aceh pascatsunami sampai sekarang. Yang dilanjutkan dengan kunjungan keruangan isolasi. Yups, tempat server acehpedia dan berbagai server instansi pemerintahan Aceh diletakkan. Owh, yang familiar bagiku hanyalah computer dan CPUnya saja, selebihnya sangat asing. Apalagi bahasa pemograman, jangankan aku, Bang Steve aja ngga ngerti, heee

Selasa, 20 Oktober 2009

Vote Liza Yaaaa...

Oktober 20, 2009 13 Comments
Aris Rinaldi http://www.liza-fathia.com/
kak rumput masuk nominasi pesta blogger 2009
Argumentasi Seorang Anak Bangsa
Sumber: www.liza-fathia.com
Terkejut sekaligus haru ketika membaca catatan seorang teman di facebooknya tentang ajang pemilihan ratu kecantikan seantero Indonesia. Yang membuat saya terkejut bukanlah momentum acara yang tiap ...
4 jam yang lalu · Komentar · Suka · Bagikan
Nah begitulah isi wall facebook temanku Aris. Kak rumput (nama lainku :P) masuk nominasi pestablogger 2009. What? Rasanya ngga percaya banget kalo blog www.liza-fathia.com ini bisa masuk 5 BESAR XL AWARD untuk kategori JURNAL HARIAN DAN UMUM TERBAIK.


Nah, untuk itu aku butuh banget dukungan dan vote dari teman-teman semua.

Caranya klik ke sini VOTE LIZA FATHIARIANI. Sudah? Kemudian cari kategori Jurnal Harian dan Umum Terbaik. Selanjutnya conteng nama liza fathiariani.

Nah, setelah itu masukkan kode verifikasi dan email. Kalo udah, bang admin bakal ngasih konfirmasi ke email teman-teman dan kemudian klik ke link yang dikasih. Mudah kan???

Sekali lagi aku ngucapin terimakasih untuk teman-teman yang udah ngedukung aku. Semoga kebaikan teman-teman dibalas sama Yang Di Atas. AmiinBottom of Form










Senin, 19 Oktober 2009

Satelite UWRF 2009 di Aceh

Oktober 19, 2009 1 Comments


Jumat (16/10) kemarin aku mengikuti acara Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) di Black and White CafĂ©, Banda Aceh. Sebuah festival sastra dan kebudayaan tingkat internasional yang bertemakan “Dengan Menulis Kita Ada, Tidak Menulis Kita Mengada-Ada” yang merupakan tindak lanjut dari UWRF2009 yang digelar di Bali pada 7-11 Oktober silam.

Festival ini disponsori oleh Sekolah Menulis Dokarim, Kantor Berita Antero, dan UWRF Bali serta dikemas dalam bentuk diskusi kepenulisan yang menghadirkan pembicara Anthony Loewenstein, jurnalis dan blogger dari Australia, Doel Cp Alisah, perwakilan Aceh pada UWRF 2009, dan perwakilan dari komunitas kepenulisan di Aceh seperti Forum Lingkar Pena (FLP), Aceh Blogger Community (ABC), Aceh Feature Service (AFS), Gema Sastra dan Budaya Indonesia (Gemasastrin), Aceh Muda dan Kreasi (Amuk) dan Sekolah Menulis Dokarim

Senin, 12 Oktober 2009

KONTRAVERSI PUTERI INDONESIA ASAL ACEH

Oktober 12, 2009 32 Comments
 Terkejut sekaligus haru ketika membaca catatan seorang teman di facebooknya tentang ajang pemilihan ratu kecantikan seantero Indonesia. Yang membuat saya terkejut bukanlah momentum acara yang tiap tahun diselenggarakan itu, melainkan penobatan sang ratu atau yang lebih populer dengan “Pemilihan Puteri Indonesia (PPI)” jatuh kepada gadis yang berasal dari Aceh. Benar-benar sebuah rekor yang tak pernah dimiliki Aceh sebelumnya. Meski setiap tahun tidak pernah absen dari ajang bergengsi tersebut, tetapi Aceh hanya mampu masuk babak finalnya saja.

Puteri Indonesia sendiri adalah kontes kecantikan di Indonesia yang diselenggarakan sejak tahun 1992 oleh Yayasan Puteri Indonesia yang diketuai oleh Mooryati Soedibyo dan disponsori oleh perusahaan kosmetik Mustika Ratu. Puteri Indonesia akan menjadi wakil Indonesia atau duta bangsa pada kegiatan-kegiatan yang bertaraf Internasional dan ikut serta dalam memajukan komoditas-komoditas ekspor Indonesia, pariwisata dan budaya Indonesia. Puteri Indonesia juga melakukan berbagai aksi sosial ke daerah-daerah yang membutuhkan untuk turut memberikan penghiburan dan bantuan.


Jumat, 02 Oktober 2009

Ketika Allah Dinomerduakan

Oktober 02, 2009 20 Comments

Sore itu aku diundang tanteku untuk berbuka puasa di rumahnya. Bagi seorang anak kos, dapat tawaran seperti ini adalah hal yang luar biasa (mumpung buka gratis, bisa ngirit J). Setelah shalat Ashar, segera aku menstarter motorku menuju rumah tante yang jaraknya sekitar 500 meter.
Ketika memasuki rumahnya, aku melihat beberapa teman sepupuku sedang menunggu di depan pintu.
“Mau kemana?” sapaku kepada mereka yang juga juniorku di kampus.
“Ada buka bareng organisasi kampus, Kak!” jawab mereka.
“Ade ikut juga?” tanyaku ke sepupuku. Dan ia menjawabnya dengan anggukan.
Tak lama kemudian, tante yang sudah selesai memasak menghampiri kami seraya menyuruhku masuk.
“Udah pada shalat semua kalian?” Tanya tante ke teman-teman Ade.
“Nanti aja deh, Bu. Takutnya telat, ngga enak sama teman-teman.” Ucap salah satu dari mereka sambil menyikut siku teman di sampingnya.
Sekilas aku melihat Bunda- sapaanku untuk tante- tersenyum miris.
“Kalau sempat? Kalau terjadi apa-apa? Kalian yakin bakal oke-oke aja?”

Minggu, 06 September 2009

Pesona Batik Aceh

September 06, 2009 13 Comments
Indah dan glamor. Itulah kesan pertama yang tertangkap saat menyaksikan pajangan batik di Rumah Batik Aceh yang berada di Desa Meunasah Manyang, Aceh Besar. Ternyata tidak hanya Pulau Jawa yang identik dengan pakaian tradisional Indonesia ini, tetapi Provinsi Aceh juga mempunyai potensi yang tidak kalah dalam menghasilkan busana yang istilahnya diambil dari Bahasa Jawa “amba” yang berarti menulis dan “titik”.
Corak dan variasi batik Aceh jelas berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Rata-rata batik Aceh menampilkan unsur alam dan budaya dalam paduan warna-warna berani seperti merah, hijau, kuning, merah muda, dan sebagainya. Keberanian memainkan warna itulah yang memberikan kesan glamor.

Senin, 24 Agustus 2009

Hiduplah Indonesia Raya

Agustus 24, 2009 29 Comments

Tanpa terasa Indonesia telah berumur 64 tahun pada hari Senin tanggal 17 Agustus 2009 lalu. Enam puluh empat tahun kalau diumpamakan seorang wanita, maka ia telah menjadi seorang nenek. Usianya telah senja. Dengan tubuh ringkih dan rapuh, ia tak dapat berbuat banyak untuk menopang hidupnya. Wanita itu telah tua. Berbagai jenis penyakit geriatric (orang tua)pun  seperti hipertensi, penyakit jantung, mata yang semakin rabun, bahkan pikun telah menggerogoti jiwanya.

Minggu, 16 Agustus 2009

Aceh Blogger Kampanyekan IT

Agustus 16, 2009 3 Comments
ACEH Blogger Community Regional III Bireuen bekerjasama dengan BEM STMIK Bina Bangsa Lhokseumawe mengadakan Panel Forum yang bertemakan “Perkembangan Teknologi Informasi bagi Masyarakat Bireuen”.
Acara yang berlangsung pada hari sabtu (15/8) di Aula Kampus Universitas Almuslim dibuka oleh Pembantu Rektor (Purek) III Drs. Syarkawi, M.Ed. Dalam kata-kata sambutannya menyebutkan bahwa, “hadirnya inisiatif dari kalangan muda seperti hari ini untuk menyelenggarakan acara yang bertemakan IT memang sangat perlu bagi masyarakat Bireuen”, ujar Purek III mewakili Rektor Almuslim.

Kamis, 13 Agustus 2009

Aku Menjadi Tersangka

Agustus 13, 2009 2 Comments
Huff… Akhirnya ngeposting juga. Lama tidak ngeblog membuatku berada diatas puncak kerinduan yang sangat mendalam dengan rumah keduaku ini. Banyak hal sebenarnya yang ingin kuceritakan. Mulai dari acara MTQ Mahasiswa Tingkat Nasional XI yang kuikuti sepekan yang lalu sampai beberapa pengalaman lain yang ingin kubagi-bagi dengan teman-teman yang dengan setia mengikuti blogku.

Tapi ada satu hal yang ingin sekali kuluapkan di sini. Dan apakah itu? Hiks, AKU MENJADI TERSANGKA (hwaaaaaaaaaaaa)

Jumat, 07 Agustus 2009

HAN dan Jaminan Pemenuhan Hak Anak

Agustus 07, 2009 2 Comments
“Saya Anak Indonesia Kreatif, Inovatif dan Unggul untuk Menghadapi Tantangan di Masa Depan.” Begitulah tema yang diusungkan pemerintah dalam memperingati Hari Anak Nasional (HAN) pada 23 Juli 2009. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B ayat (2) yang menyatakan bahwa: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi", telah memberikan landasan yang kuat bahwa anak berhak untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak untuk memperoleh perlindungan dari kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.

Selain itu, bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia mempunyai komitmen untuk menjamin terpenuhinya hak anak dan perlindungan anak yang merupakan bagian dari hak asasi manusia, antara lain hak untuk hidup, kelangsungan hidup, tumbuh kembang, berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang sejahtera, berkualitas dan terlindungi.

Jumat, 17 Juli 2009

Email Pertamaku

Juli 17, 2009 5 Comments
“Sekarang kalau mau ngirim surat ngga perlu lagi lama-lama. Cukup dengan email, dalam hitungan menit surat kita akan tiba ke email tujuan kita.”
Aku masih mengingat dengan jelas kata-kata yang diucapkan Pak Anwar, guru Bahasa Inggrisku ketika duduk di kelas tiga SMP. Saat itu aku hanya terpana dengan bibir membentuk huruf “o”. Aku sama sekali ngga mengerti dengan apa yang dijelaskan sang guru.
Email? Jenis binatang apa itu. Kata mail sering kubaca di amplop dengan pinggiran biru-merah yang kerap kugunakan untuk mengirimkan surat. Pasti itu tidak jauh-jauh dari surat menyurat, pikirku saat itu.

Jumat, 10 Juli 2009

What's wrong dengan Diriku?

Juli 10, 2009 4 Comments
Dalam beberapa minggu ini (lebih malah), aku merasakan banyak hal yang melenceng telah kulakukan. Banyak waktu yang terbuang percuma hanya untuk sesuatu yang sama sekali ngga bermanfaat. Pada intinya, I wasted my time.
Kenapa aku menyimpulkan seperti itu? Jelas, karena aku yang menjalani hidupku. Aku yang paling tau siapa diriku, bagaimana aku, dan apa saja yang kuperbuat. Dan tahukah kamu apa yang telah kulakukan dalam mengisi waktuku sampai terbuang percuma? Walau dengan sedikit malu (ngga papa kan sedikit? Ketimbang ngga ada, hee), akan kukatakan dengan jujur. Sesuatu hal yang sebenarnya telah lama ingin kutinggalkan, tapi aku malah semakin addicted.

Selasa, 30 Juni 2009

Mahasiswa Kampungan. Hohoho

Juni 30, 2009 4 Comments
Weekend kemarin kembali kuhabiskan dengan pulang kampung. Kembali. Karena sebulan sebelumnya aku juga menginjakkan kakiku ke kampung halaman. Ngga bosan-bosan. Malah kalo disuruh milih untuk tetap tinggal, aku akan memenuhinya. Oh, benar-benar kampunger sejati. Hehhe…
“Kalo dikategorikan, Liza itu termasuk mahasiswa kampungan. Tiap bulan pulkam,” ujar Zikri teman sekampusku.
Biarin aja. Yang penting happy 

Selasa, 23 Juni 2009

DJA Itu Apa Ya???

Juni 23, 2009 11 Comments
Assalamualaikum. Halo semuaaa. Apa kabar nih? Hmm, lama juga ya aku ngga meninggalkan jejak di blogku tercinta ini. sekedar mengintip melihat komentar yang masuh sih ada, tapi untuk posting tulisan? Nihil.

Jadi, tanpa memanjangkan mukaddimah. Langsung saja dengerin aku berpidato ya bapak-bapak ibu-ibu siapa yang punya anak tolong aku kasihani aku.. eitss, kok udah kagak nyambung gini. Come on!!! Focus Liza! Pertama-tama dan yang paling utama marilah sama-sama kita panjatkan puji dan syukur kita kehadirat Allah Swt.

“Stop! Katanya ngga pake mukaddimah lagi.”

Sedikit lagi, dan kepada baginda Nabi Muhammad Saw. Udah!!!

Wah, aku jadi teringat masa-masa SMP dulu. setiap malam Jum’at ada acara muhadharah alias public speaking di sekolahku. Ya pastinya ngga jauh-jauh dari dunia perpidatoan. Maklum aja, dulu aku pernah mondok di pesantren Dayah Jeumala Amal selama tiga tahun sebelum terdampar di SMA Modal Bangsa dan FK Unsyiah. Jadi sisa-sisa perjuangan masa lalu sangat membekas diotak tumpulku 

Berbicara tentang pesantren, ada beberapa hal yang sangat unik dan jarang dijumpai di tempat-tempat yang lain. Mulai dari nama pesantren itu sendiri sampai murid dan guru-gurunya.

Ok, sekarang aku mulai dengan keanehan sang pondok
DJA, begitu kami memendekkan nama ponpes. Ya, selain dayah jeumala amal, DJA memiliki banyak kepanjangan yang lain. Seperti DAERAH JARANG AIR. Why kenapa bisa seperti itu? ya karena di dayah itu sangat sulit mendapatkan air. Kalo musim kemarau, bersiap-siaplah mangantri panjang dengan lima ratus santriwati di sumur yang sangat kecil untuk sekedar mendapatkan air untuk wudhu atau buang air kecil. Harus bangun pagi-pagi biar ngga telat shalat subuh di mushalla. Nah, kalo air di bak mandi atau pun di sumur sudah tak ada lagi (emang pernah? Ya iyalah), siap-siaplah dirimu menuju sungai di belakang pondok yang harus ditempuh dengan melompati pagar.

Selain itu, DJA juga menjadi DAERAH JAJAHAN ANJING. Anjing-anjing dari berbagai pelosok negeri (hah? Masa sih) berkumpul di sini. Setiap paginya para santri yang piket harus menyamak tempat-tempat yang di datangi Si Aan itu. mungkin karena banyak makanan ya, makanya si Aan betah amit ke sana. Sampai-sampai dibuat pasukan khusus untuk memerangi Aans (jamak untuk aan ). Bukan hanya anjing, kucing pun cukup meraja lela di negeri itu. kucing yang ngga sopan itu kerap BAB di atas kasur santri. Tak jarang kalo setiap pulang dari sekolah terdengar teriakan “Laaa, firasyi… qitton bakhil,” (tidak, kasurku. Duh kucing bodoh!!) dari setiap sudut ketika menaiki ranjangnya yang telah terdapat sepotong kue hadiah mas kucing 

Keanehan selanjutnya adalah KERASUKAN. Yupz, ada mitos-mitos tersendiri mengenai kerasukan ini. Konon menurut isu-isu dari seniorku, ada waktu-waktu tertentu si makhluk ghaib itu merasuki tubuh manusia. “biasanya tiga tahun sekali ukh, dan tahun kalian jatahnya,” tutur seniorku. Hah? Itu artinya akan ada santri yang kerasukan pada tahun-tahun keberadaanku di DJA.

Awalnya aku sempat ngga percaya, tapi melihat teman-temanku satu per satu roboh dan dirasuki makhluk halus itu, tak ada kata mustahil lagi. Bayangkan saja, saban harinya ada puluhan santri yang kerasukan. Ketika diinterogasi, ada yang mengaku dari Jawa, Medan, Cina, Jepang. Duh ada-ada saja. memang, kalo pondok pesantren itu kerap menjadi sasaran. Apalagi kalo kondisi kita sedang labil dan hipotensi.

Udah ah, ngga mau lagi ngebahas tentang kerasukan. Jadi merinding sendiri saya.



Rabu, 10 Juni 2009

Alhamdulillah...

Juni 10, 2009 15 Comments
“Selamat ya mbak, tulisannya menang.” Tiba-tiba sebuah instant message muncul ketika aku membuka facebook. Awalnya aku hanya membaca bagian awal pesan itu saja. “selamat mbak tulisannya…” dimuat. Memang, beberapa hari yang lalu tulisanku dimuat di Harian Aceh. Jadi aku berterimakasih dengan hambar. (bukan ngga bersyukur, tapi karena udah beberapa kali dimuat, jadi rasa kerterkejutan sedikit berkurang)

“Makasih ya,” jawabku singkat. Kemudian aku melihat teman yang mengirimkan pesan itu kepadaku. Seseorang yang pernah kulihat tapi belum sekali pun kami berujar. Setelah itu aku melihat kembali pesan pertamanya.

Tulisan apa? Batinku. Memang sempat terpikir kalau itu tulisan yang pernah kuikutsertakan dalam Lomba Menulis Aceh di Internet. Ada dua tulisan. Tapi yang mana ya?

Kegetiran Seorang Hafizh, punya mbak kan?”
“Iya.”
“Mbak dapat juara satu lho, tadi dikonfirm lewat email,”jelasnya,”coba mbak check email aja.”

Langsung aku membuka email yang kupakai untuk mengirimkan link dan biodataku untuk lomba tersebut. Nihil, tak ada email yang memberitahuku tentang pengumuman lomba tersebut.

“Yang bener? Bang, jangan ngerjain saya dong!” Aku sempat waspada saat itu. Pengalaman seorang temanku yang pernah ditipu oleh temannya sendiri membuatku sangat berhati-hati ketika menerima berita baik. Betapa senangnya kita jika mengetahui kalo kita berhasil menang disebuah kompetisi, tapi alangkah sakitnya bisa itu hanya isu yang dikarang oleh teman kita sendiri.

“Tolong forward emailnya bang, ke rumput_liar008@yahoo.com,” pintaku padanya.

Lama kumenunggu tak juga email itu terkirim. Jam pun sudah menunjukkan pukul 18.30 wib, magrib akan segera tiba. Itu artinya aku harus segera meninggalkan warnet dan beranjak pulang.

Sesampai di kost, segera kubuka email melalui ponselku. Email dari teman itu sudah sampai. Ternyata benar. Tulisanku menjadi juara satu lomba menulis tersebut. Panitia salah dalam mengetik emailku, mereka mengirim ke rumput_liar00 bukan ke rumput_liar008.

Alhamdulillah, Kegetiran Seorang Hafizh menjadikanku memiliki sebuah modem HSDPA. So, aku ngga perlu menghabiskan waktuku di warnet atau membengkakkan jariku dengan keypad ponsel untuk internetan. Terimakasih Hafizh, kisah hidupmu memberiku jutaan inspirasi untuk terus berkarya. Terimakasih untuk warnet AMM, tempatku mempostingkan tulisan-tulisanku, Aceh Journey, SGP, ABC, dan semua pihak mensponsori lomba ini. Dan terimakasih untuk teman-teman blogger yang telah mendukung dan mengomentari tulisanku. Good Bless U All.


Senin, 01 Juni 2009

Kapan Aku Punya Sepeda?

Juni 01, 2009 15 Comments
Sepeda. Ohhh. If I have a bike, maka aku akan keliling-keliling dunia. Hah? Emang bisa n sanggup? Entahlah, aku hanya berandai-andai. Bagaimana seandainya kata seandainya itu ngga ada? Pastinya diriku ngga bisa berandai-andai untuk memiliki sepeda.

Keinginanku untuk memiliki sepeda sebenarnya udah lama banget. Sejak sepeda pertamaku yang dihadiahkan papa waktu aku kelas satu SD itu rusak total. Yupz. Dan tahukah itu kapan? Setelah sepuluh tahun umurnya. Lama juga yaaa. Kalo dibilang rusak, sepeda Olimpicku itu waktu berumur satu-dua tahun udah berulah. Mulai dari bocor ban, rantai yang jatuh, stang yang bengkok, sampai akhirnya harus direparasi ulang total. Tapi tunggu dulu, itu masih layak pakai. Namun setelah sepuluh tahun usianya, sepeda yang selalu menemani hari-hariku terpaksa dijual ke tukang loak. Hikss

Setelah itu aku ngga punya sepeda. Sampai sekarang.

Dulu ketika duduk di bangku SMA, niatku untuk membeli sepeda hampir saja terpenuhi. Ya, waktu itu aku menang lomba. Lumayan lah untuk beli sepeda murahan. Tapi… “Mending uang itu ditabung aja Liz, kamu kan ngga begitu perlu sepeda itu.” Usul mamaku.

Bener juga usul mama, aku harus nabung untuk biaya kuliahku nanti. Dan akhirnya aku tidak punya sepeda.

Masa SMA telah kulalui, tapi aku juga belum punya sepeda. (duh, aku kok jadi seperti anak-anak yang minta dibeliin mainan ya? hehheh).. Coba ya ada program pembagian sepeda dari pemerintah untuk mengurangi emisi gas karbon, maka aku yang pertama akan mengajukan diri untuk menjadi penerima sepeda itu.

Kembali kubertanya, kapan aku punya sepeda? Yang akan kukayuh keliling Banda Aceh aja deh, ngga usah jauh-jauh. Ntar kalo aku hilang gimana coba? Bisa berabe kan...

Kamis, 14 Mei 2009

KEGETIRAN SEORANG HAFIZH

Mei 14, 2009 36 Comments
Bocah nelayan itu menatap hamparan laut dengan pilu. Kemudian ia memalingkan pandangannya pada bukit nan rimbun yang terletak berhadapan dengan kumpulan air terbesar di dunia. “Dulu, sebelum tsunami, saya, ayah dan mak, serta adik saya tinggal di sini,” tuturnya.

Ujung Pancu, nama daerah tempat ia berada sekarang. Sebuah perkampungan penduduk yang terletak di Peukan Bada Aceh Besar. Kampung itu memiliki kenangan sendiri di benak anak laki-laki yang bernama Muhammad Hafizh Rihanda.

“Dulu saya sering bermain di pinggir pantai bersama teman-teman sepulang sekolah. Bermain bola, mencari kepiting. Banyak pokoknya.”

Putra dari pasangan Muhand Abdullah dan Ida Yulianti ini seolah memutar kembali memorinya ke saat-saat di mana ia berada di perkampungan nelayan itu. Sebuah senyuman tergurat dari bibirnya.

Namun, beberapa menit kemudian wajahnya menjadi murung. Matanya yang mulai mengeluarkan butiran bening kembali menatap laut. “Sekarang semua itu tidak ada lagi,” ucapnya terbata.

Pantai yang indah Ujung Pancu kini telah tenggelam oleh permukaan air laut yang semakin naik akibat tsunami. Rimbunan Pinus mercusi yang dulunya menghiasi bibir pantai tumbang dihanyutkan gelombang.

“Pagi itu saya sedang mengangkut air untuk membantu mak yang sedang mencuci,” ungkap bocah hitam manis itu, “Terus tiba-tiba gempa. Kuat sekali gempanya. Karena takut kena reruntuhan rumah saya langsung keluar. Mak mengambil dek Adha yang waktu itu masih bayi.”

Hafizh mencoba mengingat-ingat kembali hal-hal yang dialaminya pada hari yang menjadi catatan sejarah penting dalam buku agenda dunia. “Waktu keluar rumah, saya melihat semua orang kampung telah berkumpul di depan rumah masing-masing. Kami melihat air laut tiba-tiba surut ratusan meter. Ikan-ikannya kelihatan semua. Ada yang mengambil ikan itu, ada juga yang melihat saja.”

Hafizh berhenti sejenak, kemudian melanjutkan ceritanya. “Tapi, tiba-tiba gelombang laut datang lagi, tinggi sekali. Setinggi pohon kelapa. Orang-orang kampung berlarian ke bukit.”

Hafizh yang saat itu masih berumur lima tahun juga digendong ayahnya menaiki bukit. Begitu pula dengan ibu dan adiknya yang masih bayi.

Dia yang sangat ketakutan hingga menangis tersedu-sedu. Tidak hanya Hafizh yang merasa takut, seluruh penduduk kampung pun demikian. “Ada yang berdoa, menangis, macam-macam pokoknya. Kami semua ketakutan seolah-seolah mau mati.”

Selama di bukit, lelaki kecil itu harus berpuas dengan mengunyah dedaunan dan meminum air payau untuk mengisi perutnya. Ia sadar, di saat genting seperti itu pasti tidak ada nasi dan lauk pauk lezat seperti yang sering dihidangkan ibunya. Beras yang telah bercampur dengan air asin pun menjadi begitu nikmat kala itu. Ketakutan telah melenyapkan lapar dan dahaga mereka.

“Adik sempat sakit waktu di bukit karena kekurangan makanan,”cerita Hafizh tentang keadaan adik laki-lakinya yang bernama M. Adha Zaifullah yang waktu itu masih berumur satu tahun.

Namun setelah dua hari tiga malam Hafizh dan seluruh penduduk kampung berada di bukit, mereka memutuskan untuk turun dan menuju perkampungan terdekat untuk mencari perlindungan dan makanan. Akhirnya mereka pun tiba di Simpang Dodik yang letaknya tiga kilometer dari Ujung Pancu. Setiba di sana mereka sadar kalau bukan hanya Ujung Pancu yang menjadi sasaran amukan tsunami, tetapi seluruh Banda Aceh mengalaminya. Kemudian mereka di tempatkan di pengungsian yang terletak di Kecamatan Lampeuneurut.

“Tidak enak di pengungsian. Kalau malam banyak nyamuk, dan kalau hujan, banjir. Saya dan ayah sering tidak tidur kalau malam karena harus jaga-jaga biar air tidak masuk ke dalam tenda,”tutur Hafizh. “Waktu di barak Siron Lambaro, sudah enak. Tempatnya lebih bagus dibanding waktu di tenda.”

Wajah polos Hafizh tidak bisa menyembunyikan betapa merananya tinggal di pengungsian. Hidup dengan segala keterbatasan. Namun, anak kedua Muhand Abdullah ini tetap bersyukur karena ia masih bisa melanjutkan sekolah dan tetap berkumpul bersama kedua orangtua dan adiknya. “Tapi,” guratan riang lenyap tiba-tiba. “Kak Feby tidak selamat.”

Feby Putri Handayani, kakak yang sangat disayang Hafizh menjadi salah satu korban amukan gelombang tsunami yang sangat dahsyat itu. “Kak Feby tinggal di Blang Oi bersama nenek. Semua keluarga di sana tidak ada yang selamat.”

Akan tetapi, Hafizh sadar semua itu adalah kehendak Allah dan ia harus menerimanya. Setelah dua tahun lebih tinggal di barak, Hafizh bersama orang tuanya memilih tinggal di Blang Oi, di rumah nenek Hafizh yang tidak berpenghuni lagi. Ia tidak tinggal lagi di Ujung Pancu, tapi sesekali ia tidak lupa untuk sekadar mampir dan mengunjungi rumahnya yang dulu serta bermain bersama teman-temannya.

Sekarang, Hafizh telah duduk di kelas tiga SD Blang Oi. Bencana tsunami memberikan kenangan tersendiri baginya. Perasaan trauma yang dialaminya ketika melihat laut pun hilang seiring berjalannya waktu. Kesedihan karena ditinggal pergi sang kakak pun memudar hari demi hari. Ia yakin Allah Maha Adil. Dan sekarang Sang Maha Adil itu telah memberikan pengganti kakaknya dengan seorang adik perempuan yang sangat lucu. “Mulina Putri Handayani, namanya,” seru Hafizh sambil tersenyum ceria.


Ujung Pancu, Mei 2009


sumber gambar : http://picasaweb.google.com/lh/photo/fSO2pAG2enZQNG9Gx9zc4w

Kamis, 07 Mei 2009

KEMELUT DAN AIR MATA

Mei 07, 2009 10 Comments
Mengapa harus dengan letupan senjata
Kalau kau ingin menghapus air mata?
Mengapa harus dengan aliran darah
Kalau kau ingin membasuh luka lara
Mengapa?
Mengapa?
Tanyaku pada malam yang tak lagi hening
Mengapa?
Mengapa?
Tanyaku pada subuh yang tak lagi teduh


( Lueng Putu, 2003)
Sepenggal sajak di atas adalah kenangan yang masih tersimpan rapi di buku catatan harianku tentang pancarian jawaban terhadap kemelut yang melanda Tanah Rencong beberapa dasawarsa lalu.

Tak ada akhir yang indah dari sebuah kemelut. Peperangan, pertumpahan darah, kemiskinan, ketakutan, kebencian, kematian, dan air mata. Semua bercampur menjadi sebuah buku kehidupan yang tak ingin dikenang. Namun, perselisihan antar umat manusia seolah tak akan pernah lenyap dari muka bumi ini, meskipun pertentangan terhadapnya selalu digemparkan. Konflik, begitu orang-orang menyebutnya. Dan Serambi Mekahku juga tak luput dari konflik tersebut.

Ketika aku masih kecil, aku tidak mengerti mengapa kaum lelaki dari desaku berbondong-bondong menuju markas TNI. Aku sama sekali tidak tahu arah pembicaraan mereka. Sesekali di tengah perjalanan, aku mendengar makian dalam bahasa Indonesia. Aku dan ibu yang saat itu sedang membeli obat nyamuk di kios yang letaknya sekitar 50 meter dari rumah bergegas pulang. Aku tidak paham, kenapa ibu terburu-buru.

Keesokan harinya para istri dari suami yang dibawa aparat pada malam itu dan para ibu dari anak lelaki yang di juga ikut serta bersama rombongan menangis histeris. Aku hanya bisa melihat iba, tanpa tahu apa maksudnya.

Pertengahan tahun 1998, seluruh penduduk Tangse-sebuah kecamatan di Kabupaten Pidie-diwajibkan mengungsi. Semua sangat tiba-tiba. Tak ada yang tahu pasti siapa yang menyuruh kami mengungsi. Aparatkah? Atau GAM? Atau hanya sebuah “kabar burung” yang tidak tahu dari mana asalnya karena beberapa desa lain di “Kota Dingin” itu telah mengungsi lebih dahulu.

Mengapa harus mengungsi? Tanyaku pada ibu. Sepengetahuanku desa Pulo Mesjid II, tempat tinggalku tidak mengalami keributan seperti di desa-desa lain. Aman-aman saja.

Aku sangat kasihan melihat ibuku saat itu. Setahun yang lalu, bapak telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa karena penyakit kencing manis yang dideritanya. Dan sekarang dalam situasi yang rumit, ibu harus mengurus kepergian, tepatnya pengungsian kami seorang diri. Tak ada saudara yang datang membantu, apalagi menawarkan tumpangan untuk kami. Semua nafsi-nafsi.

Sedih rasanya, sampai-sampai ibu ingin tetap saja tinggal di desa. “Biarlah Allah yang menjadi penolong kita kalau nantinya terjadi sesuatu,” desisnya. Namun, akhirnya kami tetap ikut mengungsi. Ternyata ditengah kemelut itu masih ada manusia yang prihatin terhadap kami dengan memberikan tumpangan di mobilnya.

Tangse begitu sepi kala itu. Hanya ada beberapa mobil patroli polisi yang terlihat. Padi di sawah yang telah menguning dan siap panen harus ditelantarkan begitu saja oleh pemiliknya menjadi pemandangan yang mengiris hati. Betapa tidak, padi di sawah yang menjadi tumpuan hidup masyarakat harus ditinggalkan untuk sebuah pengungsian yang tidak jelas alasannya. Bau bangkai hewan ternak begitu menyengat hidung dan tak bisa dielakkan selama perjalanan.

Tanah kelahiranku telah disulap menjadi kota mati. Tak ada riuh dan tawa. Hanya ada kesunyian dan ketakutan yang sangat mengganggu jiwa.

Di sebuah Meunasah Kecamatan Beureunun yang jaraknya memerlukan waktu 1 jam lebih dari Tangse kami mengungsi. Tak ada kenikmatan di pengungsian, semua serba darurat. Nyamuk yang bagaikan bala tentara di medan perang, penyakit-penyakit yang mewabah akibat sanitasi lingkungan yang tidak bersih. Dengan makanan ala kadarnya yang terkadang musti mengharap belas kasihan penduduk sekitar. Tidak ada hal indah yang layak dicatat dalam memori saat-saat di pengungsian, terlebih lagi di pengungsian yang tidak jelas alasannya kenapa.

Karena keamanan yang tidak kondusifkah ? Tapi mengapa penduduk yang berasal dari kecamatan tetangga bisa dengan leluasa menjarah hasil bumi tempat tinggal kami dengan leluasa? Mengapa mereka tidak terbunuh kalau memang tempat tinggal kami tidak aman?

Aku yang waktu itu baru saja naik di kelas enam sekolah dasar tidak tahu harus melanjutkan sekolah dimana, begitu juga dengan yang lainnya. Pegawai-pegawai kantoran terpaksa libur karena ikut juga mengungsi. Para pedagang dan petani tak bisa membanting tulang seperti biasa.

Akhirnya, setelah kurang lebih tiga bulan hidup di pengungsian yang tidak jelas ujung pangkalnya membuat masyarakat kampungku nekad kembali ke rumah masing-masing. Kalaupun harus meninggal di ujung senapan, mereka sudah pasrah. Semuanya diserahkan kepada Sang Pemilik alam semesta.

Dua tahun setelah di pengungisian, tepatnya tahun 2000, aku melanjutkan pendidikan di pondok pesantren Dayah Jeumala Amal, Kecamatan Lueng Putu, Pidie Jaya. Konflik bersenjata masih saja berlangsung, malah kian menjadi-jadi. Apalagi setelah dilaksanakannya pawai besar-besaran untuk menuntut referendum Aceh. Keberadaan kaum adam di rumah membawa ketakutan tersendiri. Mereka yang tidak berkerja di kantor pemerintah dicurigai sebagai pemberontak oleh aparat keamanan. Dan yang menjadi abdi negara dianggap sebagai pecundang oleh GAM dan kerap menjadi sasaran pemerasan.

Hanya saja semua dampak konflik waktu itu tak kurasakan secara langsung. Di keluargaku hanya adikku yang laki-laki sehingga tak ada yang menjadi sasaran kecurigaan baik dari aparat atau pun GAM.

Awal tahun 2003, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan yang saat itu dijabat oleh Susilo Bambang Yudhoyono, yang kini menjabat sebagai Presiden RI, memutuskan untuk menetapkan status Aceh menjadi Daerah Darurat Sipil, sebuah peralihan dari status Darurat Militer karena perjanjian gencatan senjata antara TNI dan GAM tak jua terlaksana. Zona-zona aman yang disepakati tetap saja dilanggar oleh kedua belah pihak.

Tidak ada perbedaan antara Darurat Sipil dan Darurat Militer ini. Cuma nama saja yang berbeda, konflik tetap saja berlangsung dan seakan tak akan pernah ada ujung pangkalnya.

Saat itu aku sedang duduk di bangku kelas 3 Madrasah Tsanawiyah Dayah Jeumala Amal. Sebuah dayah (pondok pesantren) yang dibangun tepat di pinggir jalan menuju Banda Aceh-Medan. Di seberangnya terdapat kantor-kantor pemerintahan yang telah dialihfungsikan menjadi markas aparat. Di belakang dayah, terdapat perkampungan penduduk yang sering dilewati oleh GAM.

Maka di masa itu, jadilah dayah kami sebagai benteng perperangan antara aparat dan GAM. Setiap saat semua santri harus bersiap siaga kalau saja terjadi kontak senjata. Tiarap dimana saja kami bisa untuk menghindari timah panas yang tak mengenal siapa sasarannya.Tidur malam tak lagi nyenyak seperti biasa. Proses belajar mengajar hanya formalitas semata. Kehidupan berlangsung seadanya saja. Karena rasa was-was telah meracuni jiwa.

Pada hari pelaksanaan Ujian Akhir Nasional, kontak senjata menyambutnya bagaikan pesta tahun baru yang sangat meriah. Lembaran-lembaran kertas ujian tetap kuisi sambil tiarap di tengah-tengah peluru yang berterbangan. Pecahan kaca jendela, membuatku dan teman-teman menjadi khawatir, tapi semangat kami tetap menyala. Ujian tetap berlangsung.

Detik-detik terakhir keberadaanku di dayah begitu hampa. Tak ada pesta perpisahan yang mengiringi kepergianku dan santri lain seperti yang dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya. Hanya ada suara peluru dan dentuman bom yang dengan setia mengiringi. Yang lebih menyedihkan, tepat pada hari seluruh santri harus meninggalkan dayah, ibu tidak bisa menjemputku pulang. Sweeping terjadi dimana-mana. Entah itu yang dilakukan aparat keamanan ataupun GAM. KTP merah putih menjadi jimat yang mujarab ketika sweeping dilakukan aparat. Sebaliknya, KTP tersebut menjadi sumber malapetaka ketika GAM mensweeping. Semua menjadi serba salah. Masyarakat memilih diam saja di rumah karena takut. Angkutan umum mogok untuk mengangkut penumpang karena tidak ingin mengambil resiko.

Aceh benar-benar menjadi kota mati saat itu. Tak ada kehidupan, yang terlihat hanya aparat yang melakukan pratoli dengan tank-tank yang berisikan senjata dan peluru.
Satu persatu temanku dijemput oleh orang tuanya dengan menggunakan sepeda motor ataupun becak. Modal nekadlah yang mereka miliki saat itu. Apapun akan ditempuh asalkan bisa berkumpul lagi bersama-sama keluarga. Namun, aku harus berpuas diri untuk tetap berada di dayah selama beberapa hari setelah kelulusanku. Ibu tak mungkin menjemputku. Mau menjemput dengan kendaraan apa? Sepeda motor tak punya, tak ada becak di Tangse. Menyewa ojek juga tidak mungkin. Jarak Tangse-Lueng Putu tidak dekat, butuh waktu 2 jam lebih dan harus melalui pegunungan yang tidak ada yang bisa menjamin keamanannya. Angkutan umum masih tetap mogok. Aku benar-benar dituntut untuk lebih mandiri saat itu. Aku harus sabar dan tabah.

Akhirnya aku bisa menumpangi sebuah labi-labi “nekad” yang membawaku ke Sigli. Rumah sepupuku menjadi tujuan. Hari-hari di Sigli sangat jauh berbeda dibandingkan ketika aku masih di dayah. Kontak senjata hanya sesekali terdengar, sedangkan di Lueng Putu bunyi letupan senjata bagaikan santapan setiap hari.
Aku mengisi hari libur dengan mengurus segala urusan sekolahku. Mulai dari pendaftaran ke SMA, Bolak-balik Lueng Putu-Sigli untuk mengurus ijazah hingga suatu hari aku dapat kembali ke kampung halaman. Ya, aku bisa kembali ke Tangse dengan menumpangi sebuah mobil pick up milik penduduk Tangse yang sedang membeli sembako di Beureunun.

Namun, konflik benar-benar membuat semua orang menderita termasuk diriku. Aku tidak bisa kembali ke Sigli untuk mengikuti ujian masuk SMA. Semua kendaraan kembali di sweeping. Modal nekad tidak dapat diandalkan lagi. Hanya ambulans yang diizinkan untuk berpergian untuk membawa pasien. Dan Allah Maha Pengasih, di hari yang naas itu aku diizinkan menumpangi ambulans yang akan membawa pasien ke kota Sigli. Tak masalah harus duduk berdesakan. Sampai di Sigli dan mengikuti tes ujian masuk SMA Modal Bangsa adalah tujuan utamaku.

Aku diterima di SMA Modal Bangsa yang letaknya di Kecamatan Kuta Baro, Aceh Besar. Alangkahkah berbedanya suasana Aceh Besar dan Banda Aceh dengan Lueng Putu ataupun Tangse. Semua aktivitas penduduk berjalan normal. Hanya di pedalamannya saja yang memerlukan penjagaan yang ketat pihak keamanan. Selebihnya tidak. Jarang sekali terdengar letupan peluru.

26 Desember 2004, Aceh kembali diuji dengan bencana gempa dan tsunami. Rakyat kembali berduka, tidak sedikit korban yang berjatuhan baik dari korban jiwa atau pun finansial. Namun, setiap musibah pasti ada hikmahnya. Musibah dahsyat itu ternyata tidak sepenuhnya membawa luka lara bagi rakyat Aceh, tetapi juga mengahasilkan sebuah kenikmatan. Perjanjian damai antara pemerintah RI dan GAM pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinski, Finlandia, bagaikan angin segar bagi rakyat Aceh. Betapa tidak, dengan ditandatanganinya MoU (Memorandum of Understanding) tersebut, maka berakhir pula konflik yang berkepanjangan di Nanggroe Aceh Darussalam. Tak ada lagi peperangan, kematian, dan semua kesengsaraan.
Semoga damai ini tetap terjaga dan tak ada yang menodainya. Amin.


Senin, 04 Mei 2009

Namanya Juga Anak-anak (Part 1)

Mei 04, 2009 5 Comments
Setiap masa memiliki arti tersendiri bagi kita. Entah itu masa ketika kita masih kecil, remaja, dewasa, atau bahkan saat usia ini telah beranjak tua. Bagiku semua masa itu sangat berharga. Terlebih ketika usia ini masih kecil dan belum begitu paham tentang dunia ini.

Yupz, aku sangat merindukan masa-masa kecilku yang sudah tentu ngga bakal kugapai lagi. Kalau direfresh kembali, maka otakku akan mengingat hari ketika adikku dilahirkan. Saat itu aku masih berumur 3 tahun. Selebihnya aku ngga ingat apa-apa lagi diusia tersebut.

Kemudian di umur empat tahun, aku diantar mama untuk masuk taman kanak-kanak. Ya, aku masih mengingat jelas masa itu. Waktu itu mama menggendong adik yang masih bayi. Kami pergi bersama Cut dan ibunya. Saking senangnya, aku terus saja berlari-lari tak sabar ingin segera tiba di TK kecamatan yang berjarak sekitar setengah kilo dari rumah.


Di sana aku bertemu dengan Bu Nong yang kata-katanya selalu kuingat, “Jangan ribut ya, nanti ibu kunci mulutnya.” Saat itu aku benar-benar membayangkan seorang Bu Nong, yang merupakan keturunan Aceh-Medan itu mengambil kunci lemari lalu mengunci mulut kami. Bu Nong yang bahasa Acehnya kurang lancar itu sering menggunakan Bahasa Indonesia untuk berinteraksi dengan kami. Walhasil, aku yang dengan kemampuan bahasa yang pas-pasan hanya mengangguk-angguk saja ketika beliau berbicara. Sedangkan teman-teman yang tinggal di kecamatan memiliki kemampuan bahasa Indonesia yang cukup baik, malahan banyak di antara mereka adalah anak-anak tentara yang sama sekali tidak bisa bahasa aceh.

Selain Bu Nong, ada juga Bu Rohana yang rambutnya dikeriting. Saat itu rambut keriting memang sangat ngetrend lho, mamaku yang dulu sempat membuka salon selalu mendapat pelanggan yang hendak mengkriwil-kriwilkan rambutnya. Duh, aku paling benci saat-saat itu. Bau obat untuk membrekelekan rambut sangat menyengat. Ngga tahann…

Bu Rohana berasal dari Meulaboh, beliau sering banget pulkam. Jadinya kami ngga begitu dekat dengannya. Ada juga Bu Halimah. Ibu itu sedikit judes, jadi aku kurang menyukainya. Jadi di antara ke tiga guru TK ku itu, Bu Nong is the best..

Ada satu lagi nilai plus Bu Nong. Apakah itu ? Yupz, Bu Nong dengan senang hati selalu membelikan kue bakwan untuk kami. Pastinya setelah mengumpulkan Rp 25 dari setiap murid. Sebelum makan, ia selalu mengajak kami untuk berdoa bersama. “Allahumma bariklana fiimaa razaqtana waqina ‘aza bannar. Siapa yang ngga baca doa, maka dia makan ???”

“Pajoh jeen (makan setan) buuu,“ jawab kami serentak.

Ketika TK aku termasuk murid yang cuek. Teman-temanku cowok semua. Sering aku bersama Zul mengganggu murid-murid yang lemah. Pernah sekali kami menakut-nakuti anaknya Pak Camat yang mengalami retadarsi mental. Tanpa merasa bersalah kami usir dia dari tempat duduk yang menjadi daerah kekuasaan kami. Kemudian menakut-nakutinya dengan menarik bibir kami menyerupai monster berbibir besar sampai akhirnya dia ngga mau lagi masuk sekolah.

Karena sering bergaul dengan cowok, aku menolak langsung ketika Bu Rohana memintaku untuk menari dengan yang lain. “Han ek buk (ngga mau Bu) !!!” tolakku tegas lalu berlari keluar.

“Kalo ngga nari, kamu ngga bisa ikutan ke Sigli, Liza!” rayu Bu Rohana. Namun aku tetap ngga mau. Aku paling benci menari. Dan hanya merasa sedikit menyesal ketika Cut, teman yang rumahnya dekat dengan rumahku memamerkan fotonya ketika menari di Sigli. Egp eikkzzzz.

Ada beberapa nama teman-teman TK yang masih membekas di otakku. Seperti Zulfikar, Kak Rifka Junina, Nafsul Muthmainnah, Cut Rauzatul Jannah, Adi, Heri Finaldi, Irdawati, Fajar, Tina, Eric, Ayu, Maida, dan yang lainnya aku lupa. Aku tidak bersama mereka lagi ketika duduk di bangku SD kecuali Cut. Aku dimasukkan ke SD yang ada di desaku. Alasannya? “1. SD kecamatan jauh, 2. walaupun SD kampung, tapi kualitasnya cukup bagus.” Jelas papaku.

Rabu, 29 April 2009

Dari Carier Sampe Kecurangan UN

April 29, 2009 0 Comments
Lama banget ngga ngeposting bikin tanganku gatal untuk kembali menulis. Yeah, maklumlah secara akukan wanita carier! Eits, betewe carier penyakit apa ya? Soalnya kalo di kedokteran istilah carier itu sering digunakan sebagai pembawa penyakit keturunan. Misalnya carier hemofilia, carier DM, dan lain-lain. Tapi istilah carier yang kugunakan sekarang ngga ada label kedok-teran segala yha!!! Ini karir dalam arti umum. Ingat tuh!!!

Sok banget menjuluki diri wanita karir!!! Hahaha, biar aja, toh julukan untuk diriku sendiri kok, bukan untuk kamu, dia, atau siapa saja. Maklum saja rutinitasku yang berjibun mengalahkan presiden SBY (masak iya?). ya iyalah, pagi kuliah sampe siang kadang-kadang sorepun kuliah. Kalau ngga kuliah pasti masuk kerja. Malamnya ngerjain tugas atau chatting di mig33 khususnya room Aceh, Sigli, dan Banda Aceh. Kalo kamu doyan ngemigg juga, jangan lupa tuh add aku fathia_dr, be.angel, rumput_liar008, lizfari_dr. Nah itu semua nick name ku di dunia permig33.

 
http://deni3wardana.files.wordpress.com/2007/04/deni-triwardana-curang.jpg
 

Berhubung sudah lama tidak mengungkapkan argumenku, rasanya hati ini panas banget lho! Otak ini mau meledak! Hekzzz,. Emang bom bisa meledak! Whateverlah, yang jelas banyak hal yang ingin kuutarakan. Dan diantara yang banyak itu, aku memilih pelaksanaan ujian nasional untuk siswa SD-SMA.

Ujian Nasional Untuk Apa?

Kalo zamanku, istilahnya ujian akhir kelulusan itu adalah UAN yang sebelumnya pernah berganti-ganti beberapa kali, mulai dari EBTANAS, UAN, dan menjadi UN. Yang menarik disini adalah kecurangan yang kerap ditimbulkan dalam pelaksanaan ujian yang sangat nentuin lulus atau ngga nya siswa tersebut.

Bayangin aja, cape-cape belajar bertahun-tahun hanya ditentukan oleh tiga hari itu. Kenapa sih UN itu ngga dihilangkan aja? Coba deh kamu hitung berapa keuntungan Negara kalau UN ngga dilaksanakan? Mulai dari biaya percetakannya, honor gono gini, dan lain sebagainya.

Kemudian, yang sangat mengherankan. Tiga hari penentuan itupun tak lepas dari unsure-unsur kecurangan. Mulai dari penyelundupan soal sampe ke pembocoran jawaban oleh para guru. Temanku pernah yang kebetulan seorang cikgu itu pernah berkomentar nih “
Untuk apa sih selama ini kita ajarin para siswa, kita tetapkan berbagai aturan, kalau mau UN kita berikan bimbingan tambahan sampai-sampai ada acara baca doa bersama agar anak didik lulus kalau toh akhirnya kita sendiri yang membuat mereka hancur dengan memberikan jawaban pada saat ujian.” Kebetulan nih, temanku itu sedikit idealis. Makanya dia ngomong seperti itu.

Lantas apa jawaban para manipulator itu? “kalo kita ngga ngebocorin jawaban, bisa-bisa mereka ngga lulus. Kasian kan kalo harus ngulang. Coba deh kamu resapi gimana kalo ada diantara keluargamu yang ngga lulus ujian nasional? Sedih bangetkan? Belum lagi beban mental yang ditanggung sekolah jika ada yang ngga lulus. Bisa-bisa tahun ajaran ini bakal ngga ada siswa yang mau masuk sekolah kita.” Halah, itu namanya menghalalkan segala cara bu,pak!!! Ingat doooosaaaa dunk!! Ada yang Maha Melihat tuh!!!

Terus ada juga yang nambahin, “Lagian bukan kita aja kan, banyak tuh sekolah yang lain yang ngebeberin jawaban ke siswanya. Biar sama-sama senanglah. Siswa lulus, predikat sekolah pun baik.”

Cukup! Ngga tahan lagi deh. Jujur walaupun diri ini bukan orang idealis, tapi benci banget sama yang begituan. Dulu ketika ada siswa yang nyontek langsung tuh dikeluarkan dari kelas. Nah sekarang guru pun ikut-ikutan, jadi solusinya apa?

4 Modus Kecurangan UN :

1. Penggunaan jaringan komunikasi (telepon seluler),

(Kirim & terima jawaban melalui sms)

2. Penggunaan soal sisa,

(Soal sisa digunakan oleh guru dari sekolah yang bersangkutan yang tidak dikirim untuk menjadi pengawas silang spesial untuk guru yang mata pelajarannya sedang di ujikan/tim sukses sekolah untuk mencari jawaban yang kemudian jawabannya diberikan kepada siswa (diberikan dikelas dalam kertas kecil, disuruh diambil di wc (siswa pura-pura ke wc) atau dapat juga di isikan ke LJK siswa setelah selesai sebelum dimasukan ke Amplop dan dilem, mungkin bisa juga diisikan pada LJK kosong yang tersedia, dll.

3. Pengeleman Amplop Lembar Jawaban Komputer di luar ruangan kelas (di ruang panitia sekolah),

(Pengeleman dilakukan setelah LJK diperbaiki atau bahkan setelah ditukar dengan LJK yang diisikan oleh panitia khusus dari sekolah yang berbuat curang).

4. Proses Pengepakan Soal.

Sumber : http://www.kompas.com/ver1/Dikbud/0704/16/195752.htm

Modus lain :

1. Pembocoran kunci jawaban,

(Soal didapat pagi sekali, atau dari soal sisa yang kemudian dikerjakan oleh TIM SUKSES SEKOLAH)

2. Pengawasan UN yang longgar.
(Para pengawas pengawas UN dengan sengaja melonggarkan pengawasan sehingga para siswa punya kesempatan untuk saling mencontek atau menanyakan jawaban. Para pengawas UN di kelas lebih banyak menunggu di luar sembari membaca koran” ada yang dengan sengaja memberi kesempatan kepada para siswa untuk saling mencontek. Bahkan ada juga pengawas yang memberikan sejumlah jawaban soal-soal UN. )

Sumber :

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/23/0701.htm

3 Modus Yang lain lagi :

1. Sebelum ujian nasional dilaksanakan. Cara yang dipakai dengan membocorkan soal. Misalnya pengakuan murid di Garut, mereka diperintahkan datang lebih awal ke sekolah agar bisa memperoleh jawaban dari guru.

2. Jawaban dibuat pada saat ujian. Biasanya dilakukan oleh tim, yang berisi guru bidang studi. Proses distribusi jawaban bervariasi, ada yang menggunakan telepon seluler, seperti yang terjadi di Cilegon. Dalam satu kelas, satu atau dua murid dijadikan sebagai simpul. Mereka bertugas menerima dan membagikan jawaban kepada yang lain melalui kode tertentu. Ada pula yang memakai kertas kecil atau kertas unyil. Murid mengambilnya di tempat yang sudah disepakati dengan tim.

3. Ketiga, tim bekerja setelah ujian nasional selesai. Biasanya murid diminta tidak menjawab pertanyaan yang dianggap sulit karena nantinya tim yang akan mengisi. Tapi ada pula yang membiarkan murid menjawab. Apabila salah, tugas tim sukses yang akan membetulkan.

sumber :

http://www.duniaesai.com/pendidikan/pend15.htm

Jumat, 24 April 2009

FLP menerima anggota baru lho

April 24, 2009 5 Comments
fuihhh,.. lama banget aku ngga ngeblog. Kangen sekangen-kangennya untuk menulis kembali di rumah keduaku ini. Tapi apa daya, waktu jua yang memisahkan kita (haiyah, uadah seperti penutup pidato saja :)).

Nah, pada kesempatan yang berbahagia ini izinkanlah saya memberikan sepatah dua patah kata (sekaligus goyang patah-patahnya UUT) --> beneran jadi tukang ceramah waktu maulid nih. hehehe.. oke diulangi ya, izinkanlah saya menyampaikan sepatah dua patah kata yang kemudian saya susun menjadi sebuah kalimat yang pada akhirnya menjadi sebuah paragraf berupa pengumuman kepada saudara-saudara semua tentang akan adanya PENERIMAAN ANGGOTA BARU FORUM LINGKAR PENA (FLP) ACEH. (Wah. pengulangan katanya banyak banget!!! ngga efektif kalimatnya --->> kalo sempat dibaca guru B. Indonesia).


Berikut ini Pengumuman ALAKADARNYA
FLP Aceh membuka kesempatan emas untuk kamu-kamu semua (UNTUK SEMUA GOLONGAN USIA) yang suka baca, nulis, kreatif, dan imajinatif untuk bergabung dengan komunitas penulis Forum Lingkar Pena (FLP) Aceh!

Syarat pendaftarannya sebagai berikut :
1. Mengisi formulir pendaftaran dengan membayar Rp 50.000 (DISKON 20% untuk pendaftar yang tulisannya pernah dimuat di media atau memenangkan perlombaan dengan menunjukkan tulisan dimuat/menang)
2. Menulis karangan deskriptif tentang “Orang Yang Paling Dekat Kamu” dan menyerahkannya ketika pengembalian formulir
3. Pendaftaran dibuka dari tanggal 25 April sampai 5 Mei 2009
4. Nama-nama peserta yang memenuhi kualifikasi akan diumumkan di www.dzerobuletin.blogspot.com
5. Peserta yang memenuhi persyaratan akan diadakan screening test di RUMAH CAHAYA

Pengambilan dan pengembalian formulir serta persyaratan lainnya dapat dilakukan di
1. Al Kahfi Book n Cinema
2. Dunia Muslim

terimakasih atas perhatiannya. untuk keterangan lebih lanjut silakan tinggalkan komentar di halaman ini

Senin, 06 April 2009

Liza = Lazy ???

April 06, 2009 6 Comments
Minggu kemarin aku merasa berada dipuncak kemalasanku. Malas se malas-malasnya.
Mungkin julukan seorang dosenku terhadap nama yang kusandang ada benarnya. Liza, Laiza, Lizzy, dan yang terakhir adalah LAZY. Huaaaaaaa…

Apakah aku benar-benar ditakdirkan menjadi seorang pemalas? Dari namaku saja ada unsur kemalasannya. Lazy? Haruskah kuganti nama yang telah kusandang selama dua pulu satu tahun ini?


Malas..
Ya, aku benar-benar malas hari itu.
Tak ada niatku untuk menghilangkan malas itu karena aku memang sedang malas.
Jangan dipelihara malasmu itu, Liza! Kata hatiku
Tapi aku malas membuangnya

Malas,.
Bahkan untuk beranjak untuk makan punaku enggan
Perutku sudah kenyang dengan kemalasanku
Apa lagi jalan-jalan keluar
Untuk sekadar keluar kamar saja
Kupaksakan diri yang telah dilumuri rasa malas

Aku benar-benar dipuncak kemalasanku
Bahan-bahan kuliah hanya kubiarkan tregeletak begitu saja
Memang, hari-hariku yang dulu sering dirundung malas
Namun, puncaknya hari itu

Kenapa tidak kau tulis saja kemalasanmu, Liza
Duh! Jangankan untuk menulis
Memikirkan isi tulisanku saja aku malas
Apalagi mengambil buku dan pena
Atau menghidupkan laptopku
Malas banget rasanya

Aku benar-benar malas
Dan aku menikmati kemalasanku

Kenapa aku bisa malas?
Ah, malas aku menjawabnya

Jumat, 27 Maret 2009

What A Cute Baby

Maret 27, 2009 11 Comments
Bip. Bip. Sebuah pesan masuk ke ponselku. Hari Kamis tanggal 19 lalu. Dari teman satu anggakatan waktu SMA tempoe doeloe.

“ Info Gen X : Asslmkm. Berita bahagia. Alhmdulillah Lydia dah melahirkan semalam jam 8 di Seulanga. Anaknya cowok. Bagi yang mau besuk, qt ngumpul didpn MU cafĂ©.”

WHAT? Lydia udah melahirkan? Duh senang banget diri ini waktu ngebaca pesan singkat itu. My roommate waktu di Mosa dulu udah punya momongan. Duh anaknya pasti cakep kayak mama-papanya.

Ngga terasa banget, udah hampir tiga tahun ninggalin bangku SMA. Dan sekarang seorang teman yang sekamar dan juga sekelas denganku udah membentuk sebuah keluarga yang semakin komplit dengan hadirnya sang bayi.

Liza kapan ya? Kapan-kapan deh! (Belum terpikirkan,..kabooorrrr)

Hari Jumat sore, kami langsung janjian untuk ngumpul di tempat yang udah di sepakati.
“Ce, Jet nebeng ya!” pintaku pada Icut, teman SMAku dulu. Ce & Jet, panggilan kesayangan kita berdua. (Haiyaaa)

And then, kita pun segera menuju rumah target (emang tersangka, bah!). Di perjalanan, aku dan Icut keasyikan tertawa. Ngebayangin kalau apa yang dilakukan ibu kami dulu, sekarang kami lakukan.

“ Dulu kan Jet, setiap ada teman mama Ce yang melahirkan, mama selalu bilang “Mama mau nengok adek bayi dulu ya!” ucapnya dengan semangat, “dan sekarang kita ya Jet yang jenguk adek bayi. Anaknya teman kita.”
Aku hanya mengangguk dan tertawa membayangkan apa yang kami lakukan layaknya ibu-ibu. “Kita udah tua ya Ce! Oh, tidak! Ijet masih kecil,”timpaku kemudian.

Karena keasyikan ngobrol, kita ketinggalan dari teman-teman lain. Walhasil, bayangin aja apa yang terjadi jika kita ngga tau alamat rumah yang dituju? Yupz, apalagi kalau bukan KESASAR.

Huh, cape deh. Hampir aja ngga jadi jenguk adik bayinya. Namun, setelah nanya kesana kemari dapat juga rumah yang dituju.

Terenggggg…. Tanpa mempedulikan teman-teman yang lain, aku menerobos masuk ke kamar Lydia. Aku kan teman sekamarnya selama tiga tahun dan yang paling dekat dengannya (sok merasa lu!). Dan di sana sudah tergeletak sebuah boneka, eits salah! Adik bayi sedang tertidur pulas di dalam kelambunya. “Selamat ya Bu!” ucapku sambil cipika-cipiki (kebiasaan mak-mak).

Kemudian kami cerita-cerita banyak hal. Aku dan Icut masih di sana walaupun teman-teman yang lain sudah pamit duluan. Melihat makhluk yang belum terjamah dosa itu memang sangat mengasyikkan. Ngga bosan-bosan. Ditambah lagi dengan cerita nenek dan ibunya Lydia yang memang telah akrab denganku.(Halah...)



The Last, Cuma mau ngucapin SELAMAT YA ibu tiri! (julukan khusus untuk Lydia waktu di Mosa dulu). Semoga kelak dia menjadi anak yang shaleh dan menjadi kebanggaan ayah-ibunya. Amiin.


Senin, 23 Maret 2009

GOLPUT Ngga Ya???

Maret 23, 2009 8 Comments
Sore ini di kala jaringan internet kantor sedang lemot-lemotnya. Lambat banget deh!!! Ngga jauh beda dengan jalannya SIPUT (bukan seafood ya). Tiba-tiba aja sebuah inspirasi datang. Inspirasi untuk… Apa lagi kalau bukan ngeblog. Posting my blog anymore.

Kali ini aku ingin menulis tentang haramnya golput yang telah difatwakan MUI (duh MUI, kenapa harus menfatwakan haram sih?). Memang golput itu ngga ubahnya dengan tindakan mubazir. Dan orang yang suka memubazirkan sesuatu itu temannya syaitan. Innal mubazziriina kanuu ikhwanasy syayathin. Wakanusy syaithanu lirabbihi kafura. (Artinya cari sendiri ya!)

Nah, ngomong-ngomong tentang keharaman golput waktu pemilu nanti. Sebenarnya aku setuju aja sih dengan fatwa ini. Ya, satu suara kita sangat menentukan bangsa ini ke depan dan seburuk apapun pemimpin yang dihasilkan dari pemilu, itu lebih baik daripada tidak ada pemimpin sama sekali. Tapi, yang sangat disayangkan adalah fatwa yang mereka tetapkan itu mutlak. Ngga ada kompromi sama sekali. Berbeda dengan fatwa haramnya merokok yang ditujukan untuk kalangan tertentu saja. (btw, merokok bisa mengurangi resiko Parkinson disease lho, hehe)

Menarik sekali pernyataan Professor Ali Musthafa Ya’qubProfessor Ali Musthafa Ya’qub mengatakan, bahwa fatwa MUI tentang haramnya golput itu semata karena Allah. MUI bertanggung-jawab kepada Allah, bukan kepada manusia. Wilayah fatwa MUI bersifat moral, tidak bisa memaksa, apalagi sampai mengawasi. MUI bertanggung-jawab kepada Allah dengan memberikan penjelasan-penjelasan kepada Ummat sesuai Syariat Islam.

Pertanyaan untuk Professor Ali seperti yang ditulis oleh AM. Waskito dalam tulisannya Menerima atau Menolak “Fatwa” Haram Golput :
"Apakah orang-orang yang salah dalam memilih wakil-wakilnya, apakah mereka kelak tidak ditanya di Akhirat? Apakah yang ditanya hanya soal ikut atau tidak ikut dalam Pemilu saja? Sementara yang salah pilih, atau mendukung orang-orang yang keliru, mereka tidak ditanya?"

Back again to golput. Tiba-tiba aku jadi teringat dengan teman-temanku yang berasal dari luar daerah dan masih ber-KTP kota tempat tinggalnya. Kasihan banget teman-temanku itu kalau harus menghabiskan jutaan rupiah hanya untuk mencoblos (eits salah CONTRENG bo!) di kota asal mereka. Betapa tidak, mereka harus kembali ke kampung halaman hanya untuk tanggal 9 April. It's okay, kalau mereka berasal dari Sigli, Lhokseumawe, atau paling jauh Medan. Nah, kalau pemilih itu datang dari Padang, Jambi, Jakarta, dan kota lainnya yang ngga mungkin ditempuh dalam perjalanan sehari (kalau pun bisa, harus lewat udara yang biayanya sampe jutaan rupiah) hanya untuk pulang sehari? Gimana tuh? Belum lagi kalau kampus hanya meliburkan satu hari saja! Berabe banget. Udah dosa dunk!

Lain ceritanya kalau pemerintah (lagi-lagi p-e-m-e-r-i-n-t-a-h) ngasih ongkos PP untuk mereka,
"Kalo ada yang mau ngebayarin aku pulang untuk ikut pemilu, bakal kucontreng deh tuh caleg…haha"
ujar salah satu temanku yang berasal dari Jambi.

So how ? Do you have any suggestion?

Rabu, 18 Maret 2009

Apa yang Kamu Lihat, Liza?

Maret 18, 2009 9 Comments
Aku semakin merasakan hawa itu. Hawa yang terus menerus mengikuti sejak pertama sekali kuputuskan untuk memasuki gerbang yang kini menjadi bagian hidupku. Terkadang ingin aku berlari menjauhinya, tapi ia seakan tak henti-hentinya mengikutiku. Terus bersamaku.

Dulu sebelum memasuki gerbang yang kini mengurungku, aku pernah beberapa kali bertemu dengan hawa, bahkan aku pernah sekali sangat dekat dengannya. Ya, ketika aku melepaskan kepergian ayahku untuk selamanya. Kemudian aku kembali bertemu dengannya ketika gelombang pasang tsunami menghapus bersih Serambi Mekahku. Aku melihatnya tersenyum ke arahku.

Sekarang, ia telah mengekori setiap jejak langkahku. Menghantuiku, menemaniku, bahkan menyeretku ke ruangan yang penuh dengan teman-temannya.

Hari itu benar-benar takkan kuhapus dalam memoriku. Hari ketika hawa memaksaku untuk memasuki ruangan putih yang dipenuhi dengan puluhan temannya. Bulu kudukku berdiri tegak, adrenalinku melonjak, membuat denyut nadiku semakin cepat. Teman-temannya tersenyum ke arahku. Dan itu sungguh membuatku tak dapat menahan rasa takutku.

Ingin aku berlari dari ruangan yang menurutku tak beda dari tempat berkumpulnya orang-orang yang sebentar lagi dicabut nyawanya oleh Izrail. Namun, lagi-lagi hawa menahan langkahku. Aku hanya bisa terpaku ketika ruangan itu telah berlumuran darah, dipenuhi oleh jeritan, penuh dengan kesedihan, dan menyesakkan.

“Cepat, resusitasi!” sebuah suara menggelegar memecah ruangan.
“Airwaynya clear!” teriak suara yang lain
“Breathing dan sirkulasi spontan!” tambah suara yang lain.
“Circulationnya juga normal. Dia udah stabil.” Suara-suara itu melemah.

Satu teman dari hawa kulihat berlari menjauhi suara-suara itu.

“Apa-apaan kalian?” sebuah bentakan menggema ditengah kesesakan ruangan itu. bentakan yang tiba-tiba masuk dan menarik perhatian.
“Masak kalian biarin ayahku tergeletak sendiri di radiology? Dia udah ngga bisa membalikkan badan lagi! Kencingnya juga ngga keluar! Kalau terjadi sesuatu kubunuh kau!” bentakan itu mengancam seorang lelaki jangkung berbaju putih.

Hawa kembali tersenyum.

“Awas-awas!” sebuah tandu memasuki ruangan itu. sebilah pisau telah menancap di perut orang yang ditandu. Darah terus mengalir dari tempat tusukan. Orang itu tidak sadar. Hawa lagi-lagi menyungging bibirnya. Tersenyum.

“Hai, Za!” aku hampir saja terjatuh ketika sebuah tepukan mendarat di bahuku. Reflek aku menoleh.
“Melamun aja kamu!”

Aku tidak melihat hawa-hawa itu lagi, tapi aku dapat merasakan kalau mereka masih setia memenuhi ruangan ini. Kini, mereka telah digantikan dengan sekelompok manusia berbaju putih yang juga telah memutuskan memasuki gerbang yang sama denganku.

“Udah selesai mengobservasi?” sebuah suara berat keluar dari barisan manusia berbaju putih itu.

“Udah, dok!” jawabku
“Apa yang kamu lihat, Liza?”
“ Hawa kematian,” jawabku cepat.


Kamis, 05 Maret 2009

Menikmati Kebosananku

Maret 05, 2009 10 Comments
Wah wah,.. ngga terasa udah lama juga ya aku ngga ngeblog. Kira-kira dua minggu gituan lah yaa. Biasanya hampir setiap hari aku mengupdate blog ini. Ada apa denganmu liza? Aku ngga kenapa-napa kok. Cuma, yeahh, sifat dasarnya manusia yang terkadang mengalami kebosanan atas sesuau aktivitas yang rutin ia kerjakan menyerangku hingga akupun mulai bosan. Bosan dengan rutinitasku ini, walau sebenarnya aku tidak bisa mengatakan menulis blog adalah sebuah rutinitas.

Ngeblog adalah hobiku disela-sela padatnya jadwal kuliah dan kerjaku. Menuliskan berbagai unek-unek di kepala yang pastinya tidak berhubungan dengan mata kuliah dan berita ekonomi yang setiap hari mengisi waktuku. Ada kepuasan tersendiri ketika sebuah tulisan berhasil kutulis. Memang benar apa yang dituliskan oleh seorang psikolog (namanya siapa ya? lupa) dalam buku Quantum Writing tentang dahsyatnya menulis. Menulis masalah/unek-unek yang ada di pikiran membuat kita lebih tenang dan baik untuk kesehatan. Bahkan penelitiannya membuktikan bahwa hampir semua mahasiswa yang menjadi objek penelitiannya mengaku lebih sehat dan segar setelah menuliskan segala hal yang membuatnya trauma.

Apalagi kalau banyak teman-teman yang ikut mengomentari tulisan kita tersebut, pasti jadi lebih senang untuk menulis.

Tapi beberapa hari yang lalu aku benar-benar tidak ingin menulis. Menulis blog tepatnya. Aku tidak perlu berasionalisasi untuk mencari seribu alasan yang bisa menjawab kenapa aku tidak menulis. Aku sedang bosan, itu saja. Dan aku ingin menikmati kebosananku. Nah lho, bingungkan??? Bosan kok dinikmati? Hehehe, susah juga menjelaskannya. Yang jelas aku benar-benar menikmati kebosananku dan membiarkannya menggerogoti jiwaku sampai akhirnya ia berpamitan sendiri dan aku kembali menulis. Seperti sekarang, aku menulis. Aku mencoba memposting kembali tulisanku di blog ini. Karena bosan sedang cuti sebentar untuk liburan.

Jumat, 20 Februari 2009

Pohon Asam Kok Buahnya Caleg?

Februari 20, 2009 23 Comments
 
http://www.duaberita.com/main/images/stories/fruit/koruptorlingkngan.jpg
Akhir-akhir ini fenomena aneh melanda negeri ini. Tidak hanya di satu tempat saja, tetapi dari Sabang sampai Merauke kejadian aneh tapi nyata terjadi. Nah lho? Apakah itu? Yoohaaa,..pohon-pohon tidak lagi menghasilkan buah sebagaimana layaknya. Buahnya telah berubah. Pohon mangga tidak hanya menghasilkan buah mangga. Pohon asam jawa yang belum musimnya berbuah juga telah berbuah, tapi bukan buah asam. Bahkan pohon yang tidak berbuah sekalipun kini telah berbuah. Buahnya sama semua. Aneh tapi nyata. It’s the fact. Semua berbuah foto CALEG.

Buah-buah caleg itu dihasilkan oleh berbagai pohon (terutama yang terletak di sepanjang jalan) melalui hasil mutasi gen dan juga persilangan antara sang pohon dan kampanye Pemilu 2009. Buah yang dihasilkan juga beraneka warna dan jenis kelamin. Ada warna putih dengan lambang bintang, atau warna hijau dengan lambang bulan. Ada warna merah gambar burung (mungkin untuk mempercepat penyerbukan). Pokoknya segala macam warna yang ada di dunia ini (mejikuhibiniu) menjadi warna buah sang pohon. Kemudian isi buahnya ada laki-laki atau pun perempuan. Ada yang masih muda atau telah lanjut usia. Buah-buahnya juga beda-beda kualitas. Ada yang bertaraf kabupaten, provinsi, bahkan negara. Semua buah itu yang akan dipilih masyarakat Indonesia nantinya pada tanggal 9 April 2009 untuk menjadi wakilnya.

Tapi, terpikirkah kita dengan hadirnya buah-buahan yang sangat aneh tersebut dan marak pada beberapa bulan terakhir sangat tidak diharapkan sang pohon. Istilah kasarnya buah yang tidak diinginkan. Betapa tidak, buah tersebut bukanlah murni dihasilkan pohon tersebut. Semua buah tersebut adalah para caleg 2009 yang sedang melakukan kampanye. Mereka telah merusak pohon-pohon tersebut dengan memaksa makhluk yang menghisap CO2 sepanjang masa untuk “berpura-pura” menjadi pohon dari buah tersebut. Ada yang memaku, mengikat dengan kawat, atau menjadikan sandaran, meski pohonnya masih kecil dan belum cukup kuat menahan beban angin (bisa patah).

Nah, bagaimana mereka bisa benar-benar bisa diberi amanat untuk menjadi wakil rakyat kalau mereka sendiri masih suka menzalimi. Bukankah pohon itu adalah makhluk hidup dan juga ciptaan Yang Maha Kuasa? Berapa banyak jaringan-jaringan tumbuhan tersebut yang mati karena terkena paku atau ikatan kawat?

Saya merasa kalau para caleg ini, sudah tidak punya kepedulian pada lingkungannya, jangan harap mereka akan peduli pada kader atau simpatisan yang sudah memberikan suara pada mereka, waktu pemilu.

Semoga saja kita tidak tertipu dengan wajah cantik atau ganteng dari para caleg yang terpampang di pinggir-pinggir jalan, dipaku di pohon, ditempel di tiang listrik atau telepon, bahkan di cat di tembok.

Mari kita sebagai masyarakat yang demokratis, lebih bijak, dalam menentukan masa depan bangsa kita, dengan menitipkan aspirasi kita, pada calon legislatif yang punya kepedulian tinggi pada lingkungan, tidak sekedar janji atau ucapan, tapi praktek nyata di masyarakat dan lingkungannya.

Mari Selamatkan Lingkungan dan Bumi kita dari perusakan, demi masa depan generasi kita.

Follow Us @soratemplates