Kamis, 12 Juni 2008

KOMPOR UNTUK EMAK

Juni 12, 2008 0 Comments

“Mak, jangan lupa minum perasan jeruk nipis ngon kecap nyoe1,” ujar Rahma sembari mencium telapak tangan emaknya yang sedang mempersiapkan kayu bakar untuk memasak. Ia pun segera berlalu menuju sekolah. Mak Rahma melepas keberangkatan anaknya diiringi dengan suara batuk berulang kali. Sudah sebulan lebih wanita itu batuk-batuk. Dan dalam beberapa hari ini semakin parah.

Sebenarnya Rahma enggan meninggalkan emak sendiri, tapi wanita itu pasti tidak setuju kalau putri semata wayangnya tidak sekolah kerena ingin menjaganya di rumah.
“Ka jak sikula, neuk2. Mak tidak apa-apa sendiri. Cuma batuk biasa kok, besok pasti sembuh,” berulang kali Rahma mengutarakan maksudnya dan jawaban emak tidak pernah berubah. Besok pasti sembuh.

Rahma terus berjalan ke sekolah yang terletak tiga kilometer dari rumah. Melewati pematang sawah dan jalan setapak. Setelah duapuluh menit ia sampai ke tujuan.

***
Gadis yang duduk di bangku kelas lima sekolah dasar ini termangu ketika melihat sekelompok kakak-kakak berbaju putih sedang berbicara dengan kepala sekolah. Seluruh teman-temannya mengerumuni kakak-kakak tersebut. Rahma pun tidak tinggal diam, rasa penasarannya membawa gadis itu ikut menyusup ke dalam kerumunan.
“Para siswa sekalian, ini ada kakak-kakak dari fakultas kedokteran di Banda Aceh ingin memberikan penyuluhan untuk kita. Jadi sekarang semuanya segera menuju ke balee3 mesjid,” ucap Pak Gade, kepala sekolah SD N 1 Tangse4 itu dengan lantang.
Seluruh siswa segera menuju balee mesjid yang terletak tepat di samping sekolah mereka. Memang balee itu kerap digunakan sekolah yang letaknya di pinggir bukit barisan ini kalau ada acara temu ramah. Maklum saja, sekolah tempat Rahma menuntut ilmu itu tidak memiliki aula sehingga fasilitas mesjid pun menjadi tumpuan.
Seorang kakak dari fakultas kedokteran mulai memberikan penyuluhan setelah pembukaan yang disampaikan oleh Pak Gade. Fathina, begitu kakak itu memperkenalkan dirinya dan kemudian mulai menyampaikan materi.
“Adik-adik, jadi tema penyuluhan kita hari tentang penyakit paru-paru,” kak Fathina mencoba menjelaskan panjang lebar tentang penyakit paru-paru dengan menggunakan bahasa Aceh yang agak terbata-bata. “meuah adek-adek beh, kakak hana that jeut bahasa Aceh5,” jelasnya.
Rahma menganggu-angguk. Walaupun tidak lancar berbicara bahasa Indonsia tetapi ia mengerti apa yang kak Fathina jelaskan. Tiga kali seminggu ia belajar pelajaran Bahasa Indonesia di kelas. Begitupun dengan teman-teman yang lain, apalagi yang duduk di kelas enam. Bahasa Indonesia mereka tentu lebih baik dari dirinya.
“Paru-paru itu tempat menghirup dan mengeluarkan udara kak,” jawab Rahma dengan semangat ketika kak Fathina menanyakan pengertian paru-paru
“Alat pernafasan, kak!” tambah Miftah, kakak kelas Rahma.
Kak Fathina membenarkan jawaban Rahma dan Miftah seraya terus melanjutkan penjelasannya. Tentang berbagai reaksi tubuh yang muncul untuk mengeluarkan kuman yang masuk, contohnya batuk dan bersin. “Jadi, di tubuh kita itu ada tentara. Kalo ada musuh yang datang, tentara itu langsung menyerang musuh tadi. Jika musuh itu masuk ke hidung kita, maka tentara itu akan menyerang, dan jadilah bersin. Tapi, kalo ngga berhasil juga, tentara mengeluarkan granat. Dan terjadilah batuk.”
“Huk huk huk,.” Amril, teman sekelas Rahma mencoba memperagakan batuk yang dimaksud kak Fathina. Seluruh siswa yang lain bersorak “Granat Amril ka meledak, hahahaha.”
Namun Rahma tidak ikut-ikutan meledek Amril. Ia mencoba mencerna penjelasan kak Fathina dan mencoba menghubungkannya dengan batuk yang dialami emak. “Itu artinya tentara dalam tubuh mak sedang mengeluarkan granat untuk membunuh musuh-musuh yang masuk ke tubuhnya,” batin Rahma.
“Adik-adik emang pintar. Tapi, miseu batuk jih ka trep. Ka leubeh si uroe. Nyan ka peunyaket6. Musuh yang datang itu banyak sekali, jadi tentara yang berusaha untuk membunuh musuh han berhasil. Jadi batuk-batuk terus. Selain itu batuk itu juga bisa menular.”
Kak Fathina terus menjelaskan penyakit paru-paru, sedangkan pikiran Rahma sudah tidak di balee lagi. Jiwanya telah berlari ke rumah. Melihat emaknya yang memasak makan siang untuk Rahma dan batuk-batuk ketika asap kayu bakar terhirup olehnya. Batuk emak sudah lebih sebulan dan ini sudah jadi penyakit. Dan penyakit itu berbahaya. Harus segera diobati.
“Jadi biar kalian terbebas dari penyakit paru, kalian tidak boleh main tanoh, main di dekat asap, peu lom masak ngen kayee7 dan merokok. Peugah bak mak, masak ngen kompor8 biar tidak sakit paru-paru. Dan yang terakhir, jangan lupa kalau ada teman, keluarga, atau tetangga adik-adik yang batuknya sudah parah segera di bawa ke Puskesmas. Biar diobati.” Pesan kak Fathina ketika menutup acara.
***
Matahari sangat terik ketika Rahma pulang dari sekolah melewati pematang sawah. Genangan air karena hujan semalam memantulkan cahaya raja siang itu. Burung beo sedang mencari kutu-binatang kecil yang sangat menjengkelkan- di atas badan kerbau. Tentu saja kerbau di sawah itu merasa girang, karena gatal gara-gara kutu akan hilang. Begitu juga beo, perutnya yang kosong akan terpenuhi dengan memakan kutu-kutu itu. Simbiosis mutualisme, begitu jelas Bu Ros-guru di kelas Rahma-tentang hubungan yang saling menguntungkan antara dua makhluk. Namun Rahma tidak menghiraukan pemandangan itu. Segera tiba di rumah dan bertemu dengan emak adalah tujuan utamanya.
Setelah sepuluh menit berlari, Rahma tiba juga di rumah. Ia melihat emak terbatuk-batuk dan mengeluarkan dahak. Perempuan itu sedang menghidupkan kayu bakar untuk memasak nasi.
“Mak, bah Rahma yang taguen bu9,” ucap Rahma ngos-ngosan. Hari ini adalah rekor tercepat ia berlari. Sepuluh menit dengan jarak 2 kilometer.
Emak yang tidak menyadari kedatangan Rahma spontan terkejut. “Hana jak sikula neuk? ”
Tanpa mempedulikan pertanyaan emak, Rahma segera mengambil panci kecil untuk menanak nasi,“mak jak istirahat mentong, bah batὄk mak puleh10.” Ucap Rahma terbata. Air mata hampir saja membasahi pipi gadis berambut ikal ini.
Jujur, di dalam lubuk hatinya Rahma sangat ketakutan. Ia takut kehilangan emak. Setahun yang lalu ia telah kehilangan ayahnya karena tertimpa tumbangan pohon yang besar saat mencari kayu bakar di hutan. Sekarang ia tidak ingin emak pergi karena penyakit yang dialaminya.
Awalnya emak tidak mengizinkan Rahma mengambil alih tugasnya. Tapi akhirnya wanita itu menurut juga ketika melihat gadisnya telah meneteskan air mata.
Sembari memasak, Rahma teringat kata-kata kak Fathina,”Peugah bak mak, masak ngen kompor8 biar tidak sakit paru-paru.”
Otak gadis kecil itu berputar, sama cepatnya ketika ia berlari menuju ke rumah tadi. “Kalo emak terus menggunakan kayu bakar, sakit emak akan semakin parah. Jadi apa yang harus saya lakukan?”
Rahma telah menemukan cara. Celengan ayam di atas lemari adalah jawabannya. Rahma akan membeli kompor untuk emak. Segera ia meraih celengan ayam itu dan mengeluarkan uang recahan yang tersimpan di dalamnya. Sebenarnya Rahma ingin membeli sepatu baru kalau celengannya penuh. Sepatunya sekarang sudah bolong-bolong, tapi ia mengurungkan niat itu.
Rahma mengumpulkan kepingan uang receh yang tergeletak di lantai dan melanjutkan tugasnya untuk memasak nasi. Setelah itu ia berlari ke arah pasar yang jaraknya empat kilo meter dari rumah. Rahma harus melewati kali, pematang sawah, jalan setapak, jalan raya, dan baru kemudian pasar. Dua puluh menit ia tiba di pasar.
***
Gadis cilik itu kebingungan, dimana ia harus membeli kompor? “Sangat banyak orang yang berjualan di pasar ini.”
Kemudian dengan segenap keberanian ia bertanya kepada nyak-nyak yang sedang berjualan sayur di kaki lima.
“Nyoe dilikot lon11,” jawab nyak itu sambil menunjukkan toko kelontong di belekangnya.
Rahma pun menuju toko tersebut. “Bang, kompor padum saboh12?”
Penjual di toko itu menatap Rahma dengan aneh. Anak kecil mau beli kompor?
“Bang!” panggil Rahma lagi.
“Di sini ngga jualan permen,” ucap penjual itu ketika melihat Rahma yang tak kunjung pergi dari tokonya.
“Lon mau beli kompor,”
Penjual itu kemudian tertawa,“Dek, kalo mau beli kompor itu suruh beli sama mak saja. Masa’ anak kecil mau beli kompor.”
“Tapi, mak lon saket.”
Karena tidak sanggup mendengar ocehan Rahma, penjual itu kemudian menanyakan kompor yang ingin dibeli Rahma. Rahma menunjukkan salah satu kompor yang tersusun di depannya.
“Itu harga nya 100 ribu,.”
“Ngga kurang lagi, Bang?”
“Itu udah yang paling murah,Dek. Pulang saja kamu. Besok- besok ajak makmu beli.”
“Saya mau beli sekarang!” Rahma bersikeras.
“Ya sudah, mana duitnya?”
Rahma mengeluarkan recehan logamnya. Kemudian menghitung uangnya itu. Rp 49.000. Setengahnya saja tidak cukup. “Bang, gimana kalo saya berhutang aja.” Rahma mengambil resiko. Ia melakukan hal yang selama ini selalu dilarang emaknya.
“Aneuk manyak ka carong meutang. Jak keudeh. Keun dijak beut ngen sikula ken keudeh!13” Usir penjual itu.
Rahma berlalu dengan sedih. Perlakuan yang sama juga ia dapatkan dari penjual kompor yang lain. Bahkan ada yang memaki-makinya.
***
Hari kian menuju malam. Matahari sudah bergerak menuju barat. Namun Rahma belum berhasil membeli kompor untuk emak. Rahma menatap langit yang telah ditutupi awan gelap yang menandakan akan segera turun hujan. Kalau hujan turun, pematang sawah akan sangat becek dan licin. Dan itu artinya ketika malam tiba, Rahma belum juga tiba di rumah. Emak pasti sudah sangat mengkhawatirkannya. “Tapi saya harus membeli kompor untuk emak,..” Rahma menangis beriringan dengan hujan yang mulai turun ke bumi.
Rahma memutuskan untuk kembali ke rumah. Ia tidak dapat berlari kencang karena jalanan becek dan licin. Cipratan lumpur mengotori seragam putih merahnya yang sejak pulang dari sekolah belum diganti. Sesekali ia hampir terjatuh ke dalam sawah yang telah penuh dengan air dan lumpur.
Setelah azan magrib ia baru tiba di rumah. Ini kali pertama Rahma pulang malam-malam. Kalau ayah masih hidup, ia pasti akan dipukul dengan rotan kecil yang dibawa pulang dari hutan. “Ayah mukulnya ngga sakit, geli gitu. Tapi saya paling takut dipukul ayah,” ucap Rahma ketika memberikan alasan ke temannya saat diajak pergi main sampai magrib.
Dari luar Rahma melihat pintu rumahnya terbuka lebar. Tidak seperti biasa pintu rumahnya terbuka pada malam hari. Apalagi setelah kematian ayah. Biasanya hanya terbuka kalau emak keluar sebentar untuk menutup kandang bebek di samping rumah atau kalau datang tamu.
Tapi tidak mungkin emak sedang menutup kandang bebek. Bebeknya yang hanya dua ekor itu sudah dipotong dua hari yang lalu. Ada tamu? Tidak mungkin juga. Siapa yang mau bertamu hujan-hujan begini. Jadi, kenapa pintu rumah terbuka?
Sambil menghela nafas panjang, Rahma mengucapkan salam. Dalam hati ia takut kalau emaknya marah karena pergi tidak pamitan dan pulang kemalaman.
“Assalamualaikum,” ucap Rahma dengan wajah yang penuh rasa bersalah. Rahma langsung menghampiri emaknya yang sedang duduk di ruang depan dan meminta maaf atas kelakuannya. Ia tidak menyadari kalau ada beberapa orang lagi di ruangan itu selain emaknya.
“Tadi Rahma mau beli kompor untuk emak, tapi uang Rahma tidak cukup.” Air mata Rahma pun tidak terbendung lagi. Ia takut emaknnya tetap marah mendengar penjelasannya.
“Rahma, jok saleum dilee keu jamee. Itu kakak-kakak yang di belakang Rahma ngon pak Gade,” kata emak yang isinya sangat jauh dari perkiraan Rahma.
Rahma berbalik, ia melihat ada beberapa kakak-kakak dan juga Pak Gade di belakangnya.
“Rahma, kakak-kakak ini baru aja meriksa emak kamu. Ngga usah khawatir, kalau minum obat yang teratur, dua atau tiga hari lagi Insyaallah sembuh,” jelas pak Gade.
Rahma kebingungan. Dari mana mereka tahu kalau emak sedang sakit?
“Dek Rahma! Tadi setelah penyuluhan di sekolah, kami mengadakan survey ke rumah-rumah warga untuk mengobati yang sakit. Kebetulan sekarang gilirannya rumah Rahma. Jadi sekarang kami sedang mengobrol sedikit dengan emak Rahma,” ucap salah seorang dari mereka yang ternyata adalah kak Fathina.
“Tapi, kalau emak masih masak dengan kayu bakar. Emak bisa sakit lagi kan, Kak?” Rahma kembali murung.
“Tenang Rahma, kakak-kakak ini juga membagi-bagikan kompor gratis untuk warga, termasuk untuk Rahma. Jadi, jangan sedih lagi ya, Neuk!” terang pak Gade sambil menunjukkan kompor alumunium di sudut ruangan yang mirip sekali dengan yang dilihat Rahma di pasar.
“Alhamdulillah.” Rahma kembali tersenyum dan memeluk emaknya erat.

Keterangan :
ngon kecap nyoe: dengan kecap ini
Ka jak sikula neuk: pergi sekolah, nak!
Balee : Surau
Tangse : salah satu kecamatan di Kabupaten Pidie, Nanggroe Aceh Darussalam yang terkenal sebagai lumbung padi Pidie
meuah adek-adek beh, kakak hana that jeut bahasa Aceh: maaf ya adik-adik, kakak tidak begitu bisa bicara menggunakan bahasa Aceh
miseu batuk jih ka trep. Ka leubeh si uroe. Nyan ka peunyaket: kalau batuknya sudah lama, lebih dari sehari. Itu sudah termasuk penyakit
peu lom masak ngen kayee: apa lagi kalau menggunakan kayu bakar
Peugah bak mak, masak ngen kompor: bilang sama ibu untuk memasak dengan menggunakan kompor!
Mak, bah Rahma yang taguen bu: Mak, biar Rahma saja yang memasak nasi
mak jak istirahat mentong, bah batὄk mak puleh: Mak, istirahat saja agar batuknya segera sembuh
Nyoe dilikot lon: itu, yang di belakang saya
padum saboh: berapa harganya satu?
Aneuk manyak ka carong meutang. Jak keudeh. Keun dijak beut ngen sikula ken keudeh!: Anak kecil sudah pintar ngutang. Pergi sana! Bukannya mengaji atau belajar di sekolahan.
jok saleum dilee keu jamee: beri salam dulu untuk tamu

Senin, 02 Juni 2008

INDONESIA, MARI KITA MEROKOK

Juni 02, 2008 1 Comments
Mungkin inilah pesan yang tersirat dari setiap iklan rokok yang kerap kita lihat di rumah melalui media elektronik seperti televisi, kita dengar melalui radio, ataupun di jalan-jalan protokol yang sering kita lewati melalui media reklame. Pesan-pesan tersebut dengan mudah kita temukan dan jelas terpampang di mana-mana.

Sebut saja iklan dari salah satu merek rokok terkenal yang sering menyajikan pesan-pesan yang menggelitik seperti, “ Taat Cuma Kalo Ada Yang Liat”, “Jalan Pintas Dianggap Pantas”, “Gali Lubang Tutup Lupa”, “Kalo Masih Banyak Celah Kenapa Harus Nyerah”, “Terus Terang, Terang Ga Bisa Terus-terusan”, “Mau Pintar KoMahal?”, “Susah Ngeliat Orang Seneng, Seneng Ngeliat Orang Susahatau pesan berbau religius ketika di bulan Ramadhan, sepertiNgobrol Jangan Cuma Setahun Sekali!” atauMalu Sama Yang di Atas!”, dan semua kalimat tersebut diakhiri dengan “Tanya Kenapa?”

Pesan-pesan yang ringan namun memiliki makna yang dalam dan tajam. Berisikan kritikan moral terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah dan sikap kita sehari-hari. Menggugat hal-hal yang sering kita anggap sebagai sesuatu yang “ biasatetapi harus diubah. Menyadarkan kita untuk berinstorpeksi diri dengan pertanyaan akhir “ Tanya Kenapa?”.
Tidak dipungkiri bahwa pesan moral yang disampaikan melalui iklan produk rokok tersebut cukup menggelitik. Tetapi tanpa kita sadari ternyata semua itu hanyalah tak tik dari perusahaan rokok dengan tim kreatif dan marketingnya yang tidak pernah kehilangan akal terhadap kebijakan pemerintah yang membatasi kesempatan dalam memasarkan/ mengiklankan produknya. Seperti pelarangan memasarkan produk rokok serta tidak boleh menjadi sponsor kegiatan pada institusi pendidikan. Tidak menampilkan wujud rokok serta aktivitas merokok baik itu dalam visualisasi berupa gambar atau film pada media televisi, internet, reklame, ataupun suara pada media radio. Pembatasan waktu pemasaran di atas jam setengah sepuluh malam sampai jam lima pagi, dengan asumsi bahwa anak-anak tidak menggunakan media elektronik pada waktu tersebut (PP No.38 Tahun 2000). Dalam pemasarannya jugawajibmenyertakan peringatan pemerintah bahwa merokok dapat merusak kesehatan.

Selain itu, sosialisasi yang dilakukan oleh para pakar, praktisi, dan akitivis kesehatan pada masyarakat umum tentang bahaya rokok bagi kesehatan, seperti pemaparan informasi atau pengetahuan tentang asap rokok yang mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia dengan tiga komponen utama, yaitu: nikotin yang menyebabkan ketergantungan/ adiksi, tar (benzo-a-piren, piren) yang bersifat karsinogenik dan karbon monoksida yang afinitasnya sangat kuat terhadap hemoglobin sehingga kadar oksigen dalam darah. Jika hal tersebut terakumulasi akan menimbulkan penyakit kanker, impotent, atau merusak jantung, paru-paru, janin, dan lain-lain.
Jelas saja, sosialisasi tersebut akan membuat para perokok atau orang yang hendak merokok akan berpikir dua kali untuk merokok. Karena merokok dapat merusak kesehatan dan menyebabkan kematian. Dan semua itu akan merugikan perusahaan-perusahaan rokok
Namun, perusahaan rokok tidak tinggal diam begitu saja. Sebagai respon dari peraturan pemerintah dan sosialisasi dari berbagai pihak tersebut di atas membuat perusahaan rokok mencari ide kreatif dalam hal pempromosian produk rokoknya untuk tetap menarik perhatian masyarakat. Selain pesan-pesan moral berupa kritik yang telah penulis sebutkan di atas, masih banyak lagi pesan yang disampaikan oleh berbagai perusahaan rokok di negri ini. Sebut saja pesan, “Apa Obsesimu?” disertai dengan slogan “Bikin Hidup Lebih Hidup” , “U are U !” (baca: kamu adalah kamu), “X-presikan Aksimu!” dan masih banyak lagi yang lain. Pesan-pesan tersebut merupakan pesan-pesan hidup yang juga mencerahkan, bermakna, berguna dan bermanfaat.

Dan dengan iklan yang sangat kreatif dan sama sekali tidak menampilkan kesan negative dari rokok, perusahaan rokok berhasil menjerat hati rakyat Indonesia. Rokok hadir di masyarakat sebagai teman yang siap menolong kapan dibutuhkan. Rokok hadir sebagai sahabat yang mampu menasehati kita di saat teman-teman kita hilang entah kemana. Padahal semua itu tidak telepas dari propaganda yang dilakukan perusahaan rokok agar kita, masyarakat umum bisa menerimanya. Lihat saja berapa banyak beasiswa yang ditawarkan untuk institusi pendidikan, sumbangan-sumbangan yang mereka berikan untuk masyarakat miskin dan korban bencana alam, serta menjadi sponsor dalam berbagai kegiatan?

Semua itu dilakukan agar kita persimif/mentolerir rokok yang notabene merusak kesehatan dan mematikan tetap berkembang di negara ini. Agar kita bimbang terhadap untuk menilai yang baik dan yang buruk. Sebuah marketing yang sangat baik untuk menarik konsumen. Hingga pada akhirnya kita semua menerima rokok dan tergantung padanya.

Ada sebuah lelucon yang menarik tentang marketing, “ Marketing adalah bagaimana cara kita menjual sate babi, di kampung Arab dan laku!”. Maksudnya, babi mungkin bisa enak, mengenyangkan dan laku dijual. Namun, tetap saja babi haram di konsumsi (salah satunya adalah merusak kesehatan) bagi orang Arab (Islam.red). Begitu juga dengan merokok, ia bisa menjadi teman dikala kita sedang sendiri atau dalam keadaan stress, tetapi rokok dapat merusak kesehatan dan dapat mematikan.

BBM OH BBM

Juni 02, 2008 0 Comments
Harga BBM (bahan bakar minyak) kembali naik! Begitulah yang dituliskan pada setiap headline surat kabar, diberitakan di setiap media massa, diperbincangkan setiap orang, dikecam oleh berbagai lapisan termasuk di dalamnya mahasiswa, dan diresahkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia dalam beberapa hari ini.
Kenaikan BBM kembali menjadi polemik yang menarik untuk didiskusikan. Setelah pada awal Maret dan Oktober 2005 pemerintah menaikkan bahan bakar ini, sekarang kembali kebijakan serupa akan dilaksanakan, yakni menaikkan BBM sebesar 30% per 24 Mei 2008 karena harga minyak dunia yang melonjak tinggi.
Tidak dipungkiri bahwa undang-undang yang mengatur tentang kenaikkan harga BBM ada di tangan pemerintah. Maka ketika negara sedang mengalami kesulitan seperti saat ini, alternatif yang paling mudah untuk yang dilakukan para pemimpin bangsa untuk mengatasinya adalah dengan menaikkan harga BBM. Para anggota DPR, yang merupakan wakil rakyat, mestinya menentang kebijakan ini. Memang secara formal, DPR tidak bisa menerima atau menolak, karena ini mutlak kebijakan pemerintah. Namun, sebagai orang yang diamanahkan rakyat Indonesia, anggota dewan harusnya mampu melobi pemerintah agar hal ini tidak terjadi.
Lihatlah bagaimana nasib rakyat Indonesia pasca kenaikan harga BBM 2005 silam. BBM yang dijanjikan naik sebesar 30 persen, ternyata naik 128 persen Penduduk miskin semakin bertambah karena tidak mampu memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Subsidi yang diberikan hanya sedikit mengurangi kekhawatiran dan banyak tidak tepat sasaran. Minyak tanah yang mahal mengakibatkan harga sambako juga melonjak. Ongkos kendaraan umum semakin tinggi. Semua menjadi serba mahal. Lantas, mengapa kita harus membayar mahal untuk hidup di tanah air kita sendiri ?
Sekarang, kebijakan serupa akan dikeluarkan kembali oleh pemerintah dengan menaikkan harga BBM sebesar 30 persen. Namun, saya yakin kejadian tiga tahun yang lalu akan berulang kembali. Mau jadi sebanyak apa penduduk miskin di Indonesia ini ? Berapa banyak usaha-usaha kecil yang terpaksa gulung tikar karena biaya produksinya tidak sesuai dengan ukuran kantong yang pada akhirnya menghasilkan pengangguran ? Seberapa drastis harga sembako dan minyak yang akan melonjak ? Ongkos angkutan umum yang gila-gilaan?
Mari kita beranalogi, misalnya ongkos angkutan umum sekarang adalah Rp.3000. Seandainya harga BBM dinaikkan 30 persen, maka ongkosnya menjadi Rp.3900. Tetapi, apakah semua yang kita perkirakan ini akan berlaku di lapangan ? Sama sekali tidak ! Bisa jadi ongkos tersebut naik dua kali atau bahkan tiga kali lipat. Karena seiring melonjaknya harga BBM, maka berbagai keperluan sehari-hari lainnya juga akan naik.
Memang, dampak dari kenaikan minyak dunia ini tidak hanya dirasakan Indonesia, tetapi juga negara-negara lain. Mereka juga telah mengambil kebijakan dengan menaikkan harga BBM. Namun, apakah sama kondisi rakyat Indonesia dengan rakyat negara-negara tersebut ?
Negara Indonesia adalah negara yang kaya raya. Di bumi kita terkandung sumber daya alam yang jumlahnya melimpah. Tetapi mengapa harga BBM terus saja menyengsarakan rakyat ? Bukankah bumi, tanah dan air di negeri ini digunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat. Begitu juga dengan sektor pendapatan BBM yang jelas-jelas berasal dari bumi Indonesia, mestinya digunakan sepenuhnya untuk memakmurkan rakyat, bukan sebaliknya.
Mari kita melihat kembali rencana – rencana pemerintah dalam mengantisipasi kenaikan harga BBM seperti yang dituliskan Imam Sugema (Kompas, 12 Mei 2008). Selama tiga tahun belakangan pemerintah menghimbau untuk menghemat energi, tapi itu hanyalah imbauan kosong yang tidak pernah terealisasi. Produksi minyak bukannya naik, malahan turun menjadi hanya 927.000 barrel per hari. Keinginan untuk mengkonversi ke batu bara gagal total. Begitu pula dengan konversi ke gas juga tidak berjalan mulus. Pembangunan pembangkit listrik tersendat oleh perebutan kue. Program energi alternatif seperti biofuel, angin, dan ombak telah lenyap bersama gulungan angin. Padahal, jika salah satu rencana itu bisa direalisasikan tentunya konsumsi terhadap BBM akan menurun, volume BBM yang disubsidi juga berkurang sehingga negara tidak membuat rakyat tidak kelabakan seperti sekarang.
Sama seperti tiga tahun yang lalu, pemerintah juga berencana akan memberikan kompensasi bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat miskin. Namun, seperti yang dituliskan Imam, data base yang digunakan masih data base tahun 2005. Apakah pemerintah yakin kalau semua penduduk miskin pada tahun 2005 itu tetap miskin pada tahun 2008? Tidak adakah di antara mereka yang kehidupannya menjadi baik, meninggal dunia, atau jumlah penduduk miskin semakin bertambah ? Apakah pemerintah dapat bahwa memastikan setiap penduduk miskin akan memperoleh BLT tersebut? Dan pertanyaan terakhir, cukupkah BLT itu untuk memenuhi hajat hidup rakyat seluruhnya ?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut memang telah mengganjal dipikiran penulis selama ini, telebih lagi ketika desas-desus kenaikan BBM semakin banyak dibicarakan. Bantuan langsung tunai (BLT) tesebut menurut penulis hanyalah bantuan ganti rugi yang sama sekali tidak sesuai dengan kerugian yang pemerintah berikan untuk rakyat. Rakyat kecil tidak pernah menerima keuntungan menjadi warga negara ini. Semua bantuan yang diberikan hanyalah ganti rugi.
Pada akhirnya, pemerintah seharusnya tidak menyalahkan masyarakat yang memilih alternatif lain untuk dijadikan pengganti minyak tanah seperti kayu bakar. Karena ganti rugi yang diberikan tidak sesuai dengan kerugian yang dialami. Mungkin sedikit menyinggung PP No.2 2008 tentang kebijakan pemrintah yang mengizinkan perusahaan pertambangan untuk melakukan pertambangan di kawasan hutan lindung yang harga sewa permeternya lebih murah dari sepotong pisang goreng. Secara kasarnya, mestinya pemerintah juga tidak melarang rakyat yang juga ikut menggerogoti hutan Indonesia, karena toh hutan itu milik negara dan berhak dipergunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan keadaan sekarang saja rakyat belum makmur,diperparah lagi dengan kenaikan BBM. Jadi, wajarkan kalau mereka mencari lain kemakmuran di bumi mereka sendiri?
Kesimpulannya, rakyat kecillah yang menjadi korban dari segala kebijakan pemerintah. Penulis sangat tidak setuju dengan pernyataan salah satu pemimpin partai besar di negara ini yang menyatakan kalau rakyat miskinlah yang paling diuntungkan dengan kenaikan harga BBM ini, karena subsidinya semakin besar. Mana buktinya ?
Sebagai mahasiswa-generasi penerus bangsa ini-penulis sangat mengharapkan pemerintah mengkaji ulang kembali kebijakannya untuk menaikkan harga BBM. Kasihanilah rakyat kecil yang selalu menjadi korban. Keluarkanlah kebijakan yang membuat kami bangga menjadi warga Indonesia. Begitu juga dengan para anggota dewan, kalian adalah wakil rakyat. Segala amanah kami titipkan dipundakmu. Meskipun undang-undang mengenai kenaikan BBM ini adalah kebijakan pemerintah, janganlah kalian semua tinggal diam dalam menyikapi semua ini. Memang, pemilu 2009 semakin dekat. Tetapi, kalian masih memegang amanah kami selama beberapa bulan ke depan. Jangan jadikan kami menyesal telah memilihmu sebagai wakil kami.
Salam Mahasiwa!!



Minggu, 01 Juni 2008

hana judul

Juni 01, 2008 0 Comments
hmmm,..bingung apa yang hendak ditulis,..
inspirasi udah ngga kompak lagi neh,..

dzero yang belum kelar...
kepingin pulang kampung,..
mama, miss u

homesick nee,...
walaupun tangse dengan banda aceh hanya 100km
yang bisa ditempuh dalam waktu 4 jam
tapi tak jua kubisa menemui mama,...

sibuk,..sok sibuk,..ntah apa alasan lagi,..
yang jelas kegiatan di kampus membuatku tak bisa pulang,..

mama oh mama
aku ingin pulang
ku rindu kepadamu

mama aku ingin pulang,...


heheh,,duet maut ebiet g. ade dengan almrmh.nike ardila

Follow Us @soratemplates