Jumat, 27 Maret 2009

What A Cute Baby

Maret 27, 2009 11 Comments
Bip. Bip. Sebuah pesan masuk ke ponselku. Hari Kamis tanggal 19 lalu. Dari teman satu anggakatan waktu SMA tempoe doeloe.

“ Info Gen X : Asslmkm. Berita bahagia. Alhmdulillah Lydia dah melahirkan semalam jam 8 di Seulanga. Anaknya cowok. Bagi yang mau besuk, qt ngumpul didpn MU café.”

WHAT? Lydia udah melahirkan? Duh senang banget diri ini waktu ngebaca pesan singkat itu. My roommate waktu di Mosa dulu udah punya momongan. Duh anaknya pasti cakep kayak mama-papanya.

Ngga terasa banget, udah hampir tiga tahun ninggalin bangku SMA. Dan sekarang seorang teman yang sekamar dan juga sekelas denganku udah membentuk sebuah keluarga yang semakin komplit dengan hadirnya sang bayi.

Liza kapan ya? Kapan-kapan deh! (Belum terpikirkan,..kabooorrrr)

Hari Jumat sore, kami langsung janjian untuk ngumpul di tempat yang udah di sepakati.
“Ce, Jet nebeng ya!” pintaku pada Icut, teman SMAku dulu. Ce & Jet, panggilan kesayangan kita berdua. (Haiyaaa)

And then, kita pun segera menuju rumah target (emang tersangka, bah!). Di perjalanan, aku dan Icut keasyikan tertawa. Ngebayangin kalau apa yang dilakukan ibu kami dulu, sekarang kami lakukan.

“ Dulu kan Jet, setiap ada teman mama Ce yang melahirkan, mama selalu bilang “Mama mau nengok adek bayi dulu ya!” ucapnya dengan semangat, “dan sekarang kita ya Jet yang jenguk adek bayi. Anaknya teman kita.”
Aku hanya mengangguk dan tertawa membayangkan apa yang kami lakukan layaknya ibu-ibu. “Kita udah tua ya Ce! Oh, tidak! Ijet masih kecil,”timpaku kemudian.

Karena keasyikan ngobrol, kita ketinggalan dari teman-teman lain. Walhasil, bayangin aja apa yang terjadi jika kita ngga tau alamat rumah yang dituju? Yupz, apalagi kalau bukan KESASAR.

Huh, cape deh. Hampir aja ngga jadi jenguk adik bayinya. Namun, setelah nanya kesana kemari dapat juga rumah yang dituju.

Terenggggg…. Tanpa mempedulikan teman-teman yang lain, aku menerobos masuk ke kamar Lydia. Aku kan teman sekamarnya selama tiga tahun dan yang paling dekat dengannya (sok merasa lu!). Dan di sana sudah tergeletak sebuah boneka, eits salah! Adik bayi sedang tertidur pulas di dalam kelambunya. “Selamat ya Bu!” ucapku sambil cipika-cipiki (kebiasaan mak-mak).

Kemudian kami cerita-cerita banyak hal. Aku dan Icut masih di sana walaupun teman-teman yang lain sudah pamit duluan. Melihat makhluk yang belum terjamah dosa itu memang sangat mengasyikkan. Ngga bosan-bosan. Ditambah lagi dengan cerita nenek dan ibunya Lydia yang memang telah akrab denganku.(Halah...)



The Last, Cuma mau ngucapin SELAMAT YA ibu tiri! (julukan khusus untuk Lydia waktu di Mosa dulu). Semoga kelak dia menjadi anak yang shaleh dan menjadi kebanggaan ayah-ibunya. Amiin.


Senin, 23 Maret 2009

GOLPUT Ngga Ya???

Maret 23, 2009 8 Comments
Sore ini di kala jaringan internet kantor sedang lemot-lemotnya. Lambat banget deh!!! Ngga jauh beda dengan jalannya SIPUT (bukan seafood ya). Tiba-tiba aja sebuah inspirasi datang. Inspirasi untuk… Apa lagi kalau bukan ngeblog. Posting my blog anymore.

Kali ini aku ingin menulis tentang haramnya golput yang telah difatwakan MUI (duh MUI, kenapa harus menfatwakan haram sih?). Memang golput itu ngga ubahnya dengan tindakan mubazir. Dan orang yang suka memubazirkan sesuatu itu temannya syaitan. Innal mubazziriina kanuu ikhwanasy syayathin. Wakanusy syaithanu lirabbihi kafura. (Artinya cari sendiri ya!)

Nah, ngomong-ngomong tentang keharaman golput waktu pemilu nanti. Sebenarnya aku setuju aja sih dengan fatwa ini. Ya, satu suara kita sangat menentukan bangsa ini ke depan dan seburuk apapun pemimpin yang dihasilkan dari pemilu, itu lebih baik daripada tidak ada pemimpin sama sekali. Tapi, yang sangat disayangkan adalah fatwa yang mereka tetapkan itu mutlak. Ngga ada kompromi sama sekali. Berbeda dengan fatwa haramnya merokok yang ditujukan untuk kalangan tertentu saja. (btw, merokok bisa mengurangi resiko Parkinson disease lho, hehe)

Menarik sekali pernyataan Professor Ali Musthafa Ya’qubProfessor Ali Musthafa Ya’qub mengatakan, bahwa fatwa MUI tentang haramnya golput itu semata karena Allah. MUI bertanggung-jawab kepada Allah, bukan kepada manusia. Wilayah fatwa MUI bersifat moral, tidak bisa memaksa, apalagi sampai mengawasi. MUI bertanggung-jawab kepada Allah dengan memberikan penjelasan-penjelasan kepada Ummat sesuai Syariat Islam.

Pertanyaan untuk Professor Ali seperti yang ditulis oleh AM. Waskito dalam tulisannya Menerima atau Menolak “Fatwa” Haram Golput :
"Apakah orang-orang yang salah dalam memilih wakil-wakilnya, apakah mereka kelak tidak ditanya di Akhirat? Apakah yang ditanya hanya soal ikut atau tidak ikut dalam Pemilu saja? Sementara yang salah pilih, atau mendukung orang-orang yang keliru, mereka tidak ditanya?"

Back again to golput. Tiba-tiba aku jadi teringat dengan teman-temanku yang berasal dari luar daerah dan masih ber-KTP kota tempat tinggalnya. Kasihan banget teman-temanku itu kalau harus menghabiskan jutaan rupiah hanya untuk mencoblos (eits salah CONTRENG bo!) di kota asal mereka. Betapa tidak, mereka harus kembali ke kampung halaman hanya untuk tanggal 9 April. It's okay, kalau mereka berasal dari Sigli, Lhokseumawe, atau paling jauh Medan. Nah, kalau pemilih itu datang dari Padang, Jambi, Jakarta, dan kota lainnya yang ngga mungkin ditempuh dalam perjalanan sehari (kalau pun bisa, harus lewat udara yang biayanya sampe jutaan rupiah) hanya untuk pulang sehari? Gimana tuh? Belum lagi kalau kampus hanya meliburkan satu hari saja! Berabe banget. Udah dosa dunk!

Lain ceritanya kalau pemerintah (lagi-lagi p-e-m-e-r-i-n-t-a-h) ngasih ongkos PP untuk mereka,
"Kalo ada yang mau ngebayarin aku pulang untuk ikut pemilu, bakal kucontreng deh tuh caleg…haha"
ujar salah satu temanku yang berasal dari Jambi.

So how ? Do you have any suggestion?

Rabu, 18 Maret 2009

Apa yang Kamu Lihat, Liza?

Maret 18, 2009 9 Comments
Aku semakin merasakan hawa itu. Hawa yang terus menerus mengikuti sejak pertama sekali kuputuskan untuk memasuki gerbang yang kini menjadi bagian hidupku. Terkadang ingin aku berlari menjauhinya, tapi ia seakan tak henti-hentinya mengikutiku. Terus bersamaku.

Dulu sebelum memasuki gerbang yang kini mengurungku, aku pernah beberapa kali bertemu dengan hawa, bahkan aku pernah sekali sangat dekat dengannya. Ya, ketika aku melepaskan kepergian ayahku untuk selamanya. Kemudian aku kembali bertemu dengannya ketika gelombang pasang tsunami menghapus bersih Serambi Mekahku. Aku melihatnya tersenyum ke arahku.

Sekarang, ia telah mengekori setiap jejak langkahku. Menghantuiku, menemaniku, bahkan menyeretku ke ruangan yang penuh dengan teman-temannya.

Hari itu benar-benar takkan kuhapus dalam memoriku. Hari ketika hawa memaksaku untuk memasuki ruangan putih yang dipenuhi dengan puluhan temannya. Bulu kudukku berdiri tegak, adrenalinku melonjak, membuat denyut nadiku semakin cepat. Teman-temannya tersenyum ke arahku. Dan itu sungguh membuatku tak dapat menahan rasa takutku.

Ingin aku berlari dari ruangan yang menurutku tak beda dari tempat berkumpulnya orang-orang yang sebentar lagi dicabut nyawanya oleh Izrail. Namun, lagi-lagi hawa menahan langkahku. Aku hanya bisa terpaku ketika ruangan itu telah berlumuran darah, dipenuhi oleh jeritan, penuh dengan kesedihan, dan menyesakkan.

“Cepat, resusitasi!” sebuah suara menggelegar memecah ruangan.
“Airwaynya clear!” teriak suara yang lain
“Breathing dan sirkulasi spontan!” tambah suara yang lain.
“Circulationnya juga normal. Dia udah stabil.” Suara-suara itu melemah.

Satu teman dari hawa kulihat berlari menjauhi suara-suara itu.

“Apa-apaan kalian?” sebuah bentakan menggema ditengah kesesakan ruangan itu. bentakan yang tiba-tiba masuk dan menarik perhatian.
“Masak kalian biarin ayahku tergeletak sendiri di radiology? Dia udah ngga bisa membalikkan badan lagi! Kencingnya juga ngga keluar! Kalau terjadi sesuatu kubunuh kau!” bentakan itu mengancam seorang lelaki jangkung berbaju putih.

Hawa kembali tersenyum.

“Awas-awas!” sebuah tandu memasuki ruangan itu. sebilah pisau telah menancap di perut orang yang ditandu. Darah terus mengalir dari tempat tusukan. Orang itu tidak sadar. Hawa lagi-lagi menyungging bibirnya. Tersenyum.

“Hai, Za!” aku hampir saja terjatuh ketika sebuah tepukan mendarat di bahuku. Reflek aku menoleh.
“Melamun aja kamu!”

Aku tidak melihat hawa-hawa itu lagi, tapi aku dapat merasakan kalau mereka masih setia memenuhi ruangan ini. Kini, mereka telah digantikan dengan sekelompok manusia berbaju putih yang juga telah memutuskan memasuki gerbang yang sama denganku.

“Udah selesai mengobservasi?” sebuah suara berat keluar dari barisan manusia berbaju putih itu.

“Udah, dok!” jawabku
“Apa yang kamu lihat, Liza?”
“ Hawa kematian,” jawabku cepat.


Kamis, 05 Maret 2009

Menikmati Kebosananku

Maret 05, 2009 10 Comments
Wah wah,.. ngga terasa udah lama juga ya aku ngga ngeblog. Kira-kira dua minggu gituan lah yaa. Biasanya hampir setiap hari aku mengupdate blog ini. Ada apa denganmu liza? Aku ngga kenapa-napa kok. Cuma, yeahh, sifat dasarnya manusia yang terkadang mengalami kebosanan atas sesuau aktivitas yang rutin ia kerjakan menyerangku hingga akupun mulai bosan. Bosan dengan rutinitasku ini, walau sebenarnya aku tidak bisa mengatakan menulis blog adalah sebuah rutinitas.

Ngeblog adalah hobiku disela-sela padatnya jadwal kuliah dan kerjaku. Menuliskan berbagai unek-unek di kepala yang pastinya tidak berhubungan dengan mata kuliah dan berita ekonomi yang setiap hari mengisi waktuku. Ada kepuasan tersendiri ketika sebuah tulisan berhasil kutulis. Memang benar apa yang dituliskan oleh seorang psikolog (namanya siapa ya? lupa) dalam buku Quantum Writing tentang dahsyatnya menulis. Menulis masalah/unek-unek yang ada di pikiran membuat kita lebih tenang dan baik untuk kesehatan. Bahkan penelitiannya membuktikan bahwa hampir semua mahasiswa yang menjadi objek penelitiannya mengaku lebih sehat dan segar setelah menuliskan segala hal yang membuatnya trauma.

Apalagi kalau banyak teman-teman yang ikut mengomentari tulisan kita tersebut, pasti jadi lebih senang untuk menulis.

Tapi beberapa hari yang lalu aku benar-benar tidak ingin menulis. Menulis blog tepatnya. Aku tidak perlu berasionalisasi untuk mencari seribu alasan yang bisa menjawab kenapa aku tidak menulis. Aku sedang bosan, itu saja. Dan aku ingin menikmati kebosananku. Nah lho, bingungkan??? Bosan kok dinikmati? Hehehe, susah juga menjelaskannya. Yang jelas aku benar-benar menikmati kebosananku dan membiarkannya menggerogoti jiwaku sampai akhirnya ia berpamitan sendiri dan aku kembali menulis. Seperti sekarang, aku menulis. Aku mencoba memposting kembali tulisanku di blog ini. Karena bosan sedang cuti sebentar untuk liburan.

Follow Us @soratemplates