Selasa, 29 Juli 2008

SKENARIO BERDARAH

Juli 29, 2008 1 Comments
Malam kian larut. Sinar purnama mengalahkan redupnya lampu pijar. Suara anjing melengking seperti mengabarkan kesedihan yang kelam. Si jangkrik menangis tersedu. Air sungai gemericik mengenai bebatuan, menegakkan bulu roma. ' Inilah saat yang tepat,' batinku. Semua penduduk desa agaknya telah dibuai indahnya bunga mimpi. Jabang bayi yang baru saja keluar dari perutku, telah kubungkus dengan kain lusuh emakku. Ada iba menyelinap di hati, namun, segera ku tepis rasa itu setelah mengingat penderitaanku selama ini. Bagaimana pun jabang ini harus segera kulenyapkan. Bagiku ini bukan persoalan sulit. Sungai curam di bawah sana akan menelannya bersama gelap malam. Kusibak tirai hitam jendela rumah. Seminggu lalu aku bersama emak pindah kemari untuk menghindari ejekan tetangga yang risih melihat kehamilanku. Kulihat purnama tersenyum padaku. Kunang-kunang seperti tak sabar menunggu. Kelelawar pun melengking seperti memanggilku. ' Minah, cepat! ' Kelelawar terbang menuju jendela. ' Baiklah,' bisikku meneguhkan hati. Aku harus segera pergi.

Bau amis darah jabang bayi ini lama-lama bisa menyebar ke seluruh ruangan. Pasti emak akan terbangun dengan bau yang menyengat ini. Hidungnya sangat peka. Kuambil jabang itu. ' Aduuuuuuuh, perutku terasa perih. ' Darah mengalir dari balik rok hitamku. Segera kuoleskan ramuan minyak tanah yang dicampur irisan bawang merah ke atas perutku yang tidak lagi buncit. Dengan langkah pelan, aku membuka pintu belakang rumah. Aku tidak ingin skenario yang telah kususun rapi, gagal. Kupacu langkahku, karena segala sesuatu di luar perkiraanku bisa terjadi malam ini. Seperti merambat, aku beringsut menuju sungai. Tidak kuhiraukan nyeri di perut yang semakin menjadi. Kunang-kunang, kelelawar, dan purnama tetap setia menemaniku. ' Oh, alangkah setianya engkau wahai penjelajah malam, ' pujiku. Namun, jantungku berdegup kencang saat mendengar raungan anjing liar seperti suara wanita menangis pilu. Kupercepat langkahku. Rasanya anjing liar itu semakin mendekat ke arahku. Ah, itu tidak masalah. Barangkali ia hanya melihat makhluk halus yang juga mengiringi langkahku. ' Jangan takut Minah, makhluk halus itu takkan mengganggu skenariomu. Yakinlah, mereka akan melindungimu, ' hiburku pada diri sendiri. Anjing liar itu mengikutiku, menjilat-jilat darah yang mengalir dari tubuhku dan jabang ini. ' Hush...hush...hush,' usirku. Namun, dasar binatang. ' Menjauh dariku! ' ulangku. Binatang itu bergeming. Kuambil sebuah batu dan melemparinya, tapi tak berkutik. Oh, aku baru ingat. Anjing ini pasti mencium bau amis darah dan bangkai jabang bayi. Konon, kata Bu Naili, guru Biologiku, ' Anjing merupakan binatang yang memiliki penciuman yang sangat tajam terutama bau amis darah.' Mengapa tidak kubagi-bagikan saja orok ini. Sebagian untuk binatang sungai dan sisanya untuk anjing liar. Cukup adil, bukan? ' Tapi, bagaimana caraku membagikannya? Aku tak punya pisau. Ah, ku lemparkan saja semuanya untuk anjing. Pasti ia akan sangat senang.' Aku puas melihat jabang bayi dimakan anjing dengan lahap 'Aup...aup...aup,' bunyi mulutnya.

Entah apa yang terjadi kalau aku tetap mempertahankan jabang ini. Pasti hidupku akan semakin menderita. Betapa tidak, jabang itu ada di perutku bukan karena kehendakku. Malam itu sekelompok lelaki kekar dengan wajah bertopeng memasuki rumahku dengan paksa. Seluruhnya diobrak-abrik. ' Jangan! Jangan lakukan itu! ' Namun, telinga mereka seakan telah disumbat. Tanpa sedikit pun kata-kataku mereka pedulikan. ' Kau diam saja anak manis,' Mereka menuju ke arahku dan menanggalkan seluruh pakaianku. Aku tak kuasa memberontak. Mereka sangat kuat untuk dilawan. Mereka bagaikan setan-setan yang kehausan darah. ' Tidaaaak!!! ' mereka telah mengambi keperawananku. Lalu hilang tak tahu arah. ***.

Seminggu setelah kejadian malam itu, perutku sering mual. ' Minah, bunting! ' kata-kata itu keluar dari mulut teman-temanku. Awalnya aku tidak ambil pusing dengan tuduhan tanpa bukti yang jelas itu. Mual bisa disebabkan masuk angin. Namun, tuduhan mereka akhirnya terbukti setelah bu Nailil menyuruhku untuk mengeceknya dengan alat pengetes kehamilan. Dunia seakan berhenti berputar. Langit seakan runtuh dan menimpaku sehingga aku tak berdaya. Hasilnya positif, tapi tak seorang pun boleh mengetahuinya termasuk emak.

***

Sepandai-pandai menyimpan bangkai akhirnya tercium juga baunya. Beginilah perumpamaan kisah hidupku. Bukan hanya emak yang mengetahui kehamilanku, tetapi seluruh penduduk kampong. Berhenti sekolah dan mendekam di rumah. Itu keputusanku. Terserah apa kata orang yang penting aib ini tidak boleh dilihat siapapun. Jabang ini saban hari semakin besar di perutku. Aku tidak mau benih yang telah menghancurkan masa depanku tetap bertahan di salah satu bagian tubuhku. Aku akan menggugurkannya. Ya, aku harus menggugurkannya. ' Jangan Minah! Jangan lakukan hal yang sangat berdosa itu. Emak tidak mau kamu menjadi pembunuh.' ' Tidak mak. Bayi ini telah menimbulkan aib bagi keluarga. Ia juga telah menghancurkan masa depanku.' Air mata bercucuran keluar dati mata emak. Wanita itu baru kali ini kulihat menangis setelah kematian ayah tujuh tahun silam. ' Mak! Maafkan Minah, bukan maksud Minah menyakiti hati emak. Anak di rahim Minah ini adalah anak haram, mak! ' kurebahkan tubuhku kepangkuan wanita yang sangat mulia ini. Dibelainya rambut kusamku dengan lembut. ' Bayimu itu tidak berdosa, Minah. Orang yang telah menghamilimu itulah yang sangat berdosa,' jelasnya pelan. ' Maksud emak? Emak tahu siapa yang telah menanam benih di perut ini? ' ' Mak tidak tahu, tapi emak yakin itu bukan dari hasil perzinaan seperti yang dikatakan orang-orang kampung. ' Berzina? Sehina itukah aku di mata orang-orang? Lagi-lagi karena jabang ini. Oh Tuhan, sampai kapan jabang ini akan terus mengusik hidupku? Percuma saja aku mengatakan yang sebenarnya. Tidak ada yang percaya kecuali emak. Aku sekarang menunggu diusir saja dari tanah kelahiranku ini kalau tidak menggugurkan bayi di rahimku secepatnya. ***

' Kalian harus segera pergi dari kampung ini. Saya tidak mau kampung ini tercemar oleh anak haram yang dikandung si Minah,' ucap Pak Amin, pemuka adat di kampong. Mengapa kau tak puas-puas mengganggu hidupku, bayi jahanam! ' Mak lihat sendiri kan betapa banyak bencana yang telah didatangkan bayi ini? ' tanyaku pada emak seraya menuduhnya telah melarangku menggugurkan jabang laknat ini. ' Sekali lagi Mak bilang, Minah. Bayi di kandunganmu tidak bersalah sama sekali. Nasiblah yang telah membuat kita begini. ' Aku harus pergi dari kampung halamanku. Sangat berat rasanya, tapi jabang bayi ini tidak merasakan sedikit pun dampak yang ditimbulkannya. Ia tenang saja di perutku. ' Kita akan pindah ke rumah almarhum kakekmu di kampung sebelah, Minah, ' jawab emakku setelah ku tanyakan dimana kita akan melangsungkan hidup nantinya. Rumah kakekku lumayan jauh dari kampung tempat tinggalku sekarang. Sebuah rumah yang letaknya di ujung desa yang dekat dengan sebuah sungai dan kebun penduduk. Aku pernah sekali ke sana, saat aku berumur tujuh tahun, sepuluh tahu yang lalu. Kakekku memang hebat. Rumahnya dibangun sangat strategis untuk melancarkan skenarioku. Aku sangat senang bermain ke sungai. Tidak peduli dengan penduduk kampung yang merasa aneh melihat tingkahku. Apa urusanku, hah! Di sungai aku bisa berbagi rasa dengan binatang-binatang air, mereka sangat memahamiku lebih dari siapapun. Ikan-ikan mengulurkan senyum kepadaku. Enceng gondok melambai-lambaikan tangannya ke arahku. ' Tenanglah wahai makhluk air, sebentar lagi kalian akan merasakan sebuah kenikmatan yang tiada taranya. ' Ikan-ikan kecil pun tertawa dengan gembira mendengarkan janjiku. Alangkah senangnya hatiku. Sudah seminggu aku tinggal di rumah baruku. Tidak ada yang mau bergaul denganku. Mereka terlau sinis memandangku, untungnya mereka tidak mengusirku seperti orang di kampungku dulu. Mereka sangat menghormati alamarhum kakekku. Hal ini aku ketahui dari sikap mereka yang sangat senang menerima kehadiran emak dan aku. Namun, semua itu hanya berlangsung sementara.

Apalagi setelah mereka ketahui kalau aku hamil di luar nikah. Tepat tiga bulan jabang ini membuat perutku bunting. Sangat menyiksaku. Aku tidak bisa menolong emak bekerja. Andai saja emak setuju dengan keinginanku, pasti hidup kami tidak akan semenderita ini. Aku bisa tetap sekolah dan meraih cita-citaku mejadi ahli pertanian. Tentunya itu akan sangat membantu emak dan mungkin seluruh masyarakat di desaku yang bermatapencaharian sebagai petani. Semua harapanku sirna gara-gara jabang bayi ini. Oh, semuanya karena jabang ini. Kapan ia akan berhenti mendatangkan mendatangkan petaka bagiku? Pertanyaan yang amat konyol, aku sadar itu. Ia akan terus menghantui hidupku sampai akhirnya aku mati. Aku tidak bisa menunggu lama lagi. Aku harus cepat mengambil keputusan untuk menggugurkan jabang bayiku! Aku tahu emak semakin curiga dengan tingkahku. Tetapi aku sangat hebat, semua orang pun tahu. Aku sangat lihai dalam menyembunyikan perasaanku. ' Minah, katakan sejujurnya pada emak! Memang dari dulu emak tidak pernah menanyakan hal ini kepadamu. ' ' Kenapa emak mengungkit lagi masa laluku? ' ' Apa maksud, Mak? ' tanyaku pura-pura tidak mengerti. Aku pun mengalihkan pembicaraan. Aku tidak ingin mendengar nasihat emak yang akan membuat niatku tidak kulaksanakan. Nasihatnya sangat menyentuh di hatiku. Aku bertanya tentang segala hal yang ku anggap penting untuk lancarnya skenarioku. ' Mak, warga disini sering tidak keluar di malam hari? ' ' Desa ini kalau malam tidak ada seorang warga pun yang berani keluar rumah. Selain karena situasi yang tidak memungkinkan, mereka juga percaya pada hal-hal yang berbau mistik. ' Wajahku kembali bersemangat.

Aku bisa melenyapkan jabang bayi ini tanpa ada yang menghalangiku. Aku bergegas menuju warung yang letaknya tidak jauh dari rumahku. Membeli obat penghilang rasa nyeri saat haid, itulah tujuanku. Aku yakin dengan mengkonsumsi obat tersebut bisa menyebabkanku keguguran. Aku berhasil membelinya tanpa kecurigaan dari siapapun. Kutelan lima belas butir dari obat itu. Aku ingin bayi itu cepat-cepat lenyap dari perutku. Tidak kuhiraukan lagi dampak yang ditimbulkan dari meminum obat sebanyak itu. Yang kuinginkan saat ini adalah satu, skenarioku berjalan lancer. ' Aku berhasil! ' teriaku pada diri sendiri. Aku telah melenyapkan jabang ini. Penderitaanku akan segera berakhir, dengan habisnya jabang itu ditelan anjing liar. Perutku semakin perih. Nyeri di perutku membuatku tidak sanggup berlama-lama berdiri untuk menikmati nikmatnya anjing itu melahap jabang bayiku. Pohon bambu yang sangat rimbun menjadi sasaranku. Aku merebahkan tubuhku di bawahnya. Sangat perih. Tubuhku merinding bahkan menggigil hebat. Sangat banyak darah yang keluar dari rahimku. Ini untuk yang terakhir kalinya jabang ini membuatku menderita. Setelah ini tak ada lagi penderitaan yang akan menghantui hidupku. Biarpun merupakan penderitaan yang paling hebat yang pernah aku alami selama mengandung, tapi tak seberapa dibandingkan dengan penderitaan yang ku alami bersama emakku. Perutku semakin berputar-putar, menjadikanku tak berdaya. Kunang-kunang memohon izin dariku. Kucoba melarangnya, tapi ia terus saja pergi. Suara ayam berkokok mulai terdengar di telingaku ' Sudah pagi rupanya. ' Gemercik air sungai membuat tubuhku semakin merinding. Perih. Aku tak sanggup bertahan lagi. Kupejamkan mata, ingin memimpikan sesuatu yang indah tetapi sia-sia. Tangisan bayi seakan menyumbat telingaku. Mustahil jabang bayiku menangis. ' Mustahil ia menangis. Jabang bayiku telah lenyap dari muka bumi ini,' hiburku pada diri sendiri. ' Pasti itu suara setan yang sedang menjerit-jerit.' Suara itu semakin menyiksaku, ' Tidaaaaaaaaaaaaaak! Pergi kau dari sini! ' usirku pada suara-suara itu. Namun, aku tidak didengarkan. Perutku semakin perih dibuatnya.' Mengapa kau menggangguku? Apa salahku? ' aku bertanya pada siapa? Entahlah, aku tidak tahu sedang berbicara dengan siapa. Dengan jabang bayi itukah? ' Tidak mungkin Minah, ' jelasku pada tubuh yang telah berlumuran darah ini. ' Jadi aku sedang berbicara dengan siapa? Jawab! Dengan siapa? ' Hening. Tidak ada yang menjawab pertanyaanku. Kupaksakan tubuhku untuk berdiri dan mencari siapa yang telah menggangguku. Aduh ....,aku tak sanggup. Kakiku terlalu lemah untuk menompang tubuhku. Sakit, perih, ....tapi aku bahagia skenarioku telah berhasil kulaksanakan.

NICE n BAD day

Juli 29, 2008 0 Comments
senin kemarin aku dan teman2 FLP lainnya diundang ke acara peresmian gedung TDMRC,..waw acaranya seru bgt,..ada pak KunTORO, M. NAZAR, MAWARDI, dan beberapa pejabat Aceh lainnya yang diundang,..

bukan kehadiran mereka yang membuatku bahagia, tapi sesi hiburan yang panitia selenggarakan itu sangat funtastic. para penyandang cacat menampilkan TARI RANUEB LAM PUAN,..memang tarian mereka tak seindah orang2 normal, tapi subhanallah. mereka berusaha untuk menampilkan yang terbaik yang mereka miliki

selain itu ada juga penampilan dari adik-adik TK,..wah aku ngga bisa menahan tawa ketika mereka menari. amburadul bgt. kalau dinilai pasti KALAH. tapi bukan itu yang menjadikan mereka mendapat nilai lebih dariku dan penonton lainnya. KEPOLOSAN merekalah yang membuat mereka patut diacungi jempol. keberanian, dan usaha mereka patut kita cintoh..

the bad day,..

hari itu juga hari yang sangat malang bagiku,..tiba2 saja perutku dikocok habis,..mual dan muntah pun ku alami,..apa karena ketinggian?soalnya aku baru muntah ketika menaiki lantai empat gedung tersebut,..atau karena maag? semoga semua itu takkan terulang,..

Kamis, 17 Juli 2008

FOTO-FOTO DI UJUNG PANCU

Juli 17, 2008 2 Comments
Satu Hari di Ujung Pancu….

Siang itu sebenarnya aku sedikit enggan untuk melangkahkan kaki kemana-mana, terlebih lagi pada pagi hari sampai jam 12 siang aku harus mengikuti ujian Blok 12 tentang Special Sense. Kepenatan setelah ujian membuatku semakin urung untuk melangkahkan kaki. Tapi hendak dikata, aku telah menyetujui untuk menjadi salah satu tim penulis profil korban tsunami bersama teman-temanku yang tergabung dalam Forum Lingkar Pena, sebuah organisasi kepenulisan yang dicetuskan oleh Helvy Tiana Rosa, penulis kenamaan tanah air itu.

Seusai shalat zuhur di mushalla kampus, Bang Nurul yang menjadi PJ kegiatan itu pun datang menjemputku dan Ade yang saat itu juga bersamaku. Kabarnya aku dan teman-temanku akan di bawa ke Ujung Pancu. Hmmm, tempat apakah itu? namanya begitu asing di telingaku.

“ Kita ke ujung sumatra.” Jawab bang Nurul ketika kutanyakan kemana aku, dan beberapa teman-teman lainnya akan pergi.

Ujung Sumatra? Bukannya ujung Sumatra itu Pulau Weh yang terletak di Sabang?

Sesampai di Ujung Pancu, aku baru menyadarinya..Sebuah perkampungan penduduk yang terletak di kecamatan Peukan Bada Aceh Basar. Sesuai dengan namanya Ujung,,desa ini benar-benar terletak di ujung,. Kalau kita terus berjalan ke ujung desa tersebut, kita akan langsung disambut oleh lautan.

Ujung Pancu….

Sebuah wilayah yang cukup asri, dengan pemandangan yang sangat menawan hati. Hamparan laut biru langsung kita temui begitu menatap ke depan dan rimbunan bukit barisan yang amat tangguh akan menyambut jika kita menoleh ke belakang dari rumah penduduk. Tanahnya tidak begitu luas, masyarakat yang menetap di sana hanya bisa memanfaatkan kaki bukit untuk didirikan rumah dan jalan.


Hari itu merupakan kali pertama aku menginjakkan kaki di Ujung Pancu. Sebenarnya kedatanganku dan teman-teman tidaklah untuk berekreasi, tapi kami sedang menjalankan sebuah proyek pembuatan film documenter dan penulisan buku yang bertemakan “ KESAKSIAN TSUNAMI” yang bekerjasama antara Forum Lingkar Pena Aceh dan TDMRC. Aku, ade, dan kak Mala mewakili FLP, sedangkan bang Nurul, Jhon, dan dua temannya yang lain mewakili TDMRC serta pembuatan film documenter.

Ingin rasanya menikmati pemandangan Ujung Pancu yang memesona itu, tapi tugas tetaplah tugas. Aku harus langsung mewawancarai setiap penduduk yang memang telah ditentukan sebelumnya. Mencari tahu bagaimana keadaan mereka sebelum, ketika, dan setelah tsunami.

“Kami langsung berlari ke bukit itu ketika gelombang besar tsunami mulai menerpa kampung kami,” ungkap Irma, salah satu penduduk yang kuwawancarai. Begitu pula dengan kesaksian penduduk lainnya.

“Alhamdulillah karena bukit itu, tidak ada korban yang berjatuhan,” tambah Zuhra yang juga penduduk Ujung Pancu.

Perpaduan gunung dan bukit menjadi rahmat tersendiri bagi masyarakat di perkampungan nelayan itu. Para lelaki bisa menjaring ikan di laut dan memanfaatkan bukit barisan untuk menanam palawija, sedangkan para wanita mengeringkan ikan-ikan yang telah siap dijaring untuk dijadikan ikan asin yang nantinya bisa dijual. Dan bahkan ketika laut mengamuk dengan gelombang tsunami yang dihempaskannya pada pagi 26 Desember 2004 silam, bukit yang menjulang tinggi itu menjadi tameng yang sangat berharga.

Dinginnya air pegunungan di Ujung Panvu membuatku teringat akan kampungku Tangse,.. dan juga mamaku yang lima bulan lebih tidak kujumpai..(ma, Miss U Much)..but, back to topic…

Nah, yang paling menakjubkan di Ujung Pancu adalah pulau yang terletak tidak terlalu jauh darinya. Sejak menginjakkan kaki pertama sekali, mataku langsung disihir oleh pulau itu. waw, aku merasa seperti di film-film saja. ya, aku hanya pernah melihat pulau di tengah lautan itu di TV…

“Namanya Tuan Di Pulau,” jawab Kak Ira yang menjadi CP kami di daerah itu ketika kutanyakan tentang pulau yang menyihirku itu. ingin rasanya kurenangi lautan di depan mataku itu untuk melihat secara langsung Tuan di Pulau itu. tapi apa hendak dikata, aku tidak mampu berenang. Gaya renang yang kukuasai hanyalah GAYA BATU yang bisa menenggelamkanku setiap saat.

“ Ngga ada penduduk di pulau itu, yang ada hanya ular, monyet, mungkin juga ada harimau. Belum ada yang datang ke pulau itu,” tambah Kak Ira.

Wah, aku bisa menjadi santapan lezat harimau-harimau dan juga ular-ular di pulau itu. atau oooohhh, bisa-bisa para orang utan dan monyet-monyet di sana akan menganggapku bangsanya seperti TARZAN. Dan aku TARZAWATI..oh tidak,..gubrakkkk!!!!

Sayangnya, aku hanya setengah hari saja di Ujung Pancu. Tepat ketika matahari ingin kembali keperaduannya, kami harus beranjak dari tempat itu. namun, kami sempat melihat-lihat pemandangan Ujung Pancu sampai keperbatasannya. Dan ternyata, beberapa meter sebelum perbatasan terdapat Yayasan Lamjabat, sebuah yayasan yang bergerak dalam meningkatkan potensi SDM di bidang kerajinan tangan. Tapi karena waktu yang telah menuju magrib, kami tidak sempat singgah di yayasan itu. semoga suatu hari nanti aku bisa kembali ke Ujng Pancu dan menjelajahi seluruh wilayahnya termasuk pulau Tuan Di Pulau dan menjadi….. Oh NO

MEMULIHKAN PENDIDIKAN DI TANAH KELAHIRAN

Juli 17, 2008 0 Comments

Seorang bocah laki-laki berdecak kagum melihat pemandangan Banda Aceh setelah sekian lama ia tidak menginjakkan kaki ke Kutaraja ini, sejak bencana alam gempa dan gelombang tsunami di akhir Desember 2004 silam. Hari itu ia dibawa orang tuanya mengelilingi ibu kota Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Bocah itu terharu, ternyata bencana tsunami membawa berbagai dampak bagi tanah kelahirannya itu. Bangunan-bangunan sekolah di tengah kota yang dulunya tidak membuatnya tertarik untuk sekedar berpaling, kini berubah menjadi megah. Sekolah-sekolah di pinggiran kota yang dulunya tak berbeda dengan rumah yang rewot, kini berdiri tegap dan indah. Wajah-wajah bule yang dulu hanya ia lihat lewat layar kaca, kini malah berlalu lalang di depan matanya. Sangat banyak perubahan yang terjadi di bumi Serambi Mekah ini sehingga membuat sang bocah merengek-rengek kepada ayahnya karena ingin dibawa berkeliling lebih lama lagi.

Memang begitulah kondisi Banda Aceh saat ini. bencana tsunami telah mengetuk hati setiap manusia untuk tidak tinggal diam dalam membenahi kembali Aceh yang telah porak-poranda. Bersama-sama melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh setelah diterjang gelombang. Bantuan itu datang tidak hanya dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Masyarakat dunia telah terketuk hatinya terhadap musibah yang menimpa bumi Iskandar Muda.

Tiga tahun yang lalu tsunami melanda Aceh. Dalam kurun waktu tiga tahun itu pula Aceh mencoba berbenah. Dengan bantuan dari berbagai pihak yang tergabung dalam Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh-Nias (BRR), ADB, dan lembaga-lembaga bantuan lainnya, Aceh bangkit dari keterpurukan. Berbagai sektor dipulihkan kembali, diantaranya adalah sektor pendidikan.

Seperti yang kita ketahui bahwa perubahan zaman terus berlangsung menuju dunia global. Oleh karena itu, peran pendidikan sangat penting agar bisa menjawab tantangan dunia yang serba kompleks dan simultan. Dari hari ke hari masalah pendidikan semakin kompleks. Pendidikan memang masalah bangsa yang sangat serius. Ia membutuhkan bukan saja semangat, tetapi juga keikhlasan untuk menegakkannya.

Betapa pentingnya pendidikan. Namun, bencana tsunami telah merusak tatanan pendidikan kita. Gelombang dahsyat itu telah menghancurkan bangunan sekolah dan menelan nyawa guru serta pelajar yang jumlahnya tidak sedikit.

Memang, mendirikan sekolah dan menegakkan pendidikan jelas merupakan dua hal yang berbeda. Yang pertama bisa dilakukan oleh mereka yang bermodal. Sementara yang kedua, hanya bisa dilakukan oleh mereka yang memiliki moral. Akan tetapi, dengan adanya modal dan moral tersebut dunia pendidikan akan semakin maju. Pendidikan memang soal intergritas yang dikelola secara bersama dan memiliki makna ketika ia bisa menyentuh orang sebanyak mungkin.

Dengan adanya bantuan yang berasal dari pemerintah Indonesia sendiri atau dari masyarakat internasional telah membawa angin segar terhadap pendidikan Aceh. Hal ini ditandai dengan direkonstruksinya bangunan sekolah, didatangkannya tenaga pengajar dari luar Aceh, diselenggarakannya berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas tenaga pengajar dan anak didik, serta bantuan berbagai peralatan dan perlengkapan belajar mengajar.

Rekonstruksi dan rehabilitasi tidak hanya dilakukan di daerah yang diterjang tsunami saja, tetapi juga di seluruh wilayah Aceh. Sekolah-sekolah yang telah usang ditelan usia juga ikut dibenahi. Begitu pula dengan pelatihan untuk meningkatkan kualitas tenaga pengajar juga turut melibatkan seluruh guru di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sarana dan prasarana yang mendukung lancarnya proses belajar mengajar juga diperbaiki.

Selain itu, masih banyak bantuan yang diberikan oleh lembaga-lembaga nasional atau internasional melalui badan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh-Nias (BRR) terhadap pendidikan di Aceh, seperti pengiriman mahasiswa untuk belajar di universitas ternama di negeri ini atau bahkan keluar negeri, dan pemberian beasiswa untuk pelajar dan mahasiswa.

Penandatangan perjanjian damai antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, 15 Agustus 2007 silam juga ikut membantu sektor pendidikan di Aceh. Seperti yang kita rasakan bersama bahwa selama konflik pendidikan di Aceh cukup terbengkalai. Banyak sekolah yang dibakar oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Proses belajar tidak dapat terlaksana karena ada kontak senjata anatara kedua belah pihak, teror-meneror terjadi dimana-mana. Namun, setelah penandatangan MoU (Memorandum of Understanding) tersebut situasi Aceh menjadi aman dan kondusif kembali. Hal ini tidak terlepas dari rahmat Allah Yang Maha Esa dan juga bantuan berbagai pihak baik nasional maupun internasional.

Penulis merasakan sendiri bahwa kehadiran lembaga-lembaga baik pemerintah atau non-pemerintah memberikan banyak dampak positif terhadap pemulihan kembali Aceh khususnya di bidang pendidikan. Semangat dan etos kerja yang ditunjukkan oleh staf lembaga tersebut membuat penulis semakin optimis terhadap pendidikan Aceh ke depan.

Akan tetapi, tak ada gading yang tak retak. Dalam pelaksanaan rekonstruksi di bidang pendidikan ini masih terdapat banyak kekurangan. Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak terjadi penyelewengan dana rekonstruksi oleh berbagai pihak. Seperti pada pembangunan sekolah. Banyak sekolah yang dindingnya kembali retak ketika gempa, cat di dinding mengelupas jika terkena hujan, atapnya bocor, dan lantai yang mudah retak.

Dalam pelaksanaan training terhadap tenaga didik, tidak semua guru mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan kualitasnya. Beasiswa yang disalurkan sering tidak kepada pihak yang berhak mendapatkannya. Peralatan dan perlengkapan sekolah hanya bisa untuk beberapa kali pakai selebihnya menjadi rusak.

Penulis sendiri tidak bisa menyalahkan siapa yang bertanggung jawab atas penyelewengan ini. Praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme seolah telah menjadi kebiasaan sosial yang memang harus dilakukan. Manipulasi data telah menjadi pekerjaan. Ketika ada pihak yang berbuat jujur malah disalahkan. Ironis memang, tetapi itulah kenyataan yang terjadi.

Namun, penulis mengakui bahwa tidak semua pihak melakukan penyelewengan. Masih ada pihak-pihak lain yang masih terjaga dirinya dari perbuatan keji tersebut. Buktinya, masih banyak bangunan sekolah yang dibangun dengan bahan baku yang berkualitas, banyak korban tsunami yang tetap mendapatkan beasiswa pendidikan, begitu pula dengan tenaga pengajar yang mengikuti berbagai pelatihan yang menunjang untuk meningkatkan mutu pendidikan di Aceh, mahasiswa dan guru yang dikirimkan keluar daerah atau keluar negeri untuk menuntut ilmu. Akan tetapi, ibarat kata pepatah gara-gara setitik nila rusak susu sebelangga.

Dengan kenyataan yang demikian, penulis mengharapkan agar berbagai pihak yang membantu rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh untuk meninjau langsung ke lapangan untuk mengantisipasi kecurangan dan penyelewengan yang kerap dilakukan. Semoga ini menjadi batu loncatan kita bersama untuk menyadari bahwa rekonstruksi Aceh tidak hanya pada fisik saja tetapi juga pada mental dan moral rakyat Aceh. Ini semua dapat dilaksanakan melalui jalur pendidikan.

PUISI UNTUK MAMA

Juli 17, 2008 2 Comments

Puisi Untuk Mama

Mama,…

Aku ingin mempersembahkan sebuah puisi untukmu

Puisi cinta yang dulu sering kau terima dari papa

Tapi, kata-kataku tak seindah punya papa

Aku juga tak seromantis papa

Namun, kuingin mempersembahkan puisi ini untukmu mama

Aku tak tahu kata-kata apa yang harus kupilih untuk memulai

Bagaimana diksi yang pantas, aku pun bingung

Aku ingin mengumpamakanmu dengan berbagai majas yang dulu kerap papa utarakan padamu

Aku tidak bisa

Dan aku ingin mencoba

Mama,..

Kau bagaikan matahari

Yang selalu menerangi setiap ruang gelapku

Kau tetap tersenyum walaupun hujan mengaburkanmu

Walaupun malam menenggelamkanmu

Kau tetap menerangi hari-hariku

Karena engkau adalah matahariku

Mama,..

Kau menjadi inspirasi bagiku untuk terus bangkit

Kau menjadi pompa semangatku

Dan kau adalah hidupku

Aku tak tahu mama

Apa yang akan terjadi padaku

Jika Tuhan memisahkan kita

Mama,..

Aku ingin selalu bersamamu

Mendengar suaramu sepanjang waktu

Melihat senyum yang selalu terukir dari bibirmu

Aku sangat bersyukur pada Allah

Karena Dia telah melahirkanku dari rahimmu

Karena Dia telah menganugrahiku seorang mama sepertimu

Mama,..

Satu hal yang harus kau tahu

AKU AKAN SELALU MENCINTAIMU

Jumat, 04 Juli 2008

Oh! Tangse.... Sampai generasi ke berapa kau masih asri?

Juli 04, 2008 1 Comments
Ketika duduk di bangku SD, aku dan teman-teman sering menghabiskan waktu istirahat kami setelah pelajaran PENJASKES, dengan mandi di sungai. Tidak jauh, hanya sedikit menempuh pematang sawah dengan berlari-lari kecil, kami akan sampai di sana….
Ini adalah sungai yang menjadi salah satu tempat mainku waktu kecil. Aku jadi rindu masa-masa kecilku di desa.... (Emang sekarang udah jadi anak kota ya??? cpd), maksudku, ketika aku mengahabiskan seluruh waktuku di desa, sebelum aku hijrah ke kota Banda Aceh untuk menuntut ilmu…. Di sungai ini aku dan teman-teman sering bermain.... gitu loch! Kadang-kadang berenang.... Menangkap ikan-ikan kecil, de el el. Bahkan, kami kerap mencuci pakaian disini, jaraknya tidak jauh dari rumahku.... hanya sekitar 200 meteran. Dulu ketika umurku sekitar empat tahun, paha sampai kakiku pernah dicubit habis-habisan oleh mama. Betapa tidak, pagi-pagi buta aku telah melarikan diri dari rumah hanya untuk bermain ke sungai. Aku pergi tanpa minta izin, karena aku tahu mama pasti tidak mengizinkanku. Waktu itu aku yang masih kecil berpikir mama itu tega banget....jahat, masa aku dicubit hanya karena pergi ke sungai. Tapi aku yang telah besar sekarang (sebesar raksasakah?) sadar, mengapa mama melakukan hal itu? (Sudah sebesar ini baru sadar ya). Bayangkan saja aku yang masih imut-imut ke sungai sendirian, apa pun bisa terjadi, bukan? Bisa saja aku terhanyut, atau di mangsa babi hutan yang kerap menyisir tepi sungai di waktu pagi atau aku bisa saja diculik oleh orang jahat kemudian dijual ke luar negri atau apa pun.… Semua orang tua pasti khawatir. (Tenang Za anak itu hasil usaha orang tua, mereka gak kan mau rugi dan kehilangan anaknya. Mereka ingin mendapatkan pahala yang terus mengalir dari do'a anak yang sholehah, seperti kamu ini).

Kadang-kadang aku sering membangun sebuah bangunan dari pasir sungai yang kasar, sebenarnya aku ingin membangun rumah-rumahan, tapi aku tidak bisa! Sampai sekarang pun aku tetap tidak bisa….Tak jarang, aku dan teman-temanku bermain engklek di tanah berpasir di tepi sungai di sela-sela kami mencuci pakaian di siang hari. Kalau siang aku dan juga yang lain tidak berani mandi di sungai, karena orang tua di kampung mengatakan kalau siang hari jin sedang memandikan anak-anaknya (he.... Ada-ada aja tuh orang tua kampung, emang dia bisa liat yang ghaib? Bukannya ayat mengatakan: “Katakanlah: ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah’, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (An-Naml: 65)) tapi kan itu dulu waktu ku kecil, jadinya kami takutttt....Hii....

Pulang Kampong

Juli 04, 2008 2 Comments
Wawww.... Duren…. It is very delicious…. Wohohohohoho. Sedap banget.... Hmmm.... Itu durian dari kebunku sendiri lho.... Pohonnya Cuma sebatang, kalau berbuah, buahnya juga tidak terlalu banyak. Maksimal 15 buah…. But, it taste.... Manis banget, daging buahnya banyak, bijinya sangat kecil. And then, warna daging buahnya kuning.... Tebal.... Hoho…. Senengnya kalo pulkam terus lagi musim durian….
Aku dan Tria, teman kecilku yang selalu setia menemaniku dikala liburan di kampong halaman sedang mencicipi durian di kebun.... Sedeeeppp.... Waktu itu aku bela-belain ke kebun hanya untuk makan durian. Meskipun celanaku basah Aku ngga peduli, yang penting bisa makan duren.... Mmmm.... Hehehe padahal, siangnya aku harus segera kembali ke Banda Aceh. Kalau dibilang maniak durian, ngga juga sih Kalau lagi lagi musim durian, ya aku juga ngga mau ketinggalan mencicipinya.... Kalau ngga ada pun aku ngga akan maksa.... Tapi makan durian langsung di bawah pohonnya yang paling kudambakan.... Upps.... Blepotan deh jadinya. Hei.... Tria ikut-ikutan. Yaa.... Jadi rame deh yang blepotan. Hihihihi.... Mau?
Taraa..... Ini dia pohon durian di kebun, tepatnya di samping rumahku yang sempat ku abadikan….. Gelap sih.... Waktu itu lagi terik-teriknya matahari.... Jadi kontrasnya lupa diatur.... But, masih kelihatan kan buah duriannya??? Coba hitung! To, wa, ga, pat, ma, nam.... Ya enam yang nampak dan sayang cuma 1 yang jatuh. Jadi buatku aja ya? kamu lihat-lihatin aja pohon tuh! Siapa tau ada yang jatoh juga. Wakakakaka.... Selain manjat dan makan durian aku juga meniliki sawah. Wahh.... Sawahku pekan ini panen.





Mana Mama ya????








Asyik.... Itu dia.... Di sana ada Mama yang lagi menyantap makan siang. Aemmm.... Nyam.... Nyam.... Hoaa.... Ikan goreng pake sambal. "Sini Za makan nakku!

dan Tante yang lagi asyik menyantap makan siang.... "Eits.... Senyum dulu ah sebelum di foto!" Ujar Tante di dalam hatinya


Hihihi.... Gayaku! Mari makan!?


Fiuh istirahat dulu coy, seharian manen padi sudah menumpuk di lumbung padi, hehehehehe.... Aku ikut makan siang meskipun ngga bantuin manen padi.


Habis aku ne kan calon dokter bukan calon insinyur pertanian, tapi gak pa lah.... Ngitung-ngitung jadi anak sholehah bantu orang tua kan sama dengan birul walidain.... Hehehehehe.

Follow Us @soratemplates