Tampilkan postingan dengan label goresan pena seorang LIZA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label goresan pena seorang LIZA. Tampilkan semua postingan

Kamis, 12 November 2009

Aku Menangis...

November 12, 2009 14 Comments

Aku menangis saat sebuah persahabatan murni menjadi kemustahilan

Aku menangis saat kejujuran menjadi lakon yang jarang dilakukan

Aku menangis saat keikhlasan berubah menjadi kemunafikan

Aku menangis saat kemungkaran berubah menjadi kebajikan

Aku menangis saat aku melihat keadilan dianggap tindakan memalukan dan tindakan anarkis menjadi undang-undang

Aku menangis saat aku melihat seorang ayah yang berdiri lemah di hadapan buah hatinya yang sakit, lalu ia meminta tetangganya yang Allah anugerahkan nikmat agar ia memberinya sejumlah uang untuk mengobati anaknya, lalu sang tetanggatidak mau memberikannya dengan alasan bahwa ia membutuhkan uang itu untuk menghadiri pesta

Aku menangis saat ajaran agama dan nilai luhur budaya kita mengalami kemunduran

Aku menangis saat materi telah memperkosa nilai-nilai arif dan prinsip-prinsip kebajikan, sehingga orang yang zalim berubah menjadi miskin dan orang yang dizalimi berubah menjadi anarkis

Aku menangis saat rasa malas dan menunda-nunda kesungguhan itu muncul.

Senin, 24 Agustus 2009

Hiduplah Indonesia Raya

Agustus 24, 2009 29 Comments

Tanpa terasa Indonesia telah berumur 64 tahun pada hari Senin tanggal 17 Agustus 2009 lalu. Enam puluh empat tahun kalau diumpamakan seorang wanita, maka ia telah menjadi seorang nenek. Usianya telah senja. Dengan tubuh ringkih dan rapuh, ia tak dapat berbuat banyak untuk menopang hidupnya. Wanita itu telah tua. Berbagai jenis penyakit geriatric (orang tua)pun  seperti hipertensi, penyakit jantung, mata yang semakin rabun, bahkan pikun telah menggerogoti jiwanya.

Kamis, 13 Agustus 2009

Aku Menjadi Tersangka

Agustus 13, 2009 2 Comments
Huff… Akhirnya ngeposting juga. Lama tidak ngeblog membuatku berada diatas puncak kerinduan yang sangat mendalam dengan rumah keduaku ini. Banyak hal sebenarnya yang ingin kuceritakan. Mulai dari acara MTQ Mahasiswa Tingkat Nasional XI yang kuikuti sepekan yang lalu sampai beberapa pengalaman lain yang ingin kubagi-bagi dengan teman-teman yang dengan setia mengikuti blogku.

Tapi ada satu hal yang ingin sekali kuluapkan di sini. Dan apakah itu? Hiks, AKU MENJADI TERSANGKA (hwaaaaaaaaaaaa)

Jumat, 17 Juli 2009

Email Pertamaku

Juli 17, 2009 5 Comments
“Sekarang kalau mau ngirim surat ngga perlu lagi lama-lama. Cukup dengan email, dalam hitungan menit surat kita akan tiba ke email tujuan kita.”
Aku masih mengingat dengan jelas kata-kata yang diucapkan Pak Anwar, guru Bahasa Inggrisku ketika duduk di kelas tiga SMP. Saat itu aku hanya terpana dengan bibir membentuk huruf “o”. Aku sama sekali ngga mengerti dengan apa yang dijelaskan sang guru.
Email? Jenis binatang apa itu. Kata mail sering kubaca di amplop dengan pinggiran biru-merah yang kerap kugunakan untuk mengirimkan surat. Pasti itu tidak jauh-jauh dari surat menyurat, pikirku saat itu.

Jumat, 10 Juli 2009

What's wrong dengan Diriku?

Juli 10, 2009 4 Comments
Dalam beberapa minggu ini (lebih malah), aku merasakan banyak hal yang melenceng telah kulakukan. Banyak waktu yang terbuang percuma hanya untuk sesuatu yang sama sekali ngga bermanfaat. Pada intinya, I wasted my time.
Kenapa aku menyimpulkan seperti itu? Jelas, karena aku yang menjalani hidupku. Aku yang paling tau siapa diriku, bagaimana aku, dan apa saja yang kuperbuat. Dan tahukah kamu apa yang telah kulakukan dalam mengisi waktuku sampai terbuang percuma? Walau dengan sedikit malu (ngga papa kan sedikit? Ketimbang ngga ada, hee), akan kukatakan dengan jujur. Sesuatu hal yang sebenarnya telah lama ingin kutinggalkan, tapi aku malah semakin addicted.

Selasa, 30 Juni 2009

Mahasiswa Kampungan. Hohoho

Juni 30, 2009 4 Comments
Weekend kemarin kembali kuhabiskan dengan pulang kampung. Kembali. Karena sebulan sebelumnya aku juga menginjakkan kakiku ke kampung halaman. Ngga bosan-bosan. Malah kalo disuruh milih untuk tetap tinggal, aku akan memenuhinya. Oh, benar-benar kampunger sejati. Hehhe…
“Kalo dikategorikan, Liza itu termasuk mahasiswa kampungan. Tiap bulan pulkam,” ujar Zikri teman sekampusku.
Biarin aja. Yang penting happy 

Rabu, 10 Juni 2009

Alhamdulillah...

Juni 10, 2009 15 Comments
“Selamat ya mbak, tulisannya menang.” Tiba-tiba sebuah instant message muncul ketika aku membuka facebook. Awalnya aku hanya membaca bagian awal pesan itu saja. “selamat mbak tulisannya…” dimuat. Memang, beberapa hari yang lalu tulisanku dimuat di Harian Aceh. Jadi aku berterimakasih dengan hambar. (bukan ngga bersyukur, tapi karena udah beberapa kali dimuat, jadi rasa kerterkejutan sedikit berkurang)

“Makasih ya,” jawabku singkat. Kemudian aku melihat teman yang mengirimkan pesan itu kepadaku. Seseorang yang pernah kulihat tapi belum sekali pun kami berujar. Setelah itu aku melihat kembali pesan pertamanya.

Tulisan apa? Batinku. Memang sempat terpikir kalau itu tulisan yang pernah kuikutsertakan dalam Lomba Menulis Aceh di Internet. Ada dua tulisan. Tapi yang mana ya?

Kegetiran Seorang Hafizh, punya mbak kan?”
“Iya.”
“Mbak dapat juara satu lho, tadi dikonfirm lewat email,”jelasnya,”coba mbak check email aja.”

Langsung aku membuka email yang kupakai untuk mengirimkan link dan biodataku untuk lomba tersebut. Nihil, tak ada email yang memberitahuku tentang pengumuman lomba tersebut.

“Yang bener? Bang, jangan ngerjain saya dong!” Aku sempat waspada saat itu. Pengalaman seorang temanku yang pernah ditipu oleh temannya sendiri membuatku sangat berhati-hati ketika menerima berita baik. Betapa senangnya kita jika mengetahui kalo kita berhasil menang disebuah kompetisi, tapi alangkah sakitnya bisa itu hanya isu yang dikarang oleh teman kita sendiri.

“Tolong forward emailnya bang, ke rumput_liar008@yahoo.com,” pintaku padanya.

Lama kumenunggu tak juga email itu terkirim. Jam pun sudah menunjukkan pukul 18.30 wib, magrib akan segera tiba. Itu artinya aku harus segera meninggalkan warnet dan beranjak pulang.

Sesampai di kost, segera kubuka email melalui ponselku. Email dari teman itu sudah sampai. Ternyata benar. Tulisanku menjadi juara satu lomba menulis tersebut. Panitia salah dalam mengetik emailku, mereka mengirim ke rumput_liar00 bukan ke rumput_liar008.

Alhamdulillah, Kegetiran Seorang Hafizh menjadikanku memiliki sebuah modem HSDPA. So, aku ngga perlu menghabiskan waktuku di warnet atau membengkakkan jariku dengan keypad ponsel untuk internetan. Terimakasih Hafizh, kisah hidupmu memberiku jutaan inspirasi untuk terus berkarya. Terimakasih untuk warnet AMM, tempatku mempostingkan tulisan-tulisanku, Aceh Journey, SGP, ABC, dan semua pihak mensponsori lomba ini. Dan terimakasih untuk teman-teman blogger yang telah mendukung dan mengomentari tulisanku. Good Bless U All.


Senin, 01 Juni 2009

Kapan Aku Punya Sepeda?

Juni 01, 2009 15 Comments
Sepeda. Ohhh. If I have a bike, maka aku akan keliling-keliling dunia. Hah? Emang bisa n sanggup? Entahlah, aku hanya berandai-andai. Bagaimana seandainya kata seandainya itu ngga ada? Pastinya diriku ngga bisa berandai-andai untuk memiliki sepeda.

Keinginanku untuk memiliki sepeda sebenarnya udah lama banget. Sejak sepeda pertamaku yang dihadiahkan papa waktu aku kelas satu SD itu rusak total. Yupz. Dan tahukah itu kapan? Setelah sepuluh tahun umurnya. Lama juga yaaa. Kalo dibilang rusak, sepeda Olimpicku itu waktu berumur satu-dua tahun udah berulah. Mulai dari bocor ban, rantai yang jatuh, stang yang bengkok, sampai akhirnya harus direparasi ulang total. Tapi tunggu dulu, itu masih layak pakai. Namun setelah sepuluh tahun usianya, sepeda yang selalu menemani hari-hariku terpaksa dijual ke tukang loak. Hikss

Setelah itu aku ngga punya sepeda. Sampai sekarang.

Dulu ketika duduk di bangku SMA, niatku untuk membeli sepeda hampir saja terpenuhi. Ya, waktu itu aku menang lomba. Lumayan lah untuk beli sepeda murahan. Tapi… “Mending uang itu ditabung aja Liz, kamu kan ngga begitu perlu sepeda itu.” Usul mamaku.

Bener juga usul mama, aku harus nabung untuk biaya kuliahku nanti. Dan akhirnya aku tidak punya sepeda.

Masa SMA telah kulalui, tapi aku juga belum punya sepeda. (duh, aku kok jadi seperti anak-anak yang minta dibeliin mainan ya? hehheh).. Coba ya ada program pembagian sepeda dari pemerintah untuk mengurangi emisi gas karbon, maka aku yang pertama akan mengajukan diri untuk menjadi penerima sepeda itu.

Kembali kubertanya, kapan aku punya sepeda? Yang akan kukayuh keliling Banda Aceh aja deh, ngga usah jauh-jauh. Ntar kalo aku hilang gimana coba? Bisa berabe kan...

Kamis, 14 Mei 2009

KEGETIRAN SEORANG HAFIZH

Mei 14, 2009 36 Comments
Bocah nelayan itu menatap hamparan laut dengan pilu. Kemudian ia memalingkan pandangannya pada bukit nan rimbun yang terletak berhadapan dengan kumpulan air terbesar di dunia. “Dulu, sebelum tsunami, saya, ayah dan mak, serta adik saya tinggal di sini,” tuturnya.

Ujung Pancu, nama daerah tempat ia berada sekarang. Sebuah perkampungan penduduk yang terletak di Peukan Bada Aceh Besar. Kampung itu memiliki kenangan sendiri di benak anak laki-laki yang bernama Muhammad Hafizh Rihanda.

“Dulu saya sering bermain di pinggir pantai bersama teman-teman sepulang sekolah. Bermain bola, mencari kepiting. Banyak pokoknya.”

Putra dari pasangan Muhand Abdullah dan Ida Yulianti ini seolah memutar kembali memorinya ke saat-saat di mana ia berada di perkampungan nelayan itu. Sebuah senyuman tergurat dari bibirnya.

Namun, beberapa menit kemudian wajahnya menjadi murung. Matanya yang mulai mengeluarkan butiran bening kembali menatap laut. “Sekarang semua itu tidak ada lagi,” ucapnya terbata.

Pantai yang indah Ujung Pancu kini telah tenggelam oleh permukaan air laut yang semakin naik akibat tsunami. Rimbunan Pinus mercusi yang dulunya menghiasi bibir pantai tumbang dihanyutkan gelombang.

“Pagi itu saya sedang mengangkut air untuk membantu mak yang sedang mencuci,” ungkap bocah hitam manis itu, “Terus tiba-tiba gempa. Kuat sekali gempanya. Karena takut kena reruntuhan rumah saya langsung keluar. Mak mengambil dek Adha yang waktu itu masih bayi.”

Hafizh mencoba mengingat-ingat kembali hal-hal yang dialaminya pada hari yang menjadi catatan sejarah penting dalam buku agenda dunia. “Waktu keluar rumah, saya melihat semua orang kampung telah berkumpul di depan rumah masing-masing. Kami melihat air laut tiba-tiba surut ratusan meter. Ikan-ikannya kelihatan semua. Ada yang mengambil ikan itu, ada juga yang melihat saja.”

Hafizh berhenti sejenak, kemudian melanjutkan ceritanya. “Tapi, tiba-tiba gelombang laut datang lagi, tinggi sekali. Setinggi pohon kelapa. Orang-orang kampung berlarian ke bukit.”

Hafizh yang saat itu masih berumur lima tahun juga digendong ayahnya menaiki bukit. Begitu pula dengan ibu dan adiknya yang masih bayi.

Dia yang sangat ketakutan hingga menangis tersedu-sedu. Tidak hanya Hafizh yang merasa takut, seluruh penduduk kampung pun demikian. “Ada yang berdoa, menangis, macam-macam pokoknya. Kami semua ketakutan seolah-seolah mau mati.”

Selama di bukit, lelaki kecil itu harus berpuas dengan mengunyah dedaunan dan meminum air payau untuk mengisi perutnya. Ia sadar, di saat genting seperti itu pasti tidak ada nasi dan lauk pauk lezat seperti yang sering dihidangkan ibunya. Beras yang telah bercampur dengan air asin pun menjadi begitu nikmat kala itu. Ketakutan telah melenyapkan lapar dan dahaga mereka.

“Adik sempat sakit waktu di bukit karena kekurangan makanan,”cerita Hafizh tentang keadaan adik laki-lakinya yang bernama M. Adha Zaifullah yang waktu itu masih berumur satu tahun.

Namun setelah dua hari tiga malam Hafizh dan seluruh penduduk kampung berada di bukit, mereka memutuskan untuk turun dan menuju perkampungan terdekat untuk mencari perlindungan dan makanan. Akhirnya mereka pun tiba di Simpang Dodik yang letaknya tiga kilometer dari Ujung Pancu. Setiba di sana mereka sadar kalau bukan hanya Ujung Pancu yang menjadi sasaran amukan tsunami, tetapi seluruh Banda Aceh mengalaminya. Kemudian mereka di tempatkan di pengungsian yang terletak di Kecamatan Lampeuneurut.

“Tidak enak di pengungsian. Kalau malam banyak nyamuk, dan kalau hujan, banjir. Saya dan ayah sering tidak tidur kalau malam karena harus jaga-jaga biar air tidak masuk ke dalam tenda,”tutur Hafizh. “Waktu di barak Siron Lambaro, sudah enak. Tempatnya lebih bagus dibanding waktu di tenda.”

Wajah polos Hafizh tidak bisa menyembunyikan betapa merananya tinggal di pengungsian. Hidup dengan segala keterbatasan. Namun, anak kedua Muhand Abdullah ini tetap bersyukur karena ia masih bisa melanjutkan sekolah dan tetap berkumpul bersama kedua orangtua dan adiknya. “Tapi,” guratan riang lenyap tiba-tiba. “Kak Feby tidak selamat.”

Feby Putri Handayani, kakak yang sangat disayang Hafizh menjadi salah satu korban amukan gelombang tsunami yang sangat dahsyat itu. “Kak Feby tinggal di Blang Oi bersama nenek. Semua keluarga di sana tidak ada yang selamat.”

Akan tetapi, Hafizh sadar semua itu adalah kehendak Allah dan ia harus menerimanya. Setelah dua tahun lebih tinggal di barak, Hafizh bersama orang tuanya memilih tinggal di Blang Oi, di rumah nenek Hafizh yang tidak berpenghuni lagi. Ia tidak tinggal lagi di Ujung Pancu, tapi sesekali ia tidak lupa untuk sekadar mampir dan mengunjungi rumahnya yang dulu serta bermain bersama teman-temannya.

Sekarang, Hafizh telah duduk di kelas tiga SD Blang Oi. Bencana tsunami memberikan kenangan tersendiri baginya. Perasaan trauma yang dialaminya ketika melihat laut pun hilang seiring berjalannya waktu. Kesedihan karena ditinggal pergi sang kakak pun memudar hari demi hari. Ia yakin Allah Maha Adil. Dan sekarang Sang Maha Adil itu telah memberikan pengganti kakaknya dengan seorang adik perempuan yang sangat lucu. “Mulina Putri Handayani, namanya,” seru Hafizh sambil tersenyum ceria.


Ujung Pancu, Mei 2009


sumber gambar : http://picasaweb.google.com/lh/photo/fSO2pAG2enZQNG9Gx9zc4w

Senin, 04 Mei 2009

Namanya Juga Anak-anak (Part 1)

Mei 04, 2009 5 Comments
Setiap masa memiliki arti tersendiri bagi kita. Entah itu masa ketika kita masih kecil, remaja, dewasa, atau bahkan saat usia ini telah beranjak tua. Bagiku semua masa itu sangat berharga. Terlebih ketika usia ini masih kecil dan belum begitu paham tentang dunia ini.

Yupz, aku sangat merindukan masa-masa kecilku yang sudah tentu ngga bakal kugapai lagi. Kalau direfresh kembali, maka otakku akan mengingat hari ketika adikku dilahirkan. Saat itu aku masih berumur 3 tahun. Selebihnya aku ngga ingat apa-apa lagi diusia tersebut.

Kemudian di umur empat tahun, aku diantar mama untuk masuk taman kanak-kanak. Ya, aku masih mengingat jelas masa itu. Waktu itu mama menggendong adik yang masih bayi. Kami pergi bersama Cut dan ibunya. Saking senangnya, aku terus saja berlari-lari tak sabar ingin segera tiba di TK kecamatan yang berjarak sekitar setengah kilo dari rumah.


Di sana aku bertemu dengan Bu Nong yang kata-katanya selalu kuingat, “Jangan ribut ya, nanti ibu kunci mulutnya.” Saat itu aku benar-benar membayangkan seorang Bu Nong, yang merupakan keturunan Aceh-Medan itu mengambil kunci lemari lalu mengunci mulut kami. Bu Nong yang bahasa Acehnya kurang lancar itu sering menggunakan Bahasa Indonesia untuk berinteraksi dengan kami. Walhasil, aku yang dengan kemampuan bahasa yang pas-pasan hanya mengangguk-angguk saja ketika beliau berbicara. Sedangkan teman-teman yang tinggal di kecamatan memiliki kemampuan bahasa Indonesia yang cukup baik, malahan banyak di antara mereka adalah anak-anak tentara yang sama sekali tidak bisa bahasa aceh.

Selain Bu Nong, ada juga Bu Rohana yang rambutnya dikeriting. Saat itu rambut keriting memang sangat ngetrend lho, mamaku yang dulu sempat membuka salon selalu mendapat pelanggan yang hendak mengkriwil-kriwilkan rambutnya. Duh, aku paling benci saat-saat itu. Bau obat untuk membrekelekan rambut sangat menyengat. Ngga tahann…

Bu Rohana berasal dari Meulaboh, beliau sering banget pulkam. Jadinya kami ngga begitu dekat dengannya. Ada juga Bu Halimah. Ibu itu sedikit judes, jadi aku kurang menyukainya. Jadi di antara ke tiga guru TK ku itu, Bu Nong is the best..

Ada satu lagi nilai plus Bu Nong. Apakah itu ? Yupz, Bu Nong dengan senang hati selalu membelikan kue bakwan untuk kami. Pastinya setelah mengumpulkan Rp 25 dari setiap murid. Sebelum makan, ia selalu mengajak kami untuk berdoa bersama. “Allahumma bariklana fiimaa razaqtana waqina ‘aza bannar. Siapa yang ngga baca doa, maka dia makan ???”

“Pajoh jeen (makan setan) buuu,“ jawab kami serentak.

Ketika TK aku termasuk murid yang cuek. Teman-temanku cowok semua. Sering aku bersama Zul mengganggu murid-murid yang lemah. Pernah sekali kami menakut-nakuti anaknya Pak Camat yang mengalami retadarsi mental. Tanpa merasa bersalah kami usir dia dari tempat duduk yang menjadi daerah kekuasaan kami. Kemudian menakut-nakutinya dengan menarik bibir kami menyerupai monster berbibir besar sampai akhirnya dia ngga mau lagi masuk sekolah.

Karena sering bergaul dengan cowok, aku menolak langsung ketika Bu Rohana memintaku untuk menari dengan yang lain. “Han ek buk (ngga mau Bu) !!!” tolakku tegas lalu berlari keluar.

“Kalo ngga nari, kamu ngga bisa ikutan ke Sigli, Liza!” rayu Bu Rohana. Namun aku tetap ngga mau. Aku paling benci menari. Dan hanya merasa sedikit menyesal ketika Cut, teman yang rumahnya dekat dengan rumahku memamerkan fotonya ketika menari di Sigli. Egp eikkzzzz.

Ada beberapa nama teman-teman TK yang masih membekas di otakku. Seperti Zulfikar, Kak Rifka Junina, Nafsul Muthmainnah, Cut Rauzatul Jannah, Adi, Heri Finaldi, Irdawati, Fajar, Tina, Eric, Ayu, Maida, dan yang lainnya aku lupa. Aku tidak bersama mereka lagi ketika duduk di bangku SD kecuali Cut. Aku dimasukkan ke SD yang ada di desaku. Alasannya? “1. SD kecamatan jauh, 2. walaupun SD kampung, tapi kualitasnya cukup bagus.” Jelas papaku.

Rabu, 29 April 2009

Dari Carier Sampe Kecurangan UN

April 29, 2009 0 Comments
Lama banget ngga ngeposting bikin tanganku gatal untuk kembali menulis. Yeah, maklumlah secara akukan wanita carier! Eits, betewe carier penyakit apa ya? Soalnya kalo di kedokteran istilah carier itu sering digunakan sebagai pembawa penyakit keturunan. Misalnya carier hemofilia, carier DM, dan lain-lain. Tapi istilah carier yang kugunakan sekarang ngga ada label kedok-teran segala yha!!! Ini karir dalam arti umum. Ingat tuh!!!

Sok banget menjuluki diri wanita karir!!! Hahaha, biar aja, toh julukan untuk diriku sendiri kok, bukan untuk kamu, dia, atau siapa saja. Maklum saja rutinitasku yang berjibun mengalahkan presiden SBY (masak iya?). ya iyalah, pagi kuliah sampe siang kadang-kadang sorepun kuliah. Kalau ngga kuliah pasti masuk kerja. Malamnya ngerjain tugas atau chatting di mig33 khususnya room Aceh, Sigli, dan Banda Aceh. Kalo kamu doyan ngemigg juga, jangan lupa tuh add aku fathia_dr, be.angel, rumput_liar008, lizfari_dr. Nah itu semua nick name ku di dunia permig33.

 
http://deni3wardana.files.wordpress.com/2007/04/deni-triwardana-curang.jpg
 

Berhubung sudah lama tidak mengungkapkan argumenku, rasanya hati ini panas banget lho! Otak ini mau meledak! Hekzzz,. Emang bom bisa meledak! Whateverlah, yang jelas banyak hal yang ingin kuutarakan. Dan diantara yang banyak itu, aku memilih pelaksanaan ujian nasional untuk siswa SD-SMA.

Ujian Nasional Untuk Apa?

Kalo zamanku, istilahnya ujian akhir kelulusan itu adalah UAN yang sebelumnya pernah berganti-ganti beberapa kali, mulai dari EBTANAS, UAN, dan menjadi UN. Yang menarik disini adalah kecurangan yang kerap ditimbulkan dalam pelaksanaan ujian yang sangat nentuin lulus atau ngga nya siswa tersebut.

Bayangin aja, cape-cape belajar bertahun-tahun hanya ditentukan oleh tiga hari itu. Kenapa sih UN itu ngga dihilangkan aja? Coba deh kamu hitung berapa keuntungan Negara kalau UN ngga dilaksanakan? Mulai dari biaya percetakannya, honor gono gini, dan lain sebagainya.

Kemudian, yang sangat mengherankan. Tiga hari penentuan itupun tak lepas dari unsure-unsur kecurangan. Mulai dari penyelundupan soal sampe ke pembocoran jawaban oleh para guru. Temanku pernah yang kebetulan seorang cikgu itu pernah berkomentar nih “
Untuk apa sih selama ini kita ajarin para siswa, kita tetapkan berbagai aturan, kalau mau UN kita berikan bimbingan tambahan sampai-sampai ada acara baca doa bersama agar anak didik lulus kalau toh akhirnya kita sendiri yang membuat mereka hancur dengan memberikan jawaban pada saat ujian.” Kebetulan nih, temanku itu sedikit idealis. Makanya dia ngomong seperti itu.

Lantas apa jawaban para manipulator itu? “kalo kita ngga ngebocorin jawaban, bisa-bisa mereka ngga lulus. Kasian kan kalo harus ngulang. Coba deh kamu resapi gimana kalo ada diantara keluargamu yang ngga lulus ujian nasional? Sedih bangetkan? Belum lagi beban mental yang ditanggung sekolah jika ada yang ngga lulus. Bisa-bisa tahun ajaran ini bakal ngga ada siswa yang mau masuk sekolah kita.” Halah, itu namanya menghalalkan segala cara bu,pak!!! Ingat doooosaaaa dunk!! Ada yang Maha Melihat tuh!!!

Terus ada juga yang nambahin, “Lagian bukan kita aja kan, banyak tuh sekolah yang lain yang ngebeberin jawaban ke siswanya. Biar sama-sama senanglah. Siswa lulus, predikat sekolah pun baik.”

Cukup! Ngga tahan lagi deh. Jujur walaupun diri ini bukan orang idealis, tapi benci banget sama yang begituan. Dulu ketika ada siswa yang nyontek langsung tuh dikeluarkan dari kelas. Nah sekarang guru pun ikut-ikutan, jadi solusinya apa?

4 Modus Kecurangan UN :

1. Penggunaan jaringan komunikasi (telepon seluler),

(Kirim & terima jawaban melalui sms)

2. Penggunaan soal sisa,

(Soal sisa digunakan oleh guru dari sekolah yang bersangkutan yang tidak dikirim untuk menjadi pengawas silang spesial untuk guru yang mata pelajarannya sedang di ujikan/tim sukses sekolah untuk mencari jawaban yang kemudian jawabannya diberikan kepada siswa (diberikan dikelas dalam kertas kecil, disuruh diambil di wc (siswa pura-pura ke wc) atau dapat juga di isikan ke LJK siswa setelah selesai sebelum dimasukan ke Amplop dan dilem, mungkin bisa juga diisikan pada LJK kosong yang tersedia, dll.

3. Pengeleman Amplop Lembar Jawaban Komputer di luar ruangan kelas (di ruang panitia sekolah),

(Pengeleman dilakukan setelah LJK diperbaiki atau bahkan setelah ditukar dengan LJK yang diisikan oleh panitia khusus dari sekolah yang berbuat curang).

4. Proses Pengepakan Soal.

Sumber : http://www.kompas.com/ver1/Dikbud/0704/16/195752.htm

Modus lain :

1. Pembocoran kunci jawaban,

(Soal didapat pagi sekali, atau dari soal sisa yang kemudian dikerjakan oleh TIM SUKSES SEKOLAH)

2. Pengawasan UN yang longgar.
(Para pengawas pengawas UN dengan sengaja melonggarkan pengawasan sehingga para siswa punya kesempatan untuk saling mencontek atau menanyakan jawaban. Para pengawas UN di kelas lebih banyak menunggu di luar sembari membaca koran” ada yang dengan sengaja memberi kesempatan kepada para siswa untuk saling mencontek. Bahkan ada juga pengawas yang memberikan sejumlah jawaban soal-soal UN. )

Sumber :

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/23/0701.htm

3 Modus Yang lain lagi :

1. Sebelum ujian nasional dilaksanakan. Cara yang dipakai dengan membocorkan soal. Misalnya pengakuan murid di Garut, mereka diperintahkan datang lebih awal ke sekolah agar bisa memperoleh jawaban dari guru.

2. Jawaban dibuat pada saat ujian. Biasanya dilakukan oleh tim, yang berisi guru bidang studi. Proses distribusi jawaban bervariasi, ada yang menggunakan telepon seluler, seperti yang terjadi di Cilegon. Dalam satu kelas, satu atau dua murid dijadikan sebagai simpul. Mereka bertugas menerima dan membagikan jawaban kepada yang lain melalui kode tertentu. Ada pula yang memakai kertas kecil atau kertas unyil. Murid mengambilnya di tempat yang sudah disepakati dengan tim.

3. Ketiga, tim bekerja setelah ujian nasional selesai. Biasanya murid diminta tidak menjawab pertanyaan yang dianggap sulit karena nantinya tim yang akan mengisi. Tapi ada pula yang membiarkan murid menjawab. Apabila salah, tugas tim sukses yang akan membetulkan.

sumber :

http://www.duniaesai.com/pendidikan/pend15.htm

Jumat, 24 April 2009

FLP menerima anggota baru lho

April 24, 2009 5 Comments
fuihhh,.. lama banget aku ngga ngeblog. Kangen sekangen-kangennya untuk menulis kembali di rumah keduaku ini. Tapi apa daya, waktu jua yang memisahkan kita (haiyah, uadah seperti penutup pidato saja :)).

Nah, pada kesempatan yang berbahagia ini izinkanlah saya memberikan sepatah dua patah kata (sekaligus goyang patah-patahnya UUT) --> beneran jadi tukang ceramah waktu maulid nih. hehehe.. oke diulangi ya, izinkanlah saya menyampaikan sepatah dua patah kata yang kemudian saya susun menjadi sebuah kalimat yang pada akhirnya menjadi sebuah paragraf berupa pengumuman kepada saudara-saudara semua tentang akan adanya PENERIMAAN ANGGOTA BARU FORUM LINGKAR PENA (FLP) ACEH. (Wah. pengulangan katanya banyak banget!!! ngga efektif kalimatnya --->> kalo sempat dibaca guru B. Indonesia).


Berikut ini Pengumuman ALAKADARNYA
FLP Aceh membuka kesempatan emas untuk kamu-kamu semua (UNTUK SEMUA GOLONGAN USIA) yang suka baca, nulis, kreatif, dan imajinatif untuk bergabung dengan komunitas penulis Forum Lingkar Pena (FLP) Aceh!

Syarat pendaftarannya sebagai berikut :
1. Mengisi formulir pendaftaran dengan membayar Rp 50.000 (DISKON 20% untuk pendaftar yang tulisannya pernah dimuat di media atau memenangkan perlombaan dengan menunjukkan tulisan dimuat/menang)
2. Menulis karangan deskriptif tentang “Orang Yang Paling Dekat Kamu” dan menyerahkannya ketika pengembalian formulir
3. Pendaftaran dibuka dari tanggal 25 April sampai 5 Mei 2009
4. Nama-nama peserta yang memenuhi kualifikasi akan diumumkan di www.dzerobuletin.blogspot.com
5. Peserta yang memenuhi persyaratan akan diadakan screening test di RUMAH CAHAYA

Pengambilan dan pengembalian formulir serta persyaratan lainnya dapat dilakukan di
1. Al Kahfi Book n Cinema
2. Dunia Muslim

terimakasih atas perhatiannya. untuk keterangan lebih lanjut silakan tinggalkan komentar di halaman ini

Jumat, 27 Maret 2009

What A Cute Baby

Maret 27, 2009 11 Comments
Bip. Bip. Sebuah pesan masuk ke ponselku. Hari Kamis tanggal 19 lalu. Dari teman satu anggakatan waktu SMA tempoe doeloe.

“ Info Gen X : Asslmkm. Berita bahagia. Alhmdulillah Lydia dah melahirkan semalam jam 8 di Seulanga. Anaknya cowok. Bagi yang mau besuk, qt ngumpul didpn MU cafĂ©.”

WHAT? Lydia udah melahirkan? Duh senang banget diri ini waktu ngebaca pesan singkat itu. My roommate waktu di Mosa dulu udah punya momongan. Duh anaknya pasti cakep kayak mama-papanya.

Ngga terasa banget, udah hampir tiga tahun ninggalin bangku SMA. Dan sekarang seorang teman yang sekamar dan juga sekelas denganku udah membentuk sebuah keluarga yang semakin komplit dengan hadirnya sang bayi.

Liza kapan ya? Kapan-kapan deh! (Belum terpikirkan,..kabooorrrr)

Hari Jumat sore, kami langsung janjian untuk ngumpul di tempat yang udah di sepakati.
“Ce, Jet nebeng ya!” pintaku pada Icut, teman SMAku dulu. Ce & Jet, panggilan kesayangan kita berdua. (Haiyaaa)

And then, kita pun segera menuju rumah target (emang tersangka, bah!). Di perjalanan, aku dan Icut keasyikan tertawa. Ngebayangin kalau apa yang dilakukan ibu kami dulu, sekarang kami lakukan.

“ Dulu kan Jet, setiap ada teman mama Ce yang melahirkan, mama selalu bilang “Mama mau nengok adek bayi dulu ya!” ucapnya dengan semangat, “dan sekarang kita ya Jet yang jenguk adek bayi. Anaknya teman kita.”
Aku hanya mengangguk dan tertawa membayangkan apa yang kami lakukan layaknya ibu-ibu. “Kita udah tua ya Ce! Oh, tidak! Ijet masih kecil,”timpaku kemudian.

Karena keasyikan ngobrol, kita ketinggalan dari teman-teman lain. Walhasil, bayangin aja apa yang terjadi jika kita ngga tau alamat rumah yang dituju? Yupz, apalagi kalau bukan KESASAR.

Huh, cape deh. Hampir aja ngga jadi jenguk adik bayinya. Namun, setelah nanya kesana kemari dapat juga rumah yang dituju.

Terenggggg…. Tanpa mempedulikan teman-teman yang lain, aku menerobos masuk ke kamar Lydia. Aku kan teman sekamarnya selama tiga tahun dan yang paling dekat dengannya (sok merasa lu!). Dan di sana sudah tergeletak sebuah boneka, eits salah! Adik bayi sedang tertidur pulas di dalam kelambunya. “Selamat ya Bu!” ucapku sambil cipika-cipiki (kebiasaan mak-mak).

Kemudian kami cerita-cerita banyak hal. Aku dan Icut masih di sana walaupun teman-teman yang lain sudah pamit duluan. Melihat makhluk yang belum terjamah dosa itu memang sangat mengasyikkan. Ngga bosan-bosan. Ditambah lagi dengan cerita nenek dan ibunya Lydia yang memang telah akrab denganku.(Halah...)



The Last, Cuma mau ngucapin SELAMAT YA ibu tiri! (julukan khusus untuk Lydia waktu di Mosa dulu). Semoga kelak dia menjadi anak yang shaleh dan menjadi kebanggaan ayah-ibunya. Amiin.


Rabu, 18 Maret 2009

Apa yang Kamu Lihat, Liza?

Maret 18, 2009 9 Comments
Aku semakin merasakan hawa itu. Hawa yang terus menerus mengikuti sejak pertama sekali kuputuskan untuk memasuki gerbang yang kini menjadi bagian hidupku. Terkadang ingin aku berlari menjauhinya, tapi ia seakan tak henti-hentinya mengikutiku. Terus bersamaku.

Dulu sebelum memasuki gerbang yang kini mengurungku, aku pernah beberapa kali bertemu dengan hawa, bahkan aku pernah sekali sangat dekat dengannya. Ya, ketika aku melepaskan kepergian ayahku untuk selamanya. Kemudian aku kembali bertemu dengannya ketika gelombang pasang tsunami menghapus bersih Serambi Mekahku. Aku melihatnya tersenyum ke arahku.

Sekarang, ia telah mengekori setiap jejak langkahku. Menghantuiku, menemaniku, bahkan menyeretku ke ruangan yang penuh dengan teman-temannya.

Hari itu benar-benar takkan kuhapus dalam memoriku. Hari ketika hawa memaksaku untuk memasuki ruangan putih yang dipenuhi dengan puluhan temannya. Bulu kudukku berdiri tegak, adrenalinku melonjak, membuat denyut nadiku semakin cepat. Teman-temannya tersenyum ke arahku. Dan itu sungguh membuatku tak dapat menahan rasa takutku.

Ingin aku berlari dari ruangan yang menurutku tak beda dari tempat berkumpulnya orang-orang yang sebentar lagi dicabut nyawanya oleh Izrail. Namun, lagi-lagi hawa menahan langkahku. Aku hanya bisa terpaku ketika ruangan itu telah berlumuran darah, dipenuhi oleh jeritan, penuh dengan kesedihan, dan menyesakkan.

“Cepat, resusitasi!” sebuah suara menggelegar memecah ruangan.
“Airwaynya clear!” teriak suara yang lain
“Breathing dan sirkulasi spontan!” tambah suara yang lain.
“Circulationnya juga normal. Dia udah stabil.” Suara-suara itu melemah.

Satu teman dari hawa kulihat berlari menjauhi suara-suara itu.

“Apa-apaan kalian?” sebuah bentakan menggema ditengah kesesakan ruangan itu. bentakan yang tiba-tiba masuk dan menarik perhatian.
“Masak kalian biarin ayahku tergeletak sendiri di radiology? Dia udah ngga bisa membalikkan badan lagi! Kencingnya juga ngga keluar! Kalau terjadi sesuatu kubunuh kau!” bentakan itu mengancam seorang lelaki jangkung berbaju putih.

Hawa kembali tersenyum.

“Awas-awas!” sebuah tandu memasuki ruangan itu. sebilah pisau telah menancap di perut orang yang ditandu. Darah terus mengalir dari tempat tusukan. Orang itu tidak sadar. Hawa lagi-lagi menyungging bibirnya. Tersenyum.

“Hai, Za!” aku hampir saja terjatuh ketika sebuah tepukan mendarat di bahuku. Reflek aku menoleh.
“Melamun aja kamu!”

Aku tidak melihat hawa-hawa itu lagi, tapi aku dapat merasakan kalau mereka masih setia memenuhi ruangan ini. Kini, mereka telah digantikan dengan sekelompok manusia berbaju putih yang juga telah memutuskan memasuki gerbang yang sama denganku.

“Udah selesai mengobservasi?” sebuah suara berat keluar dari barisan manusia berbaju putih itu.

“Udah, dok!” jawabku
“Apa yang kamu lihat, Liza?”
“ Hawa kematian,” jawabku cepat.


Kamis, 05 Maret 2009

Menikmati Kebosananku

Maret 05, 2009 10 Comments
Wah wah,.. ngga terasa udah lama juga ya aku ngga ngeblog. Kira-kira dua minggu gituan lah yaa. Biasanya hampir setiap hari aku mengupdate blog ini. Ada apa denganmu liza? Aku ngga kenapa-napa kok. Cuma, yeahh, sifat dasarnya manusia yang terkadang mengalami kebosanan atas sesuau aktivitas yang rutin ia kerjakan menyerangku hingga akupun mulai bosan. Bosan dengan rutinitasku ini, walau sebenarnya aku tidak bisa mengatakan menulis blog adalah sebuah rutinitas.

Ngeblog adalah hobiku disela-sela padatnya jadwal kuliah dan kerjaku. Menuliskan berbagai unek-unek di kepala yang pastinya tidak berhubungan dengan mata kuliah dan berita ekonomi yang setiap hari mengisi waktuku. Ada kepuasan tersendiri ketika sebuah tulisan berhasil kutulis. Memang benar apa yang dituliskan oleh seorang psikolog (namanya siapa ya? lupa) dalam buku Quantum Writing tentang dahsyatnya menulis. Menulis masalah/unek-unek yang ada di pikiran membuat kita lebih tenang dan baik untuk kesehatan. Bahkan penelitiannya membuktikan bahwa hampir semua mahasiswa yang menjadi objek penelitiannya mengaku lebih sehat dan segar setelah menuliskan segala hal yang membuatnya trauma.

Apalagi kalau banyak teman-teman yang ikut mengomentari tulisan kita tersebut, pasti jadi lebih senang untuk menulis.

Tapi beberapa hari yang lalu aku benar-benar tidak ingin menulis. Menulis blog tepatnya. Aku tidak perlu berasionalisasi untuk mencari seribu alasan yang bisa menjawab kenapa aku tidak menulis. Aku sedang bosan, itu saja. Dan aku ingin menikmati kebosananku. Nah lho, bingungkan??? Bosan kok dinikmati? Hehehe, susah juga menjelaskannya. Yang jelas aku benar-benar menikmati kebosananku dan membiarkannya menggerogoti jiwaku sampai akhirnya ia berpamitan sendiri dan aku kembali menulis. Seperti sekarang, aku menulis. Aku mencoba memposting kembali tulisanku di blog ini. Karena bosan sedang cuti sebentar untuk liburan.

Jumat, 20 Februari 2009

Pohon Asam Kok Buahnya Caleg?

Februari 20, 2009 23 Comments
 
http://www.duaberita.com/main/images/stories/fruit/koruptorlingkngan.jpg
Akhir-akhir ini fenomena aneh melanda negeri ini. Tidak hanya di satu tempat saja, tetapi dari Sabang sampai Merauke kejadian aneh tapi nyata terjadi. Nah lho? Apakah itu? Yoohaaa,..pohon-pohon tidak lagi menghasilkan buah sebagaimana layaknya. Buahnya telah berubah. Pohon mangga tidak hanya menghasilkan buah mangga. Pohon asam jawa yang belum musimnya berbuah juga telah berbuah, tapi bukan buah asam. Bahkan pohon yang tidak berbuah sekalipun kini telah berbuah. Buahnya sama semua. Aneh tapi nyata. It’s the fact. Semua berbuah foto CALEG.

Buah-buah caleg itu dihasilkan oleh berbagai pohon (terutama yang terletak di sepanjang jalan) melalui hasil mutasi gen dan juga persilangan antara sang pohon dan kampanye Pemilu 2009. Buah yang dihasilkan juga beraneka warna dan jenis kelamin. Ada warna putih dengan lambang bintang, atau warna hijau dengan lambang bulan. Ada warna merah gambar burung (mungkin untuk mempercepat penyerbukan). Pokoknya segala macam warna yang ada di dunia ini (mejikuhibiniu) menjadi warna buah sang pohon. Kemudian isi buahnya ada laki-laki atau pun perempuan. Ada yang masih muda atau telah lanjut usia. Buah-buahnya juga beda-beda kualitas. Ada yang bertaraf kabupaten, provinsi, bahkan negara. Semua buah itu yang akan dipilih masyarakat Indonesia nantinya pada tanggal 9 April 2009 untuk menjadi wakilnya.

Tapi, terpikirkah kita dengan hadirnya buah-buahan yang sangat aneh tersebut dan marak pada beberapa bulan terakhir sangat tidak diharapkan sang pohon. Istilah kasarnya buah yang tidak diinginkan. Betapa tidak, buah tersebut bukanlah murni dihasilkan pohon tersebut. Semua buah tersebut adalah para caleg 2009 yang sedang melakukan kampanye. Mereka telah merusak pohon-pohon tersebut dengan memaksa makhluk yang menghisap CO2 sepanjang masa untuk “berpura-pura” menjadi pohon dari buah tersebut. Ada yang memaku, mengikat dengan kawat, atau menjadikan sandaran, meski pohonnya masih kecil dan belum cukup kuat menahan beban angin (bisa patah).

Nah, bagaimana mereka bisa benar-benar bisa diberi amanat untuk menjadi wakil rakyat kalau mereka sendiri masih suka menzalimi. Bukankah pohon itu adalah makhluk hidup dan juga ciptaan Yang Maha Kuasa? Berapa banyak jaringan-jaringan tumbuhan tersebut yang mati karena terkena paku atau ikatan kawat?

Saya merasa kalau para caleg ini, sudah tidak punya kepedulian pada lingkungannya, jangan harap mereka akan peduli pada kader atau simpatisan yang sudah memberikan suara pada mereka, waktu pemilu.

Semoga saja kita tidak tertipu dengan wajah cantik atau ganteng dari para caleg yang terpampang di pinggir-pinggir jalan, dipaku di pohon, ditempel di tiang listrik atau telepon, bahkan di cat di tembok.

Mari kita sebagai masyarakat yang demokratis, lebih bijak, dalam menentukan masa depan bangsa kita, dengan menitipkan aspirasi kita, pada calon legislatif yang punya kepedulian tinggi pada lingkungan, tidak sekedar janji atau ucapan, tapi praktek nyata di masyarakat dan lingkungannya.

Mari Selamatkan Lingkungan dan Bumi kita dari perusakan, demi masa depan generasi kita.

Selasa, 17 Februari 2009

ZINDAGI MIGZARA

Februari 17, 2009 10 Comments
Zendagi Migzara. Sebuah kalimat yang mungkin ngga asing lagi di telinga kita. Namun, aku yakin, banyak diantara kita yang tidak tahu artinya. Aku juga ngga bakal tau artinya atau bahkan ngga tau kata-kata tersebut sebelum membaca novel karyanya Khaled Hoseini " The Kite Runner ". Sebuah novel yang menceritakan kisah hidup Amir di Afganistan. Oke, sebelum aku berkisah tentang Sang Pengejar Layang-Layang itu, biar ngga membuat semuanya bingung tentang arti ZINDAGI MIGZARA (kalo udah tahu diam aja yaaa,..hehhehe ini khusus untuk yang belum tau :)), pernah dengar Life Goes On? Atau Hidup Terus Berjalan? Nah itulah arti Zindagi Migzara.

Waktu luang ketika libur semester kali ini kumanfaatkan untuk bekerja dan membaca. Ada beberapa novel tergeletak di kamarku. Satu The Kite Runner yang kupinjam dari FLP dan satu lagi Dunia Bahagi yang kusewa disebuah taman bacaan. Sekarang aku akan menceritakan sedikit tentang The Kite Runner, sebuah novel dengan ketebalan 600an halaman dan kuhabiskan dalam waktu sehari.

The Kite Runner, Sang Pengejar Layang-Layang.

Novel ini merupakan karya pertama Khaled Hoseini tentang Afganistan (two thumbs for this novel). Memuat banyak filosofi kehidupan dengan penyampaian yang begitu mengalir dan tidak menggurui (kapan ya aku bisa seperti Agha Khaled?)

Berkisah tentang perjalanan hidup Amir sejak kecil hingga dewasa. Dengan seting Afganisatan sebelum, pada dan sesudah masa taliban. Amir bukanlah seorang anak pemberani dan mandiri ketika kecil, haus kasih sayang ayah yang sangat maskulin.

Banyak tingkah laku Amir ketika kecil yang terkadang kita juga sering melakukannya, membuat kita berkaca bahwa kita juga sering mnecuri. Mencuri. Satu-satunya bentuk kejahatan yang berulang-ulang disindir dalam buku ini.
"Semua sumber kejahatan adalah mencuri. Ketika seseorang berbohong, maka sesungguhnya Ia mencuri kesempatan orang lain untuk mendapat kebenaran,"
ucap Baba (ayahnya Amir) yang sering kali diingatnya.

Buku ini bercerita bahwa meski sederet dosa dilakukan, hal tersebut adalah sebuah kewajaran sebagai manusia, tak perlu menghukum diri seumur hidup dengan lari dari kenyataan sebenarnya. Amir melarikan diri dari rasa bersalah karena tak bisa menyelamatkan Hassan, sahabat setianya. Terkadang Amir juga merasa iri dengan kasih saying yang diberikan Baba untuk Hasan, seorang anak pelayan, yang menurutnya sangat berlebihan. Namun akhirnya terungkap bahwa ternyata Hasan adalah saudara tirinya.

Namun kembalinya dia ke Afganistan (setelah 15 tahun menetap di Amerika sejak pecahnya perang Afganistan melawan Soviet)membuatnya harus melakukan perubahan besar terhadap dirinya sendiri. yaitu menebus rasa bersalahnya dengan menyelamatkan Shohrab, anak Hassan dari keganasan perang Taliban.

Ada beberapa pesan yang bisa kutangkap dari novel ini, salah satunya adalah
saat rasa bersalah menggerakkan seseorang melakukan kebaikan itulah penebusan dosa sejati.

Ayah Amir memang melakukan kesalahan dengan menutupi kesalahannya dengan menghamili Saunubar (wanita Hazara yang akhirnya dinikahi Ali), dan Hassan sebagai anak kandungnya. Namun dia berusaha menebusnya dengan mendirikan panti asuhan dan perbuatan amal baik. Karena toh..masa lalu tak akan bisa di ulang kembali.
Hal itulah pelajaran terakhir yang di pelajari Amir dari Ayahnya, dan dia meneruskannya dengan jujur pada dirinya sendiri.

Jujur, ketika membaca buku ini aku menangis. Ketika Khaled menggambarkan bagaimana kepengecutan Amir yang rela membiarkan Hassan sahabat sejatinya diperkosa di depan matanya. Dan kelakuan Amir yang menuduh Hassan sebagai pencuri dengan tujuan agar diusir dari rumahnya.

Selain itu, gambaran kekejaman taliban, ketika Amir kembali ke Afganistan, sangat menyedihkan. Perbandingan antara gambaran Afganistan di masa kecil Amir, dan ketika masa Taliban, membuat pilu.
bagaimana bisa sebuah motivasi untuk menegakkan agama yang Rahmatan alamin bisa begitu penuh darah. . Menghacurkan peradaban dengan sehancur-hancurnya

The Kite???
Pengejar layang-layang adalah garis merah dalam cerita ini. Budaya bermain dan mengejar layang-layang adalah simbol dimana suatu masa, Afganistan tidak memperdulikan ras dan agama, syiah atau sunni, tetapi hanya sebuah kebersamaan, kegembiraan. Sebuah masa dambaan seorang Amir...dan kupikir juga masa-masa yang didambakan banyak orang.

Senin, 09 Februari 2009

Manusia Perahu Adalah Saudara Kita

Februari 09, 2009 33 Comments
Permulaan tahun 2009, pekan kedua bulan Januari dan awal Februari, Aceh kedatangan ratusan tamu luar negeri yang dibuang oleh negaranya sendiri. Sungguh malang nasib tamu yang terkenal dengan sebutan “manusia perahu” ini. Di negeri asalnya disiksa dan dizalimi, di negeri tetangga diusir dan dibuang. Dan sekarang, tamu yang merupakan Muslim Rohingya itu terdampar diperairan Sabang dan Idi Rayeuk, Nanggroe Aceh Darussalam. Akankah mereka akan mengalami nasib serupa dari pemerintah kita?

Manusia tanpa negara

Etnis Rohingya adalah orang-orang tanpa kewarganegaraan yang mendiami kawasan perbatasan antara Myanmar-Bangladesh. Di Myanmar mereka mengalami penganiayaan dan siksaan yang brutal dari rezim junta militer. Inilah yang memaksa mereka menjadi manusia perahu yang berlayar dari satu negara ke negara lain, terutama Thailand, Malaysia dan Indonesia, untuk mencari tempat penghidupan yang lebih baik. Selain Myanmar, Thailand adalah negeri yang paling tidak bersahabat dengan orang Rohingya. Pemerintah negeri yang dulu bernama Siam itu selalu bertindak keras dan kasar bahkan mengarah ke pembantaian.

Muslim Rohingya adalah keturunan Bengali, Panthay dan campuran Burma-Cina. Sejak abad ke-7 Masehi mereka telah mendiami kawasan Arakan, sebuah wilayah seluas 14.200 mil persegi yang terletak di Barat Myanmar. Walau tinggal di kawasan yang masuk wilayah Myanmar, namun junta militer tidak mengakui kewarganegaraan mereka. Oleh sebab itu, mereka disebut juga dengan manusia tak bernegara atau orang tanpa kewarganegaraan (stateless people).

Sebagai Muslim yang hidup di bawah tekanan junta militer, tak mudah bagi etnis Rohingya menjalankan keyakinan mereka. Ratusan masjid dan madrasah di wilayah mereka dihancurkan, Al-Qur’an sebagai kitab suci dinjak-injak dan dibakar para tentara yang brutal. Perlakuan tak manusiawi ini membuat mereka berontak. Untuk menyelamatkan diri dan akidah, mereka melarikan diri dari tanah kelahirannya.

Muslim Rohingya termasuk dalam daftar pengungsi terbesar di dunia. Bangladesh adalah salah satu negara yang menampung mereka. Menurut data UNHCR, organisasi PBB yang mengurusi masalah pengungsi, jumlah pengungsi Rohingya yang tinggal di kamp-kamp UNHCR Bangladesh mencapai 28 ribu orang. Di luar itu, lebih dari 200 ribu orang yang tak terdata. Mereka memilih hidup sebagai manusia perahu.

Karena tak ada tempat berpijak lagi, umat Islam yang terusir dari tanah kelahirannya ini memilih tinggal di atas perahu. Berlayar dari satu tempat ke tempat yang lain. Kadang mereka juga mendiami beberapa pulau kosong yang terdapat sepanjang perbatasan Myanmar-Thailand. Walau hidup susah, namun di pulau-pulau tak bernama ini mereka lebih leluasa menjalani hidup. Beberapa ormas dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) internasional kadang memberikan mereka bantuan pangan, obat-obatan maupun fasilitas pendidikan dan kesehatan.

Nasib Manusia Perahu di Aceh

Sebelum ditemukan terkatung-katung di tengah laut tanpa persediaan makanan oleh nelayan dan TNI AL, ratusan manusia perahu ini ditangkap oleh militer Thailand tepatnya di wilayah perairan Laut Andaman dan menahan mereka secara rahasia di sebuah pulau bernama Koh Sai Daeng.

Usai ditahan selama beberapa hari, kaum Muslimin yang tak berdaya ini kemudian diseret ke tengah laut lalu dintinggalkan di atas kapal tanpa mesin. Bahkan sebagian hanya ditinggali dayung. Tak ayal, sebagian besar manusia “tanpa negara” ini hilang dan mati tenggelam.

Sekarang ratusan “manusia perahu” yang juga beragama Islam telah tiba di Serambi Mekkah setelah ditemukan oleh nelayan setempat (Sabang dan Idi Rayeuk) . Kisah pilu manusia perahu itu membuat masyarakat Aceh sadar dan rasa ingin membantu. Yang paling memilukan adalah mereka harus membuang 22 saudara mereka yang meninggal ke laut lepas. Mereka meninggal karena kelaparan dan tidak adanya persediaan logistik di tengah laut.

Namun, bagaimana nasib mereka selanjutnya setelah terdampar di negeri yang hampir seratus persen penduduknya beragama Islam?

Seperti yang diberitakan detiknews (02/02/09), Pemerintah Indonesia akan segera mendeportasi “manusia perahu” ke negera asal mereka, Myanmar. Pemerintah menyimpulkan bahwa manusia perahu yang terdampar di Sabang diduga kuat bermotif ekonomi (economy migrant) .

Namun, seperti yang dituliskan Junaidi Beuransyah (acehlong.com), kesimpulan yang diambil pemerintah dalam proses pendataan dan investigasi terkesan dan terdapat adanya manipulasi. Pemerintah cendrung melibatkan International Organization for Migration(IOM) ketimbang UNHCR dalam menangani Muslim Rohingya. Seharusnya Pemerintah harus bekerjasama dengan pihak badan resmi PBB United Nation High Commision for Refugee(UNHCR) karena ini tugas dan wewenangnya mengurusi para pengungsi.

Keterlibatan IOM semata tanpa adanya pihak UNHCR soal penanganan pengungsi Myanmar ini sebenarnya belum sempurna segi keakuratan data dan informasi. Akibatnya mencuat isu dari politik berubah kemotif ekonomi. Kita yakin bahwa warga Rohingya yang terseret arus laut di perairan Aceh itu adalah bahagian dari keburukan politik dan penindasan penguasa junta militer.

Kita sangat memahami penyebab buruknya ekonomi itu merupakan akibat dari runyamnya situasi politik sehingga membuat para manusia perahu itu harus hijrah menyelamatkan diri sekaligus memperbaiki ekonomi dari luar negaranya.

Dengan kata lain, persoalan politik dan ekonomi yang sedang dihadapi para pengungsi politik dimanapun di dunia, merupakan dua sisi kehidupan antara keselamatan nyawa dan perubahan hidup. Jika perlindungan telah ada, maka secara otomatis akan menyusul dengan perbaikan nasib untuk hidup secara ekonomi. Singkatnya dua hal tersebut tak mungkin terpisahkan dan itu fakta.

Himbauan untuk Pemerintah

Kita meminta kepada Pemerintah Indonesia supaya mempertimbangkan kembali niatnya untuk mendeportasikan Muslim Rohingya agar keselamatan mereka terjamin. Departemen luar negeri kiranya perlu melihat secara lebih teliti bahwa kehadiran mereka ke Indonesia itu masih dalam konteks politik negara Myanmar yang begitu parah yang menyebabkan mereka tertindas dan keluar dari negaranya untuk mencari perhatian dan perlindungan politik dunia internasional. Mereka perlu dilindungi secara politik oleh Indonesia. Oleh sebab itu, pemerintah diharapkan menyambut baik semua manusia perahu dengan memberikan status negara kedua dan pemberian suaka kepada mereka sambil menunggu adanya jaminan keamanan yang menyeluruh dari negara ketiga.

Nasib manusia perahu sangat memerlukan perhatian dan bantuan dari Pemerintah Indonesia. Mereka itu (etnis muslim minoriti) golongan tertindas dan diusir dari negaranya akibat perlakuan penguasa junta militer yang cukup ganas. Sekarang mereka sudah terselamatkan dalam wilayah hukum negara Indonesia atau mereka kini berada di negara kedua. Karena itu perlindungan dan keselamatan harus diberikan kepada mereka dan bukannya membuang mereka kembali ke negara asalnya.

Sebaiknya Pemerintah Indonesia sesegera mungkin mencari jalan terbaik bagi menangani pengungsi tersebut. Pemerintah sangat diharapkan segera mengambil langkah positif untuk mengizinkan dan mengundang pihak UNHCR guna mempercepat penanganan mereka dan selanjutnya diterbangkan kenegara ketiga. Nasib dan derita yang mereka alami saat ini sungguh memprihatinkan. UNHCR adalah lembaga paling tepat untuk mengurusi mereka yang berstatus pelarian politik.

Penulis adalah Pengurus Forum Lingkar Pena Aceh, Ketua Litbang BEM FK Unsyiah





Rabu, 28 Januari 2009

Aku Bangga Jadi Orang Indonesia

Januari 28, 2009 34 Comments

Ya, aku sangat bangga dilahirkan di negeri yang konon katanya Gemah Ripah Loh Jinawi ini. Kenapa mesti malu coba? Bukankah hubbul watani minal iman (cinta tanah air sebagian dari iman) ?

Pak H. Rosihan Anwar, seorang wartawan nasional pernah mengungkapkan dalam puisinya betapa ia tidak malu menjadi orang Indonesia.

Aku tidak malu jadi orang Indonesia ... Biar orang bilang apa saja, biar, biar ... Indonesia negara paling korup di dunia Indonesia negara gagal Indonesia negara lemah Indonesia melanggar HAM Elite Indonesia serakah harta dan kekuasaan Presiden-presiden Indonesia dilecehkan humoris
Biar saja orang-orang menghujat Negara Indonesia ini dengan berbagai hujatan, dijuluki dengan bebagai julukan.Terserah! “Kalau kamu benci dengan negeri ini, kenapa tidak angkat kaki saja? Kenapa tetap saja mengais rezeki dan mempertahankan hidup di negeri yang kamu benci ini? Kenapa tetap menggunakan Bahasa Indonesia? Tetap memakai fasilitas Negara?” Kata-kata itu sangat layak diucapkan untuk mereka yang ngakunya “benci” dengan Indonesia.

Aku sangat bangga bertanah airkan Indonesia. Karena di dunia ini hanyalah Indonesia yang bernama Indonesia, berbahasa Indonesia, memiliki ribuan pulau, berbagai macam suku, sumber daya alam yang melimpah ruah, dan merupakan negara tropis.

Aku bangga menjadi rakyat Indonesia. Rakyat dari sebuah negara yang kaya raya, yang memiliki total penduduk seratus juta lebih, yang hampir setiap tahunnya dilanda bencana. Bayangkan saja kalau Indonesia tidak terdapat banyak bencana, maka pusat penelitian bencana akan berpindah ke negara-negara lain. Eitss,. Bukan bermaksud senang dengan bencana di negara ini. Dari pada bersusah, mending kita mengambil hikmahnya sambil terus membenah diri. Betul ngga?

Namun, di balik kebanggaanku aku merasa miris dengan sikap teman-temanku yang mengaku sebagai “RAKYAT” Indonesia juga. Tak jarang makian terus saja terlontar untuk negeri ini. Sangat beragam. Pantaskah Indonesia mendapatkan semua itu? Seandainya negaraku berwujud seorang ibu, maka matanya pasti kering karena tak ada lagi air mata yang bisa keluar. Telah kering air itu.

Coba kita telaah lebih lanjut. Indonesiakah yang salah? Saya rasa kalau Anda menjawab “Ya”, maka Anda salah besar! Indonesia hanya sebuah Negara, bukan manusia. Jadi yang salah adalah kita semua. Ya, kita semua yang masih berwujud manusia dan hidup di tanah air Indonesia.
Kenapa?

Kita bisa saja berdalih kalau kita hanyalah rakyat kecil yang menjadi korban para penguasa. Siapakah yang memilih penguasa? Kita juga kan? Kita-rakyat Indonesia.

“Wah, ngga fair itu. Saya ngga tahu menahu dengan semua itu. Saya hanya korban.” Lantas kenapa ngga mau mencari tahu? Kenapa hanya ikut-ikutan? Dan mau-maunya dikorbankan? Berapa abad kita sudah dijajah Belanda ditambah beberapa tahun oleh Jepang? Nah sekarang kan sudah merdeka, kenapa tetap mau dijajah.

Kita hanya bisa berdalih, menyalahkan orang lain, mengkritik, tapi tidak mau memberikan solusi.

Korupsi merajalela, kenapa? Karena kita telah menganggapnya hal yang biasa. Sogok-menyogok juga biasa. Semua dianggap biasa. “Sudahlah, biar urusannya cepat selesai,” dalih kita.
Nah, kalau hal itu tidak diberantas dan tetap menjadikannya sebagai hal yang biasa. Maka siapa yang salah?

Kritik boleh-boleh saja. Tapi negeri ini bukanlah miliknya para penguasa saja. Bukan milik para pejabat. Bukan hanya milik segelintir orang. Tapi, kita yang mengaku jadi rakyat Indonesialah pemiliknya. Jadi, jangan hanya mengkritik! Tapi berikanlah solusinya. Jangan hanya mengharap, tapi terjunlah bersama-sama membangun negeri ini.

Jadi jangan malu dengan keadaan negeri kita, tapi merasa malulah pada diri sendiri dan malu kepada Tuhan, serta malulah berkumpul bersama-sama dengan orang yang tidak mengerti arti hidup, orang yang tidak bisa menerima hidup ini dengan iklas, malulah berkumpul dengan orang-orang Indonesia yang tidak dapat jujur pada dirinya sendiri, suka bohong, menipu, maling (apapun bentuknya, lebih-lebih maling berdasi), yang harus Anda malu adalah jika Anda berkumpul bersama dengan para pejabat negara, dan para selebriti yang senang berfoya-foya, yang memiliki gaya hidup gengsi yang tinggi.

Mari kita lihat Negara Ethiopia dan negara miskin kerontang lainya. Atlet mereka tidak malu untuk terus berlari membawa bendera negaranya merebut emas marathon turun temurun. Mengapa kita musti ngomong malu tapi tidak bergerak dan hanya menjadi penonton atau komentator yg memalukan sambil memajang foto diri. Orang malu kan mustinya gak mau keliatan wajahnya.

Akan tetapi, saya yakin, ditengah bobroknya kondisi bangsa, masih banyak orang-orang yang sangat mencintai negeri ini. Orang-orang yang senantiasa saling menjaga dalam kebaikan masih ada, dan akan terus bertambah. Orang-orang yang yang mau bangkit dan bergerak, serta bisa menjadi solusi.

Mereka tidaklah seperti air yang menggenang, yang hanya diam saja dan menjadi sarang penyakit. Mereka adalah air yang mengalir, air yang bermanfaat bagi sekitarnya. Dan tentu saja mereka bukanlah orang-orang yang berkerumun tidak beraturan.

Menyehatkan Bangsaku

Januari 28, 2009 17 Comments
Apa yang telah kau berikan untuk negerimu? Sebuah pertanyaan yang sangat menggelitik, membuatku sadar, dan kembali bertanya “apa yang telah kuberikan?” Nothing. Tidak ada yang bisa kusumbangkan untuk negeriku selama aku hidup di bumi pertiwi ini.

Memalukan memang. Dua decade aku menjadi bagian dari negeri ini, tapi aku hanya numpang saja tanpa mampu balas saja. Kalau dihitung dalam detik, menit, dan jam sungguh tak sanggup kulakukan. Bukanlah sebuah alasan jika aku berdalih kalau aku tak lebih dari seekor semut di negeri ini. Wajar saja aku tidak bisa berbuat sesuatu. Aku sangat kecil di negeri yang sangat besar.

Sebuah alasan yang sangat tidak rasionalis, dan sangat kelihatan dibuat-buat.

Sering ketika menjawab soal-soal kewarganeraan tentang hal-hal apasaja yang dilakukan anak negeri untuk mengisi kemerdekaan bangsa ini, maka aku akan menjawab : Belajar dengan tekun dan menghargai jasa pahlawan. Sebuah jawaban yang memang telah terdikte dan termaktub dalam buku-buku. Itu saja. Tidak lebih. Dapat nilai bagus, sudah cukup.

Semakin beranjak dewasa, aku semakin sadar. Memang keberadaanku takkan bisa merobohkan benteng keterpurukan negeri ini. Tapi aku yakin, kedua tanganku mampu meringankan beban saudaraku yang memerlukannya. Ya, aku yakin itu.

Kita tidak perlu menjadi hebat dalam bertindak, tapi berbuatlah untuk menjadi hebat. Aku, yang mengecap ilmu kedokteran merasa yakin bisa memberikan sumbangsih yang besar untuk negeriku. Kemampuanku sebagai dokter nantinya bisa membantu meringankan angka kesakitan di negeri ini.

Sehat adalah dambaan setiap orang di seluruh pelosok dunia. Karena cara paling cepat masuk kubur adalah dengan mati. Cara paling cepat mati adalah dengan sakit-sakitan. Adalah fakta jika kebanyakan orang tidak ingin cepat mati. Oleh sebab itu, tidak mengherankan bukan jika orang-orang rela menghabiskan seluruh hartanya biar tetap sehat?

Sehat bukan hanya merefleksikan prospek untuk hidup lebih lama, bahkan juga menjadi fondasi untuk hidup lebih produktif secara sosial maupun ekonomi. Jadi, bebas penyakit adalah syarat utama untuk hidup lebih maju. Maka wajar saja kalau di negara-negara maju, angka kematian sangat kecil. Bandingkan saja, dari 1000 kelahiran bayi di Indonesia, 33 diantaranya meninggal. Sementara Malaysia, tetangga kita, hanya 8 yang meninggal dari 1000 kelahiran (UNDP, 2003).

Kebutuhan akan sehat tidak hanya diperoleh dengan cara hidup sehat, tapi juga dengan adanya pelayanan kesehatan. Adalah tugas negara untuk membuat rakyatnya sehat dengan membuka akses kesehatan secara maksimal. Kesempatan untuk mendapat pelayanan kesehatan dipandang sebagai hak paling asasi dari rakyat. Maka tidak boleh tidak, pemerintah harus menyediakan rumah sakit, dokter, perawat, obat-obatan, perlengkapan serta pelayanan lainnya dengan mutu dan standar yang optimum.

Namun pada kenyataannya, pelayanan kesehatan di masyarakat kita masih jauh untuk dapat dikaatakan memadai, terlebih lagi jika hal itu telah menyangkut rakyat miskin, masyarakat yang justru mendominasi negeri ini. Tidak jarang kita melihat banyaknya kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah terutama menyangkut program-program yang ditawarkan pemerintah untuk memudahkan mereka dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.

Nah, dengan kemampuan yang kumiliki, ingin rasanya mengabdi untuk negeri ini. Bukan ingin, tapi aku harus mengabdi. Sekarang aku hanya seorang mahasiswa kedokteran yang sebentar lagi memasuki semester enam, semester delapan nantinya aku akan mengikuti kepanitraan klinik di rumah sakit, satu setengah tahun lagi aku akan menjadi dokter. Yeah, kalau diakumulasikan lebih kurang tiga tahun lagi aku resmi menjadi dr. Liza Fathiariani (amiiin, mudahkanlah jalanku ya Rabb!)

Kalau sekarang, aku belum bisa menerapkan ilmu yang kumiliki untuk masyarakat. Karena memang peraturannya seperti itu. Bisa-bisa aku dikeluarkan dari kampus jika ketahuan. Lantas, apa yang bisa kulakukan? Yupz, aku bisa mengabdi untuk negeriku dengan bersungguh-sungguh belajar, aku juga bisa menyuarakan aspirasi saudaraku dengan lidah dan penaku. Ya pasti bisa. Insyaallah.

Jika aku manjadi dokter nanti, ingin rasanya aku mengikuti jejak Patch Adams, seorang revolusioner sosial, DOKTER, badut, dan pria dengan segudang prestasi. Patch adalah pendiri Gesundheit! Institute, klinik pengobatan gratis di West Virginia ang telah merawat lebih dari 15.000 pasien (lengkapnya buka http://liza-fathia.blogspot.com/2009/01/dokter-atau-badut.html). Menjalankan profesiku tanpa harus membebankan saudaraku. Semoga engkau mengabulkannya ya Allah. Amien..

“The people that are trying to make this world worse are not taking a day off — how can I? — Light up the darkness.” (I Am Legend)

Follow Us @soratemplates