Selasa, 30 Juni 2009

Mahasiswa Kampungan. Hohoho

Juni 30, 2009 4 Comments
Weekend kemarin kembali kuhabiskan dengan pulang kampung. Kembali. Karena sebulan sebelumnya aku juga menginjakkan kakiku ke kampung halaman. Ngga bosan-bosan. Malah kalo disuruh milih untuk tetap tinggal, aku akan memenuhinya. Oh, benar-benar kampunger sejati. Hehhe…
“Kalo dikategorikan, Liza itu termasuk mahasiswa kampungan. Tiap bulan pulkam,” ujar Zikri teman sekampusku.
Biarin aja. Yang penting happy 

Selasa, 23 Juni 2009

DJA Itu Apa Ya???

Juni 23, 2009 11 Comments
Assalamualaikum. Halo semuaaa. Apa kabar nih? Hmm, lama juga ya aku ngga meninggalkan jejak di blogku tercinta ini. sekedar mengintip melihat komentar yang masuh sih ada, tapi untuk posting tulisan? Nihil.

Jadi, tanpa memanjangkan mukaddimah. Langsung saja dengerin aku berpidato ya bapak-bapak ibu-ibu siapa yang punya anak tolong aku kasihani aku.. eitss, kok udah kagak nyambung gini. Come on!!! Focus Liza! Pertama-tama dan yang paling utama marilah sama-sama kita panjatkan puji dan syukur kita kehadirat Allah Swt.

“Stop! Katanya ngga pake mukaddimah lagi.”

Sedikit lagi, dan kepada baginda Nabi Muhammad Saw. Udah!!!

Wah, aku jadi teringat masa-masa SMP dulu. setiap malam Jum’at ada acara muhadharah alias public speaking di sekolahku. Ya pastinya ngga jauh-jauh dari dunia perpidatoan. Maklum aja, dulu aku pernah mondok di pesantren Dayah Jeumala Amal selama tiga tahun sebelum terdampar di SMA Modal Bangsa dan FK Unsyiah. Jadi sisa-sisa perjuangan masa lalu sangat membekas diotak tumpulku 

Berbicara tentang pesantren, ada beberapa hal yang sangat unik dan jarang dijumpai di tempat-tempat yang lain. Mulai dari nama pesantren itu sendiri sampai murid dan guru-gurunya.

Ok, sekarang aku mulai dengan keanehan sang pondok
DJA, begitu kami memendekkan nama ponpes. Ya, selain dayah jeumala amal, DJA memiliki banyak kepanjangan yang lain. Seperti DAERAH JARANG AIR. Why kenapa bisa seperti itu? ya karena di dayah itu sangat sulit mendapatkan air. Kalo musim kemarau, bersiap-siaplah mangantri panjang dengan lima ratus santriwati di sumur yang sangat kecil untuk sekedar mendapatkan air untuk wudhu atau buang air kecil. Harus bangun pagi-pagi biar ngga telat shalat subuh di mushalla. Nah, kalo air di bak mandi atau pun di sumur sudah tak ada lagi (emang pernah? Ya iyalah), siap-siaplah dirimu menuju sungai di belakang pondok yang harus ditempuh dengan melompati pagar.

Selain itu, DJA juga menjadi DAERAH JAJAHAN ANJING. Anjing-anjing dari berbagai pelosok negeri (hah? Masa sih) berkumpul di sini. Setiap paginya para santri yang piket harus menyamak tempat-tempat yang di datangi Si Aan itu. mungkin karena banyak makanan ya, makanya si Aan betah amit ke sana. Sampai-sampai dibuat pasukan khusus untuk memerangi Aans (jamak untuk aan ). Bukan hanya anjing, kucing pun cukup meraja lela di negeri itu. kucing yang ngga sopan itu kerap BAB di atas kasur santri. Tak jarang kalo setiap pulang dari sekolah terdengar teriakan “Laaa, firasyi… qitton bakhil,” (tidak, kasurku. Duh kucing bodoh!!) dari setiap sudut ketika menaiki ranjangnya yang telah terdapat sepotong kue hadiah mas kucing 

Keanehan selanjutnya adalah KERASUKAN. Yupz, ada mitos-mitos tersendiri mengenai kerasukan ini. Konon menurut isu-isu dari seniorku, ada waktu-waktu tertentu si makhluk ghaib itu merasuki tubuh manusia. “biasanya tiga tahun sekali ukh, dan tahun kalian jatahnya,” tutur seniorku. Hah? Itu artinya akan ada santri yang kerasukan pada tahun-tahun keberadaanku di DJA.

Awalnya aku sempat ngga percaya, tapi melihat teman-temanku satu per satu roboh dan dirasuki makhluk halus itu, tak ada kata mustahil lagi. Bayangkan saja, saban harinya ada puluhan santri yang kerasukan. Ketika diinterogasi, ada yang mengaku dari Jawa, Medan, Cina, Jepang. Duh ada-ada saja. memang, kalo pondok pesantren itu kerap menjadi sasaran. Apalagi kalo kondisi kita sedang labil dan hipotensi.

Udah ah, ngga mau lagi ngebahas tentang kerasukan. Jadi merinding sendiri saya.



Rabu, 10 Juni 2009

Alhamdulillah...

Juni 10, 2009 15 Comments
“Selamat ya mbak, tulisannya menang.” Tiba-tiba sebuah instant message muncul ketika aku membuka facebook. Awalnya aku hanya membaca bagian awal pesan itu saja. “selamat mbak tulisannya…” dimuat. Memang, beberapa hari yang lalu tulisanku dimuat di Harian Aceh. Jadi aku berterimakasih dengan hambar. (bukan ngga bersyukur, tapi karena udah beberapa kali dimuat, jadi rasa kerterkejutan sedikit berkurang)

“Makasih ya,” jawabku singkat. Kemudian aku melihat teman yang mengirimkan pesan itu kepadaku. Seseorang yang pernah kulihat tapi belum sekali pun kami berujar. Setelah itu aku melihat kembali pesan pertamanya.

Tulisan apa? Batinku. Memang sempat terpikir kalau itu tulisan yang pernah kuikutsertakan dalam Lomba Menulis Aceh di Internet. Ada dua tulisan. Tapi yang mana ya?

Kegetiran Seorang Hafizh, punya mbak kan?”
“Iya.”
“Mbak dapat juara satu lho, tadi dikonfirm lewat email,”jelasnya,”coba mbak check email aja.”

Langsung aku membuka email yang kupakai untuk mengirimkan link dan biodataku untuk lomba tersebut. Nihil, tak ada email yang memberitahuku tentang pengumuman lomba tersebut.

“Yang bener? Bang, jangan ngerjain saya dong!” Aku sempat waspada saat itu. Pengalaman seorang temanku yang pernah ditipu oleh temannya sendiri membuatku sangat berhati-hati ketika menerima berita baik. Betapa senangnya kita jika mengetahui kalo kita berhasil menang disebuah kompetisi, tapi alangkah sakitnya bisa itu hanya isu yang dikarang oleh teman kita sendiri.

“Tolong forward emailnya bang, ke rumput_liar008@yahoo.com,” pintaku padanya.

Lama kumenunggu tak juga email itu terkirim. Jam pun sudah menunjukkan pukul 18.30 wib, magrib akan segera tiba. Itu artinya aku harus segera meninggalkan warnet dan beranjak pulang.

Sesampai di kost, segera kubuka email melalui ponselku. Email dari teman itu sudah sampai. Ternyata benar. Tulisanku menjadi juara satu lomba menulis tersebut. Panitia salah dalam mengetik emailku, mereka mengirim ke rumput_liar00 bukan ke rumput_liar008.

Alhamdulillah, Kegetiran Seorang Hafizh menjadikanku memiliki sebuah modem HSDPA. So, aku ngga perlu menghabiskan waktuku di warnet atau membengkakkan jariku dengan keypad ponsel untuk internetan. Terimakasih Hafizh, kisah hidupmu memberiku jutaan inspirasi untuk terus berkarya. Terimakasih untuk warnet AMM, tempatku mempostingkan tulisan-tulisanku, Aceh Journey, SGP, ABC, dan semua pihak mensponsori lomba ini. Dan terimakasih untuk teman-teman blogger yang telah mendukung dan mengomentari tulisanku. Good Bless U All.


Senin, 01 Juni 2009

Kapan Aku Punya Sepeda?

Juni 01, 2009 15 Comments
Sepeda. Ohhh. If I have a bike, maka aku akan keliling-keliling dunia. Hah? Emang bisa n sanggup? Entahlah, aku hanya berandai-andai. Bagaimana seandainya kata seandainya itu ngga ada? Pastinya diriku ngga bisa berandai-andai untuk memiliki sepeda.

Keinginanku untuk memiliki sepeda sebenarnya udah lama banget. Sejak sepeda pertamaku yang dihadiahkan papa waktu aku kelas satu SD itu rusak total. Yupz. Dan tahukah itu kapan? Setelah sepuluh tahun umurnya. Lama juga yaaa. Kalo dibilang rusak, sepeda Olimpicku itu waktu berumur satu-dua tahun udah berulah. Mulai dari bocor ban, rantai yang jatuh, stang yang bengkok, sampai akhirnya harus direparasi ulang total. Tapi tunggu dulu, itu masih layak pakai. Namun setelah sepuluh tahun usianya, sepeda yang selalu menemani hari-hariku terpaksa dijual ke tukang loak. Hikss

Setelah itu aku ngga punya sepeda. Sampai sekarang.

Dulu ketika duduk di bangku SMA, niatku untuk membeli sepeda hampir saja terpenuhi. Ya, waktu itu aku menang lomba. Lumayan lah untuk beli sepeda murahan. Tapi… “Mending uang itu ditabung aja Liz, kamu kan ngga begitu perlu sepeda itu.” Usul mamaku.

Bener juga usul mama, aku harus nabung untuk biaya kuliahku nanti. Dan akhirnya aku tidak punya sepeda.

Masa SMA telah kulalui, tapi aku juga belum punya sepeda. (duh, aku kok jadi seperti anak-anak yang minta dibeliin mainan ya? hehheh).. Coba ya ada program pembagian sepeda dari pemerintah untuk mengurangi emisi gas karbon, maka aku yang pertama akan mengajukan diri untuk menjadi penerima sepeda itu.

Kembali kubertanya, kapan aku punya sepeda? Yang akan kukayuh keliling Banda Aceh aja deh, ngga usah jauh-jauh. Ntar kalo aku hilang gimana coba? Bisa berabe kan...

Follow Us @soratemplates