Tanpa terasa kita telah melewati pekan pertama pada bulan Ramadhan. Bulan suci yang penuh dengan rahmat, berkah dan maghfirah dari Allah Swt. Maka, bergembiralah kita dengan kedatangan Ramadhan. Rasulullah saw. selalu memberikan kabar gembira kepada para shahabat setiap kali datang bulan Ramadhan, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka.” (HR. Ahmad).
Ramadhan adalah bulan kebaikan. Bagaikan mutiara yang indah, sutra yang halus, madu yang manis, dan kasturi yang harum. Tidak akan hilang keindahan, kehalusan, kemanisan, dan keharumannya kecuali kita menimbunnya dengan lumpur, menyentuhnya dengan tangan yang kasar atau lumpuh, meminumnya dengan racun, atau mencampurkannya dengan bau bangkai. Begitulah kebaikan dan begitu juga dengan bulan suci Ramadhan.
Kehadiran bulan suci Ramadhan di tengah-tengah kita sungguh membawa berkah yang besar di mana Allah melipatgandakan pahala amalan-amalan di dalamnya, dibukakan pintu-pintu surga dan berkah, serta fadhilah-fadhilah lainnya. Bulan Ramdhan bagaikan pohon yang sedang berbuah. Kilaunya yang indah, sentuhannya yang halus, rasanya yang sedap, dan aromanya yang harum dapat menentramkan perasaan, menenangkan pikiran, melapangkan dada, dan mendamaikan hati. Yang pertama sekali merasakan semua nikmat tersebut adalah mereka yang mengisi bulan ini dengan penuh kebajikan dan ketakwaan kepada Allah Swt., diantaranya dengan meningkatkan rasa itsar (mementingkan orang lain).
Tidak dapat dipungkiri bahwa pada zaman sekarang sangat sedikit orang-orang muslim yang memiliki kepedulian terhadap sesamanya, yang memikirkan kesusahan orang lain sedangkan dirinya juga mengalami kesusahan, yang menutupi kebutuhan orang lain padahal dia sendiri sedang membutuhkannya. Sifat peduli makin langka kita temukan dewasa ini, seiring dengan menjalarnya sifat bakhil dan kikir.
Ketamakan terhadap harta dan penyakit bakhil yang menggerogoti jiwa telah menghalangi orang-orang untuk berbagi rezeki kepada yang lain. Meskipun hartanya melimpah sedangkan saudaranya yang lain sedang bersusah payah. Terlebih lagi jika ia sedang butuh, tidak terlintas sedikitpun dipikirannya untuk membantu meringankan kebutuhn orang lain. Bahkan, tidak sedikit diantara kita yang ingin agar semua nikmat hanya mengalir kepadanya, meski saudara-saudaranya yang lain menjadi korban.
Bertolak belakang dengan masalah harta yang semua orang berlomba-lomba untuk mendapatkannya pertama sekali dan menjadi orang yang paling banyak mengumpulkannya, dalam urusan ukhrawi umumnya kita malah menerapkan itsar (mementingkan orang lain). Kita perhatikan saja dalam urusan beribadah, tidak jarang kalau kita mendengar kalimat : Silakan Anda yang adzan, silakan Anda yang maju di shaf pertama, silakan Anda yang memberi ceramah, dan kalimat lain yang mengindikasikan hasrat yang rendah terhadap pahala dan ganjaran di akhirat. Keserakahan terhadap harta berbanding terbalik dengan tingginya mutu agama.
Sifat tamak dan bakhil benar-benar akan menjauhkan kita dari keinginan untuk berbagi kepada sesama. Kerena itu sungguh beruntunglah orang-orang yang terpelihara dari sifat tercerla ini seperti firman Allah Swt, “ Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al- Hasyr : 9))
Oleh karena itu, jadikanlah bulan suci ini sebagai momentum bagi kita untuk meningkatkan kepekaan dan kepedulian kita kepada sesama. Jadikanlah bulan yang penuh berkah ini sebagai bulan untuk berbagi. Isilah hari-hari dengan memberi sedekah bagi fakir miskin, menolong yang teraniaya, meringankan beban yang menderita, memberi makan orang yang lapar, menjenguk yang sakit, membantu yang membutuhkan, dan memohon ampun bagi yang berbuat dosa. Allah Swt berfirman, “ Mereka mengutamakan (saudara-saudara mereka) atas diri mereka sendiri, meskipun mereka sendiri sangat memerlukan (yang mereka berikan itu). (QS. Al-Hasyr (59):9).
Islam selalu mengarahkan kaum muslimin agar secara aktif berta’awun (tolong-menolong) dalam kebaikan dan ketakwaan, berpadu dan menyatukan barisan. Semua itu dapat diaplikasikan dalam bentuk menyalurkan peran sosial dan penanaman rasa cinta kepada sesama dengan benar serta mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.
Sigerman (1997), dalam penelitiannya didapatkan bahwa interaksi dengan komunitas terbesar dapat meningkatkan kebahagiaan manusia hingga 30%. Sedangkan dalam penelitian lain ditemukan, individu yang bersosial secara terbuka cenderung lebih puas dalam hidupnya sekitar 24% dibandingkan dengan yang tidak berbuat demikian. Sangat sinkron dengan yang dinyatakan Rasulullah bahwa kebaikan adalah penentram jiwa.
Semoga bulan Ramadhan ini dapat menyadarkan kita tentang makna berbagi dan berbuat kebaikan kepada saudara kita. Menahan haus dan lapar serta segala hal yang membatalkan puasa merupakan ujian yang cukup berat. Namun demikian, ujian ini dapat kita jadikan sebagai dasar bahwa betapa berat kehidupan orang lain yang harus menahan haus dan lapar bukan hanya di bulan puasa, melainkan sepanjang hari di bulan yang lain atau mungkin sepanjang tahun. Sebagian penderitaan orang lain yang dapat kita rasakan ketika berpuasa itu harusnya dapat mengugah rasa kemanusian dan rasa kesetiakawanan kita. Oleh karena itu, mari kita jadikan bulan suci ini menjadi tonggak dasar bagi kita untuk bisa berbagi kepada saudara-saudara kita yang memerlukan baik di bulan Ramadhan maupun pada bulan-bulan yang lain.
dimuat di Harian Aceh, 9 September 2008
Sabtu, 13 September 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Insya Allah...
BalasHapusSemoga bulan Ramadhan ini dapat menyadarkan kita tentang makna berbagi dan berbuat kebaikan kepada saudara kita, Aamiin. Thanks. Nice work, sweet girl...:)