“Saya Anak Indonesia Kreatif, Inovatif dan Unggul untuk Menghadapi Tantangan di Masa Depan.” Begitulah tema yang diusungkan pemerintah dalam memperingati Hari Anak Nasional (HAN) pada 23 Juli 2009. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B ayat (2) yang menyatakan bahwa: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi", telah memberikan landasan yang kuat bahwa anak berhak untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak untuk memperoleh perlindungan dari kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
Selain itu, bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia mempunyai komitmen untuk menjamin terpenuhinya hak anak dan perlindungan anak yang merupakan bagian dari hak asasi manusia, antara lain hak untuk hidup, kelangsungan hidup, tumbuh kembang, berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak Indonesia yang sejahtera, berkualitas dan terlindungi.
Akan tetapi, kenyataan di lapangan yang sering kita saksikan malah sebaliknya. Anak-anak sering dieksploitasi untuk berbagai kepentingan, termasuk ekonomi. Hal itu selain dilakukan oleh pelaku usaha, juga melibatkan orang tua mereka sendiri. Di beberapa persimpangan jalan di Kota Banda Aceh dapat kita lihat bagaimana anak-anak sering dieksploitasi untuk keperluan ekonomi, namun hak-haknya belum tentu terpenuhi.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga sudah menjelaskan tentang sanksi bagi mereka yang mengeksploitasi anak. Dalam Pasal 88 UU tersebut dijelaskan, setiap orang yang mengeksploitasi ekonomi atau seksual anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200 juta.
Namun dalam penerapannya masih saja pemerintah melakukan diskriminasi saat program kepentingan anak dilakukan. Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan masih didominasi oleh kepentingan perempuan. Padahal, anak merupakan modal bangsa yang sangat potensial dan anak lebih tidak berdaya dibandingkan perempuan. Bila dianggap konsisten dalam membela kepedulian anak, seharusnya pemerintah mempunyai keberanian dan kemauan politik untuk membentuk kementrian anak. Atau, paling tidak tidak melakukan diskrimasi dalam program peningkatan hak anak dalam Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan.
Selain pengeksploitasian, anak-anak juga kerap menjadi korban kekerasan, pemukulan, bahkan pelecehan seksual kaum dewasa. Kasus gizi buruk yang melanda anak-anak Aceh pun semakin merebak di tengah-tengah maraknya program pemerintah dalam memberantasi kwasihokor dan marasmus di negara ini. Hal ini membuktikan masih kurangnya perhatian baik itu dari pemerintah maupun dari elemen masyarakat lainnya terhadap pemenuhan hak anak.
Oleh karena itu, momentum peringatan Hari Anak Nasional ini hendaknya tidak hanya sekadar seremonial biasa yang kerap dilaksanakan setiap tahunnya. Sudah saatnya pemerintah dan seluruh elemen masyarakat memberikan dukungan agar setiap anak memperoleh hak, seperti : pelayanan pendidikan dan pengajaran bermutu dalam rangka pengembangan pribadi dan semua potensi kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya; pelayanan kesehatan bermutu dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial anak; kebebasan berpartisipasi untuk menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan; beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreaksi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri, serta perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidak adilan dan perlakuan salah lainnya.
Mengingat upaya untuk memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak anak telah menjadi komitmen nasional dan internasional, maka diperlukan dukungan sebagai kewajiban dan tanggung jawab negara, pemerintah, lapisan masyarakat, keluarga serta orang tua dalam perlindungan dan pemenuhan hak anak tersebut.
Selain itu, tahun 2009 merupakan Tahun Indonesia Kreatif seperti yang telah diluncurkan Peresiden SBY pada tanggal 22 Desember 2008 yang bertepatan dengan Peringatan Puncak Hari Ibu ke-80 tahun 2008. Beliau menyatakan bahwa kreatifitas dan inovatif dapat ditumbuhkan sejak masa kanak-kanak. Untuk itu, kesadaran tentang kemampuan berkreatifitas dan berinovatif perdibangkitkan sejak usia anak-anak. Peringatan HAN 2009 merupakan wadah untuk membangkitkan inovatif dan kreatifitas pada diri Anak Indonesia agar kelak menjadi manusia seutuhnya, yaitu berbudi pekerti luhur, unggul, tangguh dan berkarakter serta cinta tanah air, yang dapat menjawab tantangan di masa depan.
Dimuat di acehinstitute.org
selamat ya udah di muat tulisannya
BalasHapusudah bisa komen lagi nihh.. :)
makasih jal
BalasHapus